Saturday 24 January 2009

Pena Wasiat 10

Oleh : Tjan ID

“Cianpwe, mungkin Tang-ciangbunjin serta Seng-ya masih belum begitu jelas mengetahui tentang kedudukan kedua orang Tiang-lo tersebut, tapi Pek-ya yang sudah lama berkenalan tentunya mengetahui dengan jelas bukan.....?”

“Yaa, aku tahu, mereka adalah inti kekuatan dari Kay-pang, sudah lama nama besarnya tersohor dalam dunia persilatan, bila berjumpa dengan Pangcu kalian nanti aku harus menghormati dua cawan arak kepadanya.”

Yu Lip mengalihkan kembali pembicaraan ke soal lain, katanya :

“Pek-ya, besok pagi Tiang-lo kami sudah akan tiba, bila kalian hendak melakukan suatu tindakan harap tunggu setelah lewatnya malam ini, asal kedua orang tua itu sudah sampai di sini, aku pun bisa melepaskan pula beban tanggung jawab yang amat berat ini.”

“Apakah besok pasti sudah tiba?” tanya Seng Tiong-gak.

“Tak bakal salah, aku si pengemis jamin paling lambat selewatnya tengah hari besok mereka pasti sudah sampai di sini.”

“Jangan kuatir,” ucap Pek Bwe kemudian, “apa pun yang hendak kami lakukan, pasti akan menunggu dulu sampai tibanya kedua orang pengemis tua itu.”

Yu Lip segera menjura seraya berseru :

“Terima kasih banyak atas kesediaan Pek-ya!”

Selesai berkata ia lantas mengundurkan diri dari situ.

“Locianpwe,” bisik Cu Siau-hong kemudian, benarkah dua orang Tiang-lo yang datang itu adalah jago paling top dari Kay-pang?”

“Benar, dari empat Toa-tianglo mereka menempati urutan pertama dan kedua, termasuk pula dua orang dari tujuh jