Saturday 24 January 2009

Pena Wasiat 9

Oleh : Tjan ID

“Kami berbuat demikian karena aku tak ingin bertemu dengan kau dengan wajahku yang sebenarnya.”

Satu ingatan segera melintas dalam benak Pek Bwe, segera tegurnya :

“Siapa kau?”

“Jangan terlalu banyak sok pintar, kau pun jangan terlalu banyak berpikir, karena kesemuanya itu tak akan bermanfaat!” manusia berjubah hitam itu memperingatkan.

“Oooh......!”

“Sekarang, agaknya kita sudah harus membicarakan masalah yang utama bukan?”

“Silakan, Lohu akan mendengarkan dengan seksama.”

“Kau boleh tak usah mati, Pek Hong juga boleh tak usah mampus, tapi kalian ayah dan anak mulai detik ini harus mengasingkan diri dari keramaian dunia dan tak boleh muncul kembali di dalam dunia persilatan.”

“Masih ada yang lain?”

“Tiong It-ki juga boleh tak usah mati, bahkan boleh berkumpul dengan kalian berdua, tapi Tang Cuan serta Cu Siau-hong tak bisa dibiarkan hidup terus di dunia ini.”

“Apakah Bu-khek-bun harus lenyap dengan begitu saja dari dunia persilatan?”

“Bu-khek-bun masih akan tetap ada, cuma ketuanya akan diganti dengan orang lain, muridnya juga diganti dengan murid-murid yang lain, markas mereka akan tetap berada di perkampungan Ing-gwat-san-ceng.”

“Aaaai.......! kalau demikian kejadiannya, bukankah perguruan Bu-khek-bun selanjutnya hanya sebuah perguruan kecil yang sama sekali tak ada artinya?”

“Pek-ya kembali salah menduga, Bu-khek-bun dengan cepat akan berkembang menjadi sebuah perguruan yang besar dan kuat, bahkan beratus-ratus kali lipat jauh lebih tangguh daripada sewaktu dipimpin oleh Tiong Ling-kang, jangan kuatir dalam soal ini sukma Tiong Ling-kang di alam baka tentu akan beristirahat dengan tenang.”

“Apakah kau bisa menerangkan dengan lebih jelas lagi?”

“Padahal segala sesuatunya telah kuterangkan dengan sejelas-jelasnya, dengan pengalaman Pek-ya dalam dunia persilatan, aku rasa beberapa patah kata itu tentu sudah kau pahami dengan sesungguhnya.”

“Pahamnya sih memang sudah paham, cuma berhubung masalah ini mempunyai pengaruh yang amat besar, aku tak ingin melakukan dugaan-dugaan sendiri.”

“Kalau Pek-ya memang berkata begini, terpaksa aku musti menerangkan dengan lebih jelas lagi.”

“Baik, Lohu akan mendengarkannya.”

“Kami hendak menggunakan perguruan Bu-khek-bun untuk kepentingan kami, jika kerja sama ini bisa dilaksanakan, maka Tiong It-ki mungkin saja akan melanjutkan karier ayahnya untuk menjadi ciangbunjin dari perguruan Bu-khek-bun.”

“Kalau betul-betul sampai terjadi keadaan demikian, Lohu jadi menguatirkan keselamatan kalian semua.”

“Oooh....... apa yang kau kuatirkan?”

“Aku kuatir setelah dia menjadi ciangbunjin perguruan Bu-khek-bun, maka dia akan mulai berusaha untuk membalaskan dendam bagi kematian bapaknya.”

“Ciangbunjin tidak lebih hanya suatu sebutan belaka, belum tentu mempunyai kekuasaan yang amat besar.”

“Setelah kau berkata demikian, Lohu pun mulai mengerti, jadi meskipun Tiong It-ki bisa menjadi ciangbunjin perguruan Bu-khek-bun, namun dia tak lebih hanya seorang boneka yang akan menuruti semua perintah orang lain?”

“Soal itu sih belum tentu demikian, hal ini tergantung pula pada penampilan yang akan diperlihatkan oleh Tiong It-ki pribadi, jika dia amat setia dan mau bekerja sama, kemungkinan besar dia akan menerima keuntungan yang jauh lebih besar lagi.”

“Dengan perkataan lain, kalian hendak menyuruh dia untuk melupakan dendam sakit hati ayahnya dan melaksanakan perintah kalian tanpa membantah?”

Manusia berbaju hitam itu segera tertawa dingin.

“Pek-ya, kita sendang membicarakan masalah yang serius, bukan sedang memperdebatkan sesuatu persoalan.”

“Tentang soal ini aku mengerti.”

“Persoalan yang paling penting saat ini adalah bersediakah Pek-ya untuk bekerja sama dengan kami?”

“Menghadapi persoalan yang demikian penting dan seriusnya ini, Lohu merasa agak sulit juga untuk memberi jawaban dengan cepat.”

“Pek Bwe, kau harus mengambil keputusan dengan secepatnya, karena kau sudah tidak mempunyai waktu yang cukup lama lagi.”

“Kau maksudkan Lohu bakal mati?”

“Jika di dalam lambung sudah mengandung racun jahat, siapa yang sanggup untuk hidup lebih lama lagi?”

Pek Bwe segera tertawa.

“Lohu sudah hidup cukup lama di dunia ini, terus terang saja, soal mati hidup sudah bukan menjadi ancaman yang menakutkan lagi bagiku, cuma tentu saja aku masih tak ingin mati, coba kalian utarakan dulu kerja sama dalam bentuk apakah yang bisa Lohu berikan untuk kalian?”

“Bujuklah Pek Hong, dan tangkap hidup-hidup Tang Cuan, Seng Tiong-gak, serta Cu Siau-hong untuk menunjukkan ketulusan hatimu dalam persoalan ini.”

“Tampaknya tidak sedikit yang kau ketahui tentang masalah Bu-khek-bun? Aku rasa tentunya kalian juga tahu bukan bahwa hubungan cinta mereka suami istri terlalu mendalam sekali?”

“Aku tahu tentang soal ini, tapi suaminya sekarang sudah mati, sedangkan Tiong It-ki masih hidup, dia adalah satu-satunya putra yang dia miliki, seorang perempuan setengah umur yang telah kehilangan suaminya tentu tak ingin kehilangan putranya pula.”

Pek Bwe termenung sejenak, kemudian berkata :

“Yaa, kejadian ini memang benar-benar merupakan suatu persoalan yang sukar untuk diputuskan, dalam menghadapi masalah seperti ini, aku pun tak tahu bagaimana keputusannya.”

“Kami cukup menyadari akan kesulitannya yang sedang dihadapinya, oleh karena itu kami memohon bantuan untuk membujuknya.”

“Baiklah!” kata Pek Bwe kemudian, “Lohu bersedia untuk mencoba membujuknya.”

“Bagus sekali, keputusanmu ini bagimu pribadi, bagi Pek Hong, maupun bagi Tiong It-ki semuanya akan memberikan keuntungan yang bermanfaat sekali.”

“Jika sudah tiada urusan yang lain lagi, Lohu hendak mohon diri lebih dahulu.”

Sikap manusia berjubah hitam itu segera pulih kembali dalam sikapnya yang menghormat, katanya :

“Pek-ya, kau sudah memikirkannya dengan jelas atau belum?”

“Ada persoalan apa lagi?”

“Seandainya kau telah berhasil membujuk Pek Hong, apa yang hendak kau lakukan untuk membekuk Cu Siau-hong serta Tang Cuan?”

“Mereka sangat menuruti perkataan Hong-ji, bila Lohu benar-benar berhasil membujuk Pek Hong, maka asal Pek Hong memberi perintah, mereka pasti akan menyerahkan diri tanpa melawan.”

“Aku pikir tindakan seperti ini terlalu menempuh bahaya, andaikata mereka tak mau menyerah, bukankah kesulitan segera akan timbul?”

“Jadi menurut maksud anda?”

“Meracuni mereka, tentu saja mereka tak akan menyangka kalau Pek Hong bakal meracuni mereka berdua, aku rasa cara ini sangat jitu dan tak mungkin bakal meleset.”

“Sungguh suatu cara yang hebat, sungguh suatu cara yang hebat, yaa, mereka pasti tak akan menyangka sampai ke situ.”

Manusia berjubah hitam itu segera tertawa.

“Ada kalanya, sekalipun otak sudah dipakai sampai botak, walau siasat sudah disusun dengan cermat, belum tentu masalahnya bisa diselesaikan secara sempurna, tapi kadang kala hanya mempergunakan suatu cara yang amat sederhana, namun semua persoalan ternyata bisa terselesaikan dengan menggembirakan.”

“Aaai....! persoalannya sekarang adalah berhasilkah aku membujuk putriku agar dia mau mengikuti perkataanku.”

“Semestinya persoalan semacam ini bukan suatu masalah yang terlalu sulit, kau adalah ayahnya, sedang Tiong It-ki adalah satu-satunya putra yang dia miliki, di dunia ini hanya dua orang ini yang merupakan sanak keluarganya, aku pikir dia pasti dapat mempertimbangkan untung ruginya dengan baik.”

“Lohu pun beranggapan demikian, sebab itulah aku merasa masih ada separuh kesempatan untuk berhasil.”

“Jadi kau telah setuju?”

“Yaa, Lohu setuju!”

“Beri tahu kepada Pek Hong, organisasi kami ini tak ingin menderita kegagalan, bila dia ingin main curang dengan kami, akibatnya dengan cepat dia akan menerima batok kepala dari Tiong It-ki.”

“Bagaimana dengan Lohu?”

“Dia pun dapat menyaksikan kau mati keracunan dan menderita siksaan hebat sebelum tibanya ajal.”

“Berapa lama Lohu masih bisa hidup?”

Manusia berjubah hitam itu termenung sejenak, kemudian sahutnya,

“Aku rasa tak akan lewati dua tiga jam lagi.”

“Waktunya terlampau singkat, aku rasa tidak cukup untuk digunakan membujuk orang.”

“Kami tak akan terlalu tergesa-gesa, bagaimana kalau kuberi waktu selama dua puluh empat jam?”

“Itu sudah cukup.”

“Berikan obat penawarnya kepada Pek-ya!”

Dari dalam ruangan segera muncul kembali seorang manusia berbaju hitam, seperti juga orang yang pertama, dia pun menggunakan sebuah jubah lebar berwarna hitam yang panjang dan kedodoran, bahkan sepasang tangannya juga mengenakan sarung tangan berwarna hitam, ini membuat Pek Bwe sulit untuk menyelidiki identitas mereka.

Di tangan manusia berbaju hitam ini membawa sebuah baki kayu yang besar.

Di atas baki terletaklah dua buah botol porselen serta sebuah cawan kecil.

Isi cawan itu adalah cairan berwarna hijau tua.

Manusia berbaju hitam itu segera berkata :

“Dari kedua buah botol porselen ini, yang satu berisikan obat penawar, isinya terdiri dari dua butir pil, sebutirnya dapat mencegah daya kerja racun di tubuhmu selama dua belas jam, bila semua urusan sudah kau selesaikan kami akan menghantarkan kembali obat penawar yang lain. Sedangkan isi botol porselen yang lain, isinya berupa bubuk putih itu adalah sejenis racun yang tidak berwarna tidak berbau, jika dicampurkan ke dalam air teh dan membiarkan mereka meneguknya, dalam setengah jam kemudian segenap tenaga dalam yang mereka miliki akan punah tak berbekas......”

Pek Bwe manggut-manggut.

“Obat yang lihay!” serunya.

Dua buah botol porselen itu segera diambil dan dimasukkan ke dalam sakunya

“Sedangkan isi cawan itu adalah secawan arak wangi yang disebut Pek-liok-cun,” kata manusia berjubah hitam itu lagi, “inilah arak bertanda masuk komplotan, bila kau bersedia untuk meneguknya, berarti kau adalah orang-orang kami.”

“Aku lihat arak bertanda masuk komplotan ini tidak kuminum saja, sebab dewasa ini Lohu masih belum berhasrat untuk menjadi anggota komplotan kalian.”

“Tidak bisa!” tukas manusia berbaju hitam itu dingin, “bagaimanapun juga kau harus meneguknya sampai habis, Pek Bwe! Sebagai bukti kesetiaanmu terhadap diriku kau harus meneguk isi cawan itu sampai habis.”

“Lohu tidak minum arak barang setetes pun mana mungkin aku bisa menghabiskan arak secawan penuh?”

“Pek Bwe, jika kau tak meneguk isi cawan itu, kami tak dapat mempercayai dirimu.”

“Kalau begini jadi susah rasanya, Lohu benar-benar tak ingin minum arak tersebut.”

Setelah berhenti sejenak, dia meneruskan kembali kata-katanya :

“Sobat, seandainya arak ini adalah secawan arak beracun, aku telah keracunan, sekalipun tidak minum arak beracun aku tetap sudah keracunan, sebaliknya kalau arak itu tidak beracun, kenapa pula kau musti memaksa diriku untuk meneguknya?”

Manusia berjubah hitam itu termenung dan berpikir sesaat lamanya, kemudian dia baru berkata :

“Pek Bwe, kau sudah tua, pengalamanmu sudah cukup banyak, kau harus tahu bahwa hal ini merupakan suatu peraturan.”

“Paling tidak, Lohu masih belum sampai pada saat untuk menuruti peraturan tersebut,” tukas Pek Bwe.

Manusia berbaju hitam itu segera tertawa dingin,

“Tampaknya, pembicaraan kita sukar untuk dilanjutkan kembali,” katanya.

“Lohu sudah mengalami banyak kejadian besar selama melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, aku berharap kalian jangan terlalu memaksakan kehendaknya atas diriku.”

Mencorong sinar tajam dari balik mata manusia berjubah hitam itu, agaknya dia hendak mengumbar hawa amarahnya, tapi tiba-tiba ia dapat menahan diri kembali.

“Baiklah!” katanya kemudian, “kukabulkan permintaanmu itu!”

“Lohu sudah mengalah banyak kepada kalian, aku pun berhara dalam beberapa persoalan kalian bisa mengalah pula untukku, benar bukan?”

Manusia berbaju hitam itu segera mengulapkan tangannya, pembawa baki itu pelan-pelan mengundurkan diri dari situ.

“Sekarang, apakah Lohu boleh pergi meninggalkan tempat ini?” tanya Pek Bwe dingin.

Manusia berjubah hitam itu kembali termenung sejenak sebelum akhirnya menyahut,

“Kau harus ingat baik-baik, paling tidak Tiong It-ki masih berada di tangan kami.”

“Nah, pergilah sekarang!”

Pek Bwe manggut-manggut.

“Lohu akan ingat selalu perkataanmu itu, aku akan berangkat duluan....” katanya.

“Baik-baik di jalan Pek-ya, aku tak akan menghantar lebih jauh lagi.”

Pek Bwe tidak berkata apa-apa lagi, dia putar badan dan segera berjalan keluar dari ruangan itu.

Ketika tiba di tengah halaman luas, ditemuinya mayat Ciu Kim-im telah lenyap tak berbekas.

Dengan sorot mata yang amat tajam, manusia berjubah hitam itu mengawasi bayangan punggung Pek Bwe yang melangkah keluar dengan langkah lebar hingga lenyap dari pandangan.

Pek Bwe berjalan dengan langkah pelan, ketika tiba di sebuah persimpangan jalan, dia baru berhenti.

Setelah menengok sekejap sekeliling tempat itu, mendadak ia percepat langkahnya mengitari dua buah gang sempit dan berlarian ke arah depan.

Tiba kembali di gedung yang didiami Pek Hong, ia segera dihadang oleh para anggota Kay-pang yang berjaga-jaga di sekitar sana.

Tapi setelah mengetahui akan diri Pek Bwe, empat orang anggota Kay-pang itu segera membuyarkan diri kembali untuk kembali ke tempatnya masing-masing.

Menyaksikan keketatan penjaga di situ, Pek Bwe merasa hatinya jauh lebih lega, diam-diam ia menghembuskan nafas lega dan menuju ke halaman.

Pek Hong, Seng Tiong-gak, dan Tang Cuan duduk berkerumun dalam ruangan sambil bercakap-cakap, di luar dugaan Pek Bwe ternyata Cu Siau-hong juga tampak hadir di sana.

Cu Siau-hong segera bangkit berdiri, sambil memberi hormat katanya :

“Cianpwe, Siau-hong minta maaf!”

“Kau tidak berdosa, malah seharusnya mendapat pahala.”

“Mendapat pahala, kenapa?”

Sambil mengelus jenggotnya Pek Bwe tertawa, katanya :

“Aku orang tua telah mencarimu ke sana kemari.”

“Itulah sebabnya Boanpwe memohon maaf,” sambung Cu Siau-hong, “sewaktu kau orang tua munculkan diri, Siau-hong telah melihat kehadiranmu, dapat melihat pula kegelisahan kau orang tua, tapi waktu itu Siau-hong betul tak dapat mengadakan kontak dengan kau orang tua....”

“Untung saja kau tidak berhubungan dengan Lohu,” ucap Pek Bwe, “sebab itu, Lohu berhasil menemukan tempat persembunyian mereka.”

“Sudah menjumpai It-ki?” tanya Pek Hong.

“Belum, rupanya gerak-gerik kita selama berada di Siang-yang selalu berada di dalam pengawasan mereka....”

Secara ringkas dia pun menceritakan semua kejadian yang telah dialaminya barusan.

Selesai mendengar perkataan itu, Seng Tiong-gak segera bangkit berdiri seraya berseru :

“Kalau memang tempat persembunyian mereka telah berhasil diketahui, mari sekarang juga kita menyatroni mereka.”

Buru-buru Pek Bwe menggoyangkan tangannya berulang kali.

“Duduklah dulu,” katanya, “jangan terburu nafsu, dengarkan kata-kataku lebih lanjut.”

Sambil tertawa jengah, Seng Tiong-gak duduk kembali.

Maka Pek Bwe pun berkata lebih jauh,

“Walaupun keparat itu mengenakan sebuah jubah hitam yang besar dan kedodoran sehingga tinggal sepasang matanya yang tampak, tapi aku dapat mendengar suara pembicaraannya, lagi pula tampaknya ia merasa amat kesal denganku.”

“Aaah........ masa begitu? Apakah kau orang tua berhasil mengenali suara siapakah itu?” seru Seng Tiong-gak.

“Agaknya suara Long Ing!”

“Ji-sute?” Tang Cuan terbelalak lebar.

“Ia berusaha untuk merubah nada suaranya agar tidak kukenali, tapi aku orang tua toh berhasil mengenalinya juga, tentu saja tidak terlalu yakin.”

“Bedebah manusia laknat. Kalau sampai kutemukan pengkhianat ini, akan kucincang tubuhnya hingga hancur lebur berkeping-keping,” sumpah Seng Tiong-gak penuh kebencian.

Pek Bwe menghela napas sedih.

“Aaaai.....! kalau diserang dari luar dalam secara bersamaan tak heran perguruan Bu-khek-bun berhasil mereka tumpas dalam semalaman saja....”

“Saat yang mereka pilih terlalu baik, andaikata Suhu dan Susiok berada dalam perkampungan semua, tak nanti mereka akan berhasil,” ujar Tang Cuan.

“Mereka tentu akan berganti dengan cara yang lain,” kata Pek Bwe.

“Ayah!” ucap Pek Hong sedih, “setelah kau berjumpa dengan Long Ing, apakah ditanyakan pula kabar berita tentang It-ki?”

“Menurut nada pembicaraan mereka, agaknya It-ki masih hidup di dunia bahkan menderita luka pula, besar kemungkinan mereka mencelakai It-ki terlebih dahulu sebelum melancarkan penumpasan.”

“Kalau begitu mari kita menyelamatkan It-ki terlebih dahulu.”

“It-ki tidak berada di sini, rencana mereka terlalu rapi, tentunya mereka juga telah menduka kalau kita bakal melakukan pencarian, siapa tahu kalau tindakan mereka ini tak lain hanya ingin memancing kita masuk ke dalam perangkap.”

“Maksud ayah....”

“Yaa, apa lagi? Terpaksa kita harus beradu kecerdikan dengan mereka, jelas sulit buat kita untuk turun tangan dewasa ini, lebih baik kita mencari akal untuk mengobrak-abrik sarang mereka, atau dengan siasat kita makan siasat mereka.”

Tiba-tiba Cu Siau-hong bertanya :

“Locianpwe, setelah kau jumpai Ji-suheng, apakah lo-ngo dan lo-kiu juga berhasil dijumpainya?”

“Entah seorang baju hitam yang memberi obat kepadaku itu salah seorang di antara mereka atau bukan, tapi jika dilihat dari cara mereka membunuh Ciu Kim-im yang begitu kejam dan tak kenal perikemanusiaan, agaknya organisasi tersebut adalah suatu organisasi yang amat kejam, Long Ing sekalian sudah pasti bukan otak yang mengatur segala sesuatu itu, di kota Siang-yang mereka pasti mempunyai seorang pemimpin, ia termenung agak lama sebelum menjawab, kemungkinan sekali ia sedang menerima petunjuk.”

“Pek-cianpwe, apakah kita harus berpeluk tangan belaka!” kata Seng Tiong-gak tidak puas.

“Tentu saja mereka harus kita cari, cuma bukan sekarang.”

“Kalau bukan sekarang, apakah kita harus menunggu sampai mereka pergi meninggalkan tempat ini?”

“Tiong-gak, kenapa kau begitu terburu nafsu? Bahkan Tang Cuan dan Siau-hong pun lebih tenang darimu, mengapa kau tidak menenangkan juga hatimu? Seandainya It-ki berada di sini, meski harus pertaruhkan nyawa kita wajib pergi mencarinya, tapi It-ki tidak berada di sini, kita tak boleh bertindak tanpa rencana, Nak, ketahuilah bahwa kekuatan Bu-khek-bun tinggal tak seberapa, bila tidak menyaksikan lebih baik kita jangan sembarangan bertaruh.”

Pek Hong menggoyangkan tangannya mencegah Seng Tiong-gak berbicara lebih jauh, lalu katanya :

“Ayah harap bicara lebih jelas, apa yang harus kita lakukan sekarang?”

“Kita musti memikirkan soal Long Ing, dengan cara apa ia bisa sampai masuk ke dalam Bu-khek-bun, asalkan usulnya bisa diketahui, maka kita pun akan lebih mudah turun tangan. Sebaliknya jika kita ke sana sekarang, paling banter hanya akan menjumpai sebuah bangunan kosong, apalah artinya bangunan kosong bagi kita?”

“Locianpwe, Siau-hong masih ada satu hal yang pantas dicurigai,” ucap Cu Siau-hong tiba-tiba.

“Baik, coba katakan!”

“Seingat Siau-hong, hubungan kau orang tua dengan kami di masa lalu tidak begitu akrab, dari mana kau bisa merasa yakin jika orang itu adalah Long Ing Cong Ji-suheng?”

“Tentang soal ini tak bakal salah lagi, betul aku jarang bertemu dengan kalian, tapi aku mempunyai kepandaian untuk mengingat suara orang, terus terang saja kepandaianku ini tiada duanya dalam dunia persilatan dewasa ini.”

“Bila ada seorang yang menirukan logat Ji-suheng, dapatkah Locianpwe membedakannya mana yang asli mana yang palsu?”

“Soal ini Lohu tak begitu yakin, aku pun tidak mendengarkan suaranya dengan seksama, hanya bisa kukatakan suaranya sangat mirip dengan suara Long Ing.”

Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan :

“Bocah, kau sudah pergi selama banyak hari, apa saja yang berhasil kau dapatkan?”

“Kalau dibicarakan sungguh memalukan, walau sudah melakukan perjalanan selama beberapa hari namun masih belum kutemukan suatu hal yang penting, cuma aku menjumpai begitu banyak jago persilatan yang mulai berdatangan ke kota Siang-yang ini.”

“Oooh, selain itu?”

“Selain itu, masih ada lagi urusan tentang si nona baju hijau, bukankah Locianpwe telah menyaksikan sendiri?”

“Setelah kau singgung kembali persoalan tersebut, Lohu menjadi teringat kembali akan satu persoalan,” sambung Pek Bwe, “apakah Pi Sam-long telah datang kembali?”

“Tidak.”

“Siau-hong, bagaimana selanjutnya dengan si nona baju hijau itu? Dia telah ke mana?”

“Ia bertahan terus di situ, karena Boanpwe tak betah, akhirnya aku angkat kaki lebih dahulu dari situ.”

“Kecuali si nona baju hijau, apalagi yang kau temukan?”

“Kulihat orang-orang Pay-kau pada berkumpul di atas sebuah perahu besar yang membuang sauh di tengah sungai.”

“Itu berarti mereka sedang mengadakan rapat, agaknya orang-orang Pay-kau juga telah berusaha dengan sepenuh tenaga untuk menanggulangi peristiwa yang menimpa Ling-kang.”

“Ayah, sudah setengah harian kau berbicara, tapi belum kudengar cara yang kau maksudkan, apa yang musti kita lakukan sekarang?”

“Aku toh sudah bilang, kita gunakan siasat melawan siasat.”

“Maksud Cianpwe, apakah kita berlagak kena ditawan?” tanya Seng Tiong-gak.

Pek Bwe tertawa getir.

“Cara itu terlalu berbahaya, kita tak boleh terlalu memandang rendah kekuatan musuh, cara yang terlalu berbahaya pun tak boleh digunakan, seandainya siasat tersebut sampai diketahui lawan, sedang kita masih belum menyadari, besar kemungkinan kita semua malah sungguh-sungguh akan tertangkap oleh mereka.”

“Kalau begitu, dengan cara apakah Locianpwe akan mengatur rencana untuk melaksanakan siasat melawan siasat tersebut?”

“Biar Lohu pergi seorang diri, seolah-olah rencanaku telah diketahui kalian...”

“Locianpwe, cara ini tak boleh dilakukan,” buru-buru Cu Siau-hong menyela dari samping.

“Nak, aku sudah tua, aku hanya ingin menengok keadaan It-ki, sebab kecuali menggunakan cara ini, rasanya sulit buat kita untuk menemukan jejak It-ki.”

“Locianpwe, aku dapat memahami maksudmu, tapi ketahuilah bahwa mencari kemujuran dengan cara menyerempet bahaya sukar diketahui hasilnya, aku rasa bila dibicarakan dengan keadaan pada saat ini, cara tersebut bukan terhitung suatu cara yang baik.”

“Bocah cilik, lalu apa pendapatmu?”

“Boanpwe pikir, lebih baik kita lakukan suatu gerakan yang misterius agar mereka pergi menduganya sendiri, asal mereka sudah salah langkah itu berarti kita akan berhasil menemukan ekor rase mereka.”

Mendengar perkataan itu, Pek Bwe segera tertawa.

“Waah, waah..... perkataanmu itu membuat aku si orang tua ikut merasa kebingungan sendiri; cepat katakan, apa yang harus kita lakukan?”

Cu Siau-hong termenung sejenak, kemudian menjawab :

“Seandainya orang yang dijumpai Loya-cu adalah Ji-suheng, lebih baik kita bisa mencari akal untuk menjumpainya......”

“Keparat itu sudah kejangkitan penyakit edan, aku ingin bertanya kepadanya mengapa ia membalas air susu dengan air tuba,” sela Tang Cuan dengan ganas.

“Tidak gampang, ia tak akan tertipu dengan begitu saja!” ucap Pek Bwe sambil menggeleng.

“Bila didengar dari cerita Loya-cu tadi rupanya dalam hati kecil mereka pun sudah timbul rasa curiga tentang keracunan atau tidaknya dirimu, tapi hal ini tak sulit untuk dibuktikan, asal mereka berhasil menemukan gejala keracunan di atas tubuh Ciu Kim-im, maka dengan cepat bisa diketahui bila kau tidak keracunan.”

Pek Bwe manggut-manggut.

“Untuk menjaga segala hal yang tidak diinginkan, lebih baik kita pergunakan dua ekor anjing untuk mencoba obat racun serta obat pembunuh mereka, coba kita buktikan apakah ia masih mempunyai permainan yang lain atau tidak?” ucap Cu Siau-hong lagi.

“Dalam soal penggunaan racun, Pi Sam-long si bocah muda itu adalah seorang ahli, heran kenapa bocah itu belum juga datang?”

“Oleh sebab itulah, terpaksa kita harus menggunakan cara yang paling bodoh ini untuk mencari bukti.”

“Setelah terbukti, apa pula yang harus kita lakukan?”

Cu Siau-hong segera tertawa.

“Waktu itulah, Locianpwe baru gunakan siasat melawan siasat tersebut untuk menghadapi mereka,” katanya.

“Oooh.....! Itu berarti cara yang kukemukakan tadi sedikit terlampau bahaya?”

“Asal dibetulkan sedikit di sana sini, cara itu bisa dilaksanakan dengan lega hati.”

Ia lantas merendahkan suaranya dan membisikkan sesuatu.

Selesai mendengarkan rencana yang dibeberkan oleh anak muda itu, sambil menghela napas Pek Hong berkata :

“Siau-hong, kau belum pernah melakukan perjalanan di dalam dunia persilatan, kenapa begitu banyak ide yang kau miliki. Rencanamu betul-betul rapi dan terkendali seolah-olah jalan pemikiran dari seorang jago kawakan yang sudah amat berpengalaman saja.”

“Sunio, semua ide yang Tecu kemukakan ada tercantum di dalam buku yang pernah Tecu baca selama ini, hanya telah kuubah sedikit di sana sini serta menyesuaikan dengan keadaan.”

Pek Hong manggut-manggut.

“Ayah, menurut pendapatmu perlukah kita beri tahukan hal tersebut kepada pihak Kay-pang?” tanyanya.

“Rencana yang begitu rahasia lebih baik diketahui sedikit orang saja, cuma alangkah baiknya bila pihak Kay-pang bersedia untuk bekerja sama, oleh karena itu kita musti mengabarkan hal ini kepada Yu Lip.”

“Biar Tecu yang pergi mengundangnya,” kata Tang Cuan seraya beranjak dari tempat duduknya.

Tak selang beberapa saat kemudian, Yu Lip telah muncul dengan langkah tergesa-gesa.

Rupanya sejak terjadinya peristiwa tempo hari, agaknya Yu Lip telah pindah pula ke dalam gedung tersebut.

Setelah Pek Bwe membeberkan rencana rahasianya, Yu Lip termenung agak lama tanpa berbicara.

Melihat itu, sambil mendehem pelan Tang Cuan berkata :

“Yu-toucu, apakah kau menjumpai sesuatu kesulitan?”

“Rencananya sendiri sih memang suatu rencana bagus, cuma aku orang she Yu tidak berharap kalian menyerempet bahaya, apalagi Pangcu kami telah mengirim perintah kilat yang meminta kepadaku agar baik-baik melindungi saudara sekalian, dalam tiga hari mendatang dia akan datang sendiri kemari.”

“Oooh.....!”

Yu Lip menghembuskan napas ringan, kemudian melanjutkan :

“Tadi, Siang-kang Thamcu dari pihak Pay-kau telah datang menemui diriku, ia bilang dalam markas besarnya telah kedatangan dua orang Hiangcu yang cukup lihay, ia merasa keadaan di atas sungai jauh lebih aman dari pada di daratan, sebab itu minta kepadaku untuk membawa saudara sekalian pindah saja ke atas perahu, tapi aku tidak mengabulkan. Konon Kaucu dari pihak Pay-kau pun akan tiba pula di sini dalam tiga lima hari mendatang, oleh sebab itu aku rasa alangkah baiknya bila kalian bersabar selama beberapa hari lagi, bila Pangcu kami telah datang persoalan ini baru dibahas kembali.”

“Maksud Yu-toucu, kami harus menunggu terus di sini?” kata Pek Bwe.

“Yaa, apalah artinya tiga lima hari? Apa salahnya kalau saudara sekalian bersabar lagi?”

Pek Hong menghela napas panjang.

“Aaai, maksud baik Yu-toucu biar kami terima dalam hati saja,” katanya, “dendam kesumat dari Bu-khek-bun harus dibalas oleh orang Bu-khek-bun juga, kami tak akan berpeluk tangan belaka sambil membiarkan perkumpulan anda yang membalaskan dendam untuk kami, jika Yu-toucu merasa tak sanggup untuk memberi pertanggungan jawab kepada Pangcu kalian, terpaksa kami harus segera angkat kaki dari sini.”

Ucapan tersebut segera membuat Yu Lip menjadi tertegun.

“Tiong-hujin, maksudku.......”

“Aku dapat memahami maksud baikmu,” kata Pek Hong lebih jauh, “tapi kau hanya berpikir menurut keadaan yang terbentang di hadapanmu. Kau kuatir jika kami yang masih hidup kena dicelakai kembali oleh pihak lawan, tapi kau lupa untuk menyelami perasaan kami sekarang, kau pun lupa untuk mengetahui apa tujuan kami untuk hidup lebih jauh di dunia ini.”

“Tiong-hujin, aku sudah banyak melakukan keteledoran, bila sekarang terjadi lagi pelbagai kesulitan, mungkin aku tak kuat lagi untuk memikul tanggung jawab atas kejadian ini.”

“Yu-toucu, tentang segala sesuatunya biar ciangbunjin perguruan kami yang memberikan pertanggungan jawab sendiri kepada Pangcu kalian, oleh sebab itu aku berharap agar Yu-toucu jangan mencampuri urusan kami lagi.”

Yu Lip menghela napas panjang.

“Hujin!” katanya, “aku dapat memahami betapa beratnya perasaanmu sekarang, tapi siapa bilang aku orang she Yu tidak cemas pula?”

“Asalkan Yu-toucu bisa memahami perasaan kami yang ingin cepat-cepat melancarkan jejak musuh, kami pun bersedia berjanji untuk tidak menggunakan kekerasan menghadapi mereka, sebaliknya bila kau tidak mengabulkan, terpaksa kami pun harus segera angkat kaki meninggalkan tempat ini.”

Yu Lip segera berpaling ke arah Pek Bwe sambil berseru.

“Loya-cu.....”

“Yu-toucu, kau tak usah memanggil aku,” tukas Pek Bwe, “ketahuilah, rasa gelisah yang berkecamuk di hati Lohu, sedikit pun tidak berada di bawah perasaan putriku.”

“Yu-toucu, harap kau berbicara terus terang, bila tidak setuju, terpaksa kita harus pergi meninggalkan tempat ini,” seru Tang Cuan.

Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Yu Lip berkata :

“Baiklah! Bila saudara sekalian bersikeras untuk berbuat demikian, aku orang she Yu juga tak dapat mencegahnya, aku akan menuruti semua kehendak kalian itu.”

“Kau sudah berbicara sekian lama, Lohu hanya menangkap kata-kata ini mengandung maksud yang mendalam,” ucap Pek Bwe.

“Baiklah, jika kalian bersikeras ingin melakukan sesuatu perbuatan, aku pun tidak bermaksud menghalanginya, beri waktu setengah hari kepadaku, akan kupersiapkan segala sesuatunya.”

“Yu-toucu, dalam kenyataannya jumlah kami serta tempat persembunyian kami telah diketahui orang dengan jelas, pelindungan macam apa yang diberikan perkumpulan anda, juga diketahui amat jelas dengan mereka, oleh sebab itu kau tak usah mempersiapkan segala sesuatunya lagi, orang-orang Bu-khek-bun harus berhadapan sendiri dengan mereka agar bisa menimbulkan rasa gentar buat mereka.”

Yu Lip termenung sebentar, kemudian berkata :

“Pek Loya-cu, persoalan ini makin dibicarakan semakin serius, untuk menghindari kesalahan paham buat Tiong-hujin dan Tang-ciangbunjin, dengan memberanikan diri aku orang she Yu akan mengambil keputusan, cuma paling tidak aku orang she Yu harus turut serta di dalam gerakan ini.”

“Baiklah! Kita tetapkan begini saja, tapi kau harus dapat mengendalikan anak buahmu agar jangan terlalu mencolok sehingga malahan merusak keadaan.”

Yu Lip manggut-manggut.

“Kalian bermaksud untuk turun tangan dengan cara apa! Bagaimana pula aku harus membantu.......”

Setelah pembicaraan beralih kembali ke pokok persoalan, Pek Bwe pun segera membeberkan sebagian dari rencananya itu.

Sebagai seorang jago kawakan yang sudah sering kali melakukan perjalanan dalam dunia persilatan dan berpengalaman luas, Pek Bwe sadar, lebih banyak orang mengetahui rencana tersebut berarti kemungkinan besar rahasia tersebut bisa bocor, apalagi Yu Lip merasa tanggung jawabnya besar, makin banyak yang diketahui olehnya, pasti akan semakin banyak pula orang yang akan dipersiapkan olehnya.”

Langkah pertama yang dilakukan adalah Cu Siau-hong serta Tang Cuan masing-masing berganti dengan pakaian Kay-pang, melepas pedangnya, dan diam-diam menggembol dua bilah pisau belati serta senjata rahasia.

Dari dalam gedung bangunan mendadak muncul delapan orang murid Kay-pang yang menyerbu ke dalam kamar obat dalam dua rombongan.

Empat orang tabib kenaman dari kota Siang-yang semuanya telah diundang datang ke dalam gedung tersebut.

Pintu gerbang dalam gedung yang bercat hitam selalu berada dalam keadaan tertutup rapat, tapi begitu gelang pintu berbunyi pintu segera terbuka, begitu orang telah masuk pintu pun ditutup kembali.

Setelah berada dalam ruangan maka segera terlihatlah penjagaan yang sangat ketat. Belasan orang anggota Kay-pang masing-masing berdiri tersebar di sudut-sudut gedung.

Cu Siau-hong dan seorang anggota Kay-pang telah berhasil pula mengundang seorang tabib, tapi setibanya di luar gedung, ia tidak masuk ke dalam, melainkan berbisik-bisik dengan anggota Kay-pang tersebut kemudian putar badan dan menuju keluar.

Langkahnya amat tergesa-gesa, seakan-akan terdapat suatu persoalan penting yang harus dikerjakan.

Baru saja ia membelok ke dalam sebuah lorong, tiba-tiba terasa bayangan manusia berkelebat lewat, seorang pemuda berbaju biru berdandan sastrawan telah menghadang jalan perginya.

Waktu itu Cu Siau-hong sedang berjalan dengan tergesa-gesa, karena munculnya laki-laki sastrawan itu amat mendadak, hampir saja kepalanya menubruk ke atas dada orang, cepat-cepat ia menghentikan langkahnya.

Sambil tersenyum manusia berbaju biru itu berkata :

“Saudara pengemis, kenapa kau terburu-buru melakukan perjalanan? Tidak takut kalau sampai menubruk orang?”

Cu Siau-hong memperhatikan sekejap orang itu, kemudian berkata :

“Maaf, aku si pengemis cilik masih ada urusan penting.”

Ia menyingkir ke samping dan bermaksud melewatinya dari sisi tubuh orang berbaju biru itu.

Ilmu silat yang dimiliki setiap anggota Kay-pang terhitung cukup tangguh, itulah sebabnya Cu Siau-hong sewaktu melompat ke samping tidak terhitung lambat.

Tapi gerakan tubuh si manusia berbaju biru itu ternyata satu kali lipat lebih cepat dari pada Cu Siau-hong, ketika tangan kanannya menyambar ke depan, tahu-tahu kelima jari tangannya telah mencengkeram di atas nadi pada pergelangan tangan kanan Cu Siau-hong.

Dengan demikian maka tubuh Cu Siau-hong yang telah maju ke depan itu kontan saja terseret kembali oleh manusia berbaju biru itu.

Setelah termangu sejenak, berkatalah Cu Siau-hong,

“Hey, sebenarnya apa maksudmu?”

Meskipun gerak serangannya cepat, ternyata tingkah laku maupun cara berbicara dari manusia berbaju biru itu terhitung halus dan sopan, setelah tertawa jawabnya :

“Saudara pengemis, aku ingin mengundangmu untuk minum secawan arak.”

Sambil berkata, tenaga dalamnya segera dikerahkan untuk mencekat urat nadinya.

Seketika itu juga semua tenaga yang dimiliki Cu Siau-hong lenyap tak berbekas, sambil menarik muka dia berkata :

“Kita tidak saling mengenal, mengapa kau musti mengundang diriku? Lagi pula mengundang orang minum arak juga tak ada yang mengundang dengan cara begini.”

Manusia berbaju biru itu segera tertawa.

“Terpaksa aku musti menyusahkan dirimu kalau begitu!” katanya.

Seusai berkata, ia lantas menarik tangan Cu Siau-hong dan melangkah masuk ke dalam sebuah gedung besar di samping jalan.

Dalam waktu singkat Cu Siau-hong sudah diseret masuk ke dalam gedung tersebut. Gedung itu terhitung sebuah gedung yang amat besar, dalam ruang tengah yang lebar telah duduk menunggu tiga orang jago.

Orang pertama adalah seorang kakek berjubah lebar, berwajah kurus dan memelihara jenggot kambing, orang kedua seorang perempuan setengah umur berbaju ringkas warna hijau yang berusia lima puluh tahunan, sedang orang ketiga adalah seorang lelaki setengah umur berbaju hitam yang berusia empat puluh tahunan.

Walaupun sekulum senyuman masih menghiasi wajah, manusia berbaju biru itu ternyata cara kerjanya cukup keji, ia menyeret Cu Siau-hong langsung memasuki ruangan tengah tersebut.

Setibanya dalam ruangan, ia menotok dulu jalan darah Cu Siau-hong kemudian baru melepaskan genggamannya pada urat nadi di atas pergelangan tangan kanannya, lalu berkata :

“Saudara pengemis, dari empat orang yang berada dalam ruangan ini, baik siapa pun asal turun tangan maka besar kemungkinan akan merenggut selembar jiwamu, satu-satunya jalan yang tersedia bagimu adalah bekerja sama dengan kami dan jawablah semua pertanyaan dengan sejujurnya :

Cu Siau-hong mendengus dingin :

“Hmm! Anak murid Kay-pang adalah manusia-manusia yang mengutamakan keadilan serta kesetiaan kawan, aku tak sudi digertak di bawah ancaman.”

Si sastrawan setengah umur yang berbaju hitam itu segera tertawa ewa, katanya,

“Benar juga perkataan itu, cuma kau hanya seorang manusia yang tak berkedudukan dalam Kay-pang, padahal jumlah anggota Kay-pang tak terhitung jumlahnya, apakah artinya kematian dari seorang manusia kecil macam kau?”

Cu Siau-hong mengerutkan dahinya, ia seperti hendak mengatakan sesuatu tapi kemudian dibatalkan.

Dengan sorot mata setajam sembilu, lelaki setengah umur berbaju hitam itu menatap Cu Siau-hong lekat-lekat, kemudian berkata :

“Tapi jika kau bersedia untuk bekerja sama dengan kami, tentu saja keadaannya akan jauh berbeda.”

“Apa kebaikannya?”

Lelaki setengah umur berbaju hitam itu tertawa, jawabnya :

“Besar sekali kebaikannya, pertama kami dapat membantumu agar ilmu silat yang kau miliki memperoleh kemajuan pesat, bila nasibmu memang mujur, siapa tahu kalau dua puluh tahun kemudian kau akan berhasil menjadi seorang Pangcu...........”

Tergerak juga hati Cu Siau-hong setelah mendengar perkataan itu, ia berseru tertahan,

“Paling tidak, kau bisa menjadi salah seorang Tiang-lo,” lanjut lelaki berbaju hitam itu.

Agaknya Cu Siau-hong mulai tertarik oleh perkataan itu, dia menghela napas panjang.

Agaknya lelaki berbaju hitam itu pandai untuk menggoda perasaan orang, setelah mendehem pelan katanya kembali :

“Mungkin ku tidak terlalu percaya dengan perkataanku, tapi sekarang juga kami bisa memberi uang muka, asal kau bersedia, kami segera akan mewariskan setengah jurus ilmu silat kepadamu.”

“Bagaimana selanjutnya? Apakah selamanya aku musti mendengarkan perintah kalian dan terkendali terus-menerus.”

Lelaki berbaju hitam itu segera tertawa.

“Tak bisa dibilang melaksanakan perintah, kami hanya bekerja saja, kau membantu kami dan kami pun akan berusaha sekuat tenaga untuk menaikkan tingkat kedudukanmu, membuat pahala buatmu agar cepat naik pangkat, siapa tahu dua tiga tahun mendatang, kau sudah termasyhur dalam perkumpulan Kay-pang?”

Diam-diam Cu Siau-hong kembali berpikir :

“Sungguh rayuan maut yang gampang membikin iman orang rontok.... tak heran kalau mereka pandai mencari pembantu.”

Berpikir demikian, dia pun lantas berkata,

“Sungguhkah perkataanmu itu?”

“Betul, kami benar-benar berbicara sesungguhnya, bahkan segera kami bisa memberi bukti untukmu.”

“Oooh...... rupanya kalian hendak memelihara orang yang berpihak kepada kalian dalam tubuh Kay-pang....”

Nyonya setengah umur itu segera tertawa terkekeh-kekeh.

“Heeehh....... heeehh....... heeehh...... saudara pengemis, rupanya kau amat cerdik,” pujinya.

“Ada sementara persoalan, aku harus bertanya dulu sejelasnya, betul bukan?”

“Betul!” lelaki berbaju hitam itu membenarkan, “memang setiap masalah harus dibicarakan dulu sejelasnya, kemudian kita baru bisa melanjutkan pembicaraan dengan riang gembira, apa yang ingin kau tanyakan. Silakan ajukan pertanyaanmu itu!”

“Persoalan yang paling penting adalah kecuali aku, apakah kalian masih mempunyai orang lain di dalam perkumpulan Kay-pang.”

“Kau adalah orang pertama yang menarik perhatian kami.”

“Jika aku benar-benar adalah orang pertama, boleh saja persoalan ini kupertimbangkan lagi.”

“Persoalan ini penting sekali artinya, seharusnya kau memang boleh mempertimbangkannya selama beberapa hari, cuma berhubung waktu yang amat mendesak pada saat ini, mungkin tak bisa terlalu banyak waktu yang dapat kuberikan kepadamu.”

“Kau minta aku memutuskannya dengan segera?”

“Segera sih tak perlu, kami bisa memberi waktu selama sehari kepadamu, besok pada saat yang sama kau musti memberi jawaban kepada kami.”

Cu Siau-hong manggut-manggut.

“Baik, besok aku pasti datang,” jawabnya.

“Cuma, sebelum persoalan penting ini diputuskan, kami berharap agar kau bersedia membantu kami lebih dahulu......”

Dia melirik sekejap ke arah manusia berbaju biru itu, kemudian melanjutkan :

“Saudara Che, bebaskan jalan darah dari saudara pengemis ini.”

Manusia berbaju biru itu mengebaskan tangannya dan membebaskan jalan darah Cu Siau-hong yang tertotok, kemudian melanjutkan.

“Saudara pengemis, orang yang tahu keadaan dialah manusia pintar, aku lihat nasibmu amat mujur.”

Cu Siau-hong menggerak-gerakkan tangannya sebentar untuk melancarkan peredaran darah, kemudian katanya :

“Bantuan apakah yang kalian butuhkan? Katakan saja!”

“Siapakah nama dari Toucu kantor cabang kota Siang-yang kalian?”

“Yu Lip.”

Lelaki berbaju hitam itu manggut-manggut.

“Hari ini, pihak Kay-pang telah mengundang datang begitu banyak tabib kenaman, sebenarnya apa yang telah terjadi?”

“Memusnahkan racun, beberapa orang sahabat dari perkumpulan kami telah keracunan.”

Kembali lelaki berbaju hitam itu tersenyum.

“Sahabat macam apakah itu?” desaknya lebih jauh.

Diam-diam Cu Siau-hong berpikir di hati :

“Untuk menjawab pertanyaan ini, aku harus ikut sertakan pula sebagian besar cerita kenyataan, dengan demikian mereka baru tak akan menaruh cerita.”

Berpikir sampai di situ, dia pun berkata :

“Konon mereka adalah orang-orang Bu-khek-bun.”

“Orang-orang Bu-khek-bun? Berapa banyak jumlah mereka?”

Cu Siau-hong pura-pura berpikir sebentar, kemudian baru menjawab :

“Agaknya lima orang, seorang perempuan, seorang kakek, seorang lelaki berusia tiga puluh tahunan, dan dua orang berusia antara dua puluh tahunan.”

“Ooh!” lelaki berbaju hitam itu berseru tertahan, “apa yang menyebabkan mereka keracunan?”

“Aku adalah petugas yang berjaga di halaman depan, soal sebab keracunan mah tidak begitu kuketahui.”

“Sebenarnya berapa orang sih yang keracunan?”

“Kami mendapat perintah untuk mengundang tabib kenaman, bahkan sekaligus ada empat orang tabib kenaman dari kota Siang-yang yang diundang datang, aku pikir mungkin ada beberapa orang yang sekaligus keracunan bersama, cuma aku tidak begitu jelas berapa orang jumlah yang sebenarnya.”

“Kau sudah sampai di rumah kenapa balik keluar lagi? Sebab apakah kau berbuat demikian?”

“Betul juga rupanya mereka telah mengatur mata-mata di depan pintu gerbang, tapi sudah kuperiksa keadaan di sekeliling sana dengan teliti, entah di mana orang itu menyembunyikan diri? Aku harus melakukan pemeriksaan kembali dengan seksama.”

Berpikir sampai di situ, dia pun menjawab :

“Aku balik untuk mengambil obat.”

Lelaki setengah umur berbaju hitam itu kembali tertawa.

“Terhadap obat-obatan aku sedikit mengetahui, bolehkah aku meminjam sebentar resep obat tersebut?”

Cu Siau-hong merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan selembar resep yang segera diangsurkan ke depan.

Lelaki berbaju hitam itu melirik sekejap kepadanya, kemudian berkata :

“Baik! Pengemis cilik, jadi kau betul-betul bersedia untuk bekerja sama dengan kami?”

“Oooh....... kiranya sampai sekarang kalian masih mencurigai diriku,” seru Cu Siau-hong dengan kening berkerut.

Buru-buru lelaki berbaju hitam itu tertawa :

“Aah, curiga sih tidak,” katanya, “sekarang kau boleh pergi.”

“Besok, perlukah aku balik kembali kemari?”

“Saudara pengemis, siapa namamu?”

“Aku bernama Lim Giok.....”

“Lim Giok...... Lim Giok...... dalam Kay-pang kau adalah murid dari tingkat keberapa?”

“Tingkat kedua, masih belum termasuk dalam kelompok kelas...” jawab Cu Siau-hong sedikit pun tidak gugup.

“Oooh............”

Cu Siau-hong segera menghela napas panjang, katanya,

“Mungkin kalian masih ingin mengetahui banyak persoalan, selesai bertanya kau......”

Tiba-tiba ia putar badan dan beranjak keluar dari situ.

Menunggu Cu Siau-hong telah berada di depan pintu gerbang, lelaki berbaju hitam itu baru berkata :

“Berhenti kau!”

Pelan-pelan Cu Siau-hong memutar badannya, kemudian berkata :

“Apa lagi yang hendak kalian tanyakan?”

Besok setelah lewat tengah malam, datanglah kemari! Lihat saja kemujuranmu besok, jika aku merasa senang siapa tahu kalau kau akan kuterima sebagai anggota perguruanku.”

“Kau.....”

“Betul, aku....” lelaki berbaju hitam itu mengangguk sambil mengelus jenggotnya dan tertawa.

“Siapakah kau?”

Manusia berbaju biru itu tertawa, selanya,

“Wahai pengemis cilik, selama ini pihak Kay-pang kalian tersohor karena ketajaman pendengarannya, masakah jago lihay semacam dia pun tidak kau kenali?”

“Tidak kenal, aku masih muda dan tidak banyak pengetahuanku, jika Cianpwe ini bersedia menyebutkan namanya, aku si pengemis mungkin saja dapat mengenalinya kembali.”

----------------------------------------

9

“Kau benar-benar ingin tahu?” tanya manusia baju biru itu.

“Betul!” Cu Siau-hong mengangguk, “aku si pengemis kecil siap mendengarkannya!”

Manusia berbaju biru itu melirik sekejap ke arah lelaki setengah umur berbaju hitam, lalu ujarnya :

“Soal ini....”

Lelaki setengah umur berbaju hitam itu mendehem pelan, lalu menyela :

“Lim Giok pergilah dan besok datang lagi, sekarang aku masih belum mengambil keputusan apakah akan menerimamu sebagai anggota perguruanku atau tidak?”

“Kalau didengar dari ucapanmu itu, sekalipun ingin menganggap sebagai guru pun bukan suatu pekerjaan yang terlalu gampang?”

“Perkataanmu memang benar, bila aku ingin menerima murid, pasti akan berdatangan banyak sekali manusia yang berusaha menjadi muridku.”

Cu Siau-hong tidak banyak berbicara lagi, dengan sorot mata yang tajam dia mengawasi sebentar raut wajah manusia baju hitam itu, kemudian pelan-pelan baru berlalu dari sana.

Tiada orang yang menghalanginya, tiada orang pula yang menguntilnya, tapi Cu Siau-hong pergi juga ke rumah obat untuk membeli sejumlah obat, kemudian baru berjalan ke rumah.

Sebagai seorang yang teliti, dia dapat merasakan betapa mengerikannya pihak lawan. Hakikatnya cara kerja mereka begitu rapat dan tertutup sehingga boleh dibilang tiada lubang yang ditembusi, sekali dia bertindak teledor maka akibatnya rahasia dirinya bisa diketahui lawan.

Setelah masuk ke dalam pintu gerbang, Cu Siau-hong masih bertindak amat berhati-hati.

Walaupun anak murid Kay-pang sudah berada di dalam gedung melakukan suatu penjagaan yang ketat, ia masih tak berani gegabah.

Setelah memasuki halaman yang kedua, Cu Siau-hong baru mengendurkan kesiap siagaannya.

Pek Bwe, Pek Hong, Seng Tiong-gak, dan Tang Cuan duduk berkerumun dalam ruangan tengah sambil menantikan kedatangannya.

Begitu Cu Siau-hong masuk ke dalam ruangan, Pek Bwe segera berseru :

“Siau-hong, apakah kau berhasil menemukan sesuatu?”

Cu Siau-hong memberi hormat dulu kepada Subonya, kemudian baru menganggukkan kepalanya.

“Yaa, aku telah menemukan suatu hal yang penting sekali artinya.”

“Siau-hong, duduklah lebih dulu, kita bicarakan pelan-pelan,” kata Pek Hong dengan penuh perhatian.

“Tecu percaya gerak-gerik kita semua telah berada di bawah pengawasannya meskipun keluar masuk kita lancar tiada halangan, oleh sebab itu sengaja kuminta satu resep lebih banyak untuk sengaja berbalik kembali ke rumah obat, betul juga mereka telah turun tangan.”

“Kau ditangkap?” tanya Pek Hong.

“Yaa!” anak muda itu manggut-manggut.

Secara ringkas dia pun menceritakan apa yang telah dialaminya barusan.

Sambil mengerutkan dahi, Pek Bwe berkata kemudian :

“Nak, jadi besok malam kau benar-benar akan ke sana?”

“Bila mereka bukan secara sengaja memasang jebakan untuk memperangkap diri kita, aku percaya kedudukan beberapa orang ini amat tinggi, ilmu silat dari manusia baju biru pun sudah lihay, tapi sikapnya terhadap lelaki setengah umur berbaju hitam itu menghormat sekali, ini menunjukkan bukan cuma kedudukannya saja yang lebih tinggi, ilmu silatnya mungkin lihay sekali, Tecu pikir sudah sepantasnya kalau aku berusaha untuk mendekati mereka.”

“Meskipun kali ini mereka berhasil dikelabui, tapi lain hari siapa tahu rahasiamu bakal ketahuan,” ucap Pek Bwe, “menurut dugaanku dalam besok malam nanti, mereka pasti akan mengajukan penyelidikan yang lebih tajam kepadamu, sanggupkah kau untuk mengatasi hal-hal semacam itu?”

Cu Siau-hong termenung sejenak, lalu jawabnya :

“Tecu sendiri pun menyadari betapa bahayanya misi ini, tapi inilah kesempatan yang sangat baik buat kita, kalau dilupakan dengan begitu saja, apakah tidak merasa terlalu sayang?”

“Nak, coba kauceritakan sekali lagi, bagaimana ciri-ciri dari beberapa orang itu?”

Cu Siau-hong termenung sebentar, kemudian sahutnya :

“Sastrawan berbaju hitam itu mempunyai ciri khusus di bawah mata kirinya, agaknya di situ terdapat sebuah tahi lalat merah yang cukup gede.”

“Berapa besar tahi lalat merah tersebut?” tiba-tiba Pek Bwe melompat bangun.

“Tidak terlalu besar, cuma sebesar biji kacang hijau.”

Pek Bwe menghembuskan napas panjang, pelan-pelan katanya :

“Jangan-jangan dia?”

“Siapa?”

“Jit-poh-siu-hun (tujuh langkah perenggut nyawa) Ouyang Siong!”

“Aaah, masa dia?” seru Pek Hong pula, “Siau-hong, berapa besar usianya.....”

“Kurang lebih empat puluh tahunan.....”

“Ayah, tahun ini Ouyang Siong semestinya berumur lima puluh tujuh, delapan tahunan padahal orang itu baru empat puluh tahunan.”

Pek Bwe gelengkan kepalanya berulang kali, tukasnya :

“Hong-ji, kalau menurut cerita Siau-hong ditambah tanda tahi lalat merah di bawah matanya, menunjukkan kalau sembilan puluh persen adalah dia, soal umur bukan alasan yang besar, bagi seorang yang memiliki tenaga dalam sempurna, tidak sulit buat mereka untuk lebih memudakan wajahnya dua puluh tahun.”

“Ayah.... Ouyang Siong selama ini bergerak dengan seorang diri, mana mungkin ia bisa bergabung dengan sesuatu organisasi tertentu?”

“Yaa, kecuali bergelandangan sendirian, dia pun tinggi hati dan tak pandang sebelah mata terhadap orang lain, memang tidak mudah untuk menariknya bergabung dengan suatu organisasi tertentu.”

“Locianpwe, manusia macam apakah Ouyang Siong itu? Dapatkah Locianpwe memberitahukan kepada Boanpwe sedikit hal mengenai dirinya?” pinta Cu Siau-hong.

Pek Bwe manggut-manggut.

Bagaimanapun juga kalian memang seharusnya memahami tentang orang ini.

“Kejikah perbuatannya?”

“Asal kau bayangkan julukannya, itu sudah lebih dari cukup. Jit-poh-siu-hun (tujuh langkah perenggut nyawa). Seharusnya dia adalah seorang jagoan berhati keji yang tinggi ilmu silatnya.”

“Loya-cu, ia mempunyai keistimewaan apa dalam kepandaian silatnya?” tanya Seng Tiong-gak.

“Tak ada orang memahami asal-usulnya, pun tak ada orang yang mengetahui jelas tentang ilmu silatnya, hanya bisa dibilang ilmu silat yang dimilikinya sangat aneh dan lihay, setiap serangan yang dilancarkan olehnya sanggup merenggut nyawa orang.”

“Loya-cu, seandainya sampai terjadi pertarungan, adakah sesuatu tempat atau bagian tubuhnya yang perlu diperhatikan secara khusus?”

“Tentang soal ini, Lohu sendiri juga sulit untuk mengatakannya, cuma menurut apa yang Lohu ketahui, kita jangan sampai berada terlalu dekat dengannya, inilah satu-satunya cara yang paling baik untuk menghadapinya.”

“Oooh.......!”

“Locianpwe, adakah sesuatu nama tentang ilmu silatnya itu?” tanya Cu Siau-hong.

“Agaknya kepandaian tersebut bernama Siu-hun-jiu (tangan sakti perenggut nyawa), tentu saja kecuali ilmu Siu-hun-jiu-hoat tersebut, kepandaian yang lain pun termasuk hebat juga, baik dalam ilmu pedang maupun ilmu pukulannya, ia memiliki suatu gerakan tubuh yang susah diraba, hal mana membuat orang susah untuk menghadapinya.”

“Kalau didengar dari sanjungan Locianpwe terhadap dirinya, aku pikir orang ini pasti luar biasa, mana mungkin manusia tersebut bersedia tunduk di bawah perintah orang? Siapa tahu kalau dia adalah salah seorang dari pentolan organisasi tersebut?”

“Betul!” kata Pek Bwe, “apakah kau tidak menanyakan asal-usulnya?”

“Aku tidak tanya, sekalipun kutanyakan belum tentu ia bersedia untuk menjawabnya.”

“Ayah begitu banyak hal yang telah kau bicarakan dengan Siau-hong, apakah kau akan menyuruhnya memenuhi janji malam besok,” tanya Pek Hong.

“Subo, dengan susah payah kita berhasil menemukan kesempatan sebaik ini, mana boleh meninggalkannya dengan begitu saja.”

“Tapi....... Siau-hong, aku tidak menginginkan kau pergi menempuh bahaya......!” ujar Pek Hong dengan perasaan kuatir.

“Subo, mara bahaya mengancam tiba dari pelbagai sudut dunia persilatan, sekalipun untuk kita tidak mencarinya, orang toh bisa juga datang ke Siang-yang untuk mencari kita, betul bukan?”

“Kalau harus pergi, bukan semestinya kau yang pergi......”

“Ucapan Subo memang benar, aku adalah murid paling tua, seharusnya aku yang musti pergi,” sambung Tang Cuan cepat.

“Tidak, kalian tak boleh pergi semua, semua harapan Bu-khek-bun telak terletak di atas bahu kalian, kalau harus pergi, akulah yang pantas pergi!”

“Kepergian kita kali ini kan bukan untuk berkelahi dengan orang?” ucap Siau-hong; kecuali aku, siapa pun jangan harap bisa mendekati mereka.....”

“Enso, Ciangbunjin, lebih baik kita berangkat bersama, biar Siau-hong dan aku dengan menyaru sebagai anggota Kay-pang berangkat duluan, sedangkan kalian menguntil dari belakang, jika Ouyang Siong memang komplotan dari organisasi rahasia itu, berarti kita telah menemukan organisasi yang telah melenyapkan Bu-khek-bun kita.”

Pek Bwe termenung sejenak, lalu katanya :

“Tiong-gak, apakah kau bersiap-siap untuk bertarung melawan mereka....?”

“Loya-cu, kita hidup demi persoalan ini, berkata pelindungan Thian dan bimbingan dari para arwah Suheng di alam baka, dengan kecerdasan Siau-hong kita berhasil menemukan pembunuh keji itu dalam waktu singkat, sudah sepantasnya kalau kita lakukan pertarungan mati-matian melawan mereka.”

“Tiong-gak, perkataanmu memang masuk di akal, tetapi aku rasa munculnya peristiwa ini agaknya bukan sedemikian gampangnya.”

“Locianpwe, maksudmu apakah mereka sengaja melepaskan aku kembali?” tanya Cu Siau-hong.

“Menurut keadaan pada umumnya, bila mereka membunuhmu untuk membungkam saksi, maka meski hanya berjarak beberapa depa, tapi jauhnya seperti terpisah oleh langit, tapi kenyataannya mereka telah melepaskan kau kembali.”

“Mereka mengira aku sebagai anggota Kay-pang, mereka bermaksud memelihara seorang mata-mata dalam perkumpulan Kay-pang.”

“Memang masuk di akal juga, cuma Ouyang Siong bukan seorang manusia yang mudah dihadapi, sekalipun ia betul-betul mempercayaimu, aku pikir dia pasti ada persiapan lainnya.”

“Loya-cu,” ucap Seng Tiong-gak, “kita tak boleh terlalu merisaukan hal semacam itu, paling tidak dia adalah musuh kita.”

“Benar, sebab itulah kita musti berhati-hati agar jangan sampai dipecundangi olehnya.”

Seng Tiong-gak berpaling dan memandang Pek Hong sekejap, kemudian bertanya :

“Bagaimana pendapat Enso?”

“Aku rasa perkataan dari Seng-sute ada benarnya juga, yang menjadi pemikiran kita sekarang adalah menemukan musuh-musuh kita, membalas dendam bagi kematian Ling-kang serta anggota Bu-khek-bun yang tewas secara mengerikan di tangan mereka.”

“Loya-cu jika kita tak boleh berhadapan langsung dengan musuh kita, lalu apalah artinya bagi kita untuk melakukan perjalanan di dalam dunia persilatan?”

“Locianpwe,” ujar Tang Cuan pula, “kita sudah saatnya keluar dari perguruan, coba Bu-khek-bun tidak ketimpa musibah, kami pasti sudah lulus dari perguruan dan melakukan perjalanan di dalam dunia persilatan.”

Pek Bwe termenung dan berpikir sejenak, kemudian katanya :

“Kalau memang kalian semua setuju untuk pergi menjumpai Ouyang Siong, aku si orang tua tentu saja juga tak akan menolak lagi.”

Sementara itu, Yu Lip, ketua dari kantor cabang Kay-pang dari kota Siang-yang tiba-tiba muncul dengan langkah lebar.

Dengan senyum di kulum ia memberi hormat dulu kepada Tang Cuan seraya menyapa :

“Ciangbunjin!”

Buru-buru Tang Cuan balas memberi hormat, sahutnya :

“Tidak berani, silakan Yu-heng duduk.”

“Yu-toucu,” kata Pek Bwe, kalau dilihat wajahmu berseri, agaknya ada suatu kabar gembira yang hendak kau beritakan?”

“Kabar gembira sih tidak, cuma baru saja aku si pengemis mendapat surat yang mengabarkan bahwa besok pagi ada dua orang Tiang-lo dari perkumpulan kami yang akan tiba di sini.”

“Dapatkah kau memberitahukan dulu kepada kami siapa yang besok akan tiba di sini?”

“Dua dari empat Tiang-lo perkumpulan kami, yakni Cian-li-to-heng (Pejalan kaki seribu li) Tan Tiang-kim serta Thi-ciang-kay-pit (telapak tangan baja pembelah nisan) Hay Yok-wong.”

Mendengar nama tersebut, Pek Bwe segera menghela napas panjang, katanya :

“Bukankah kedua orang pengemis tua itu sudah banyak tahun tak pernah melakukan perjalanan dalam dunia persilatan?”

“Yaa, sesungguhnya dua orang tua tersebut sudah lama mengundurkan diri dari keramaian dunia dan tidak mencampuri urusan dunia persilatan lagi, tapi kali ini mereka telah mendapat panggilan khusus dari Pangcu untuk masuk kembali ke dalam dunia persilatan.”

“Sungguh amat besar budi kebaikan yang diberikan Kay-pang kepada kami, entah dengan cara apa Bu-khek-bun harus berterima kasih kepada kalian semua?”

Dari pembicaraan tersebut dapat diketahui betapa seriusnya pihak Kay-pang untuk membantu pihak Bu-khek-bun dalam menanggulangi persoalan tersebut.

Sambil tertawa Yu Lip berkata :

No comments: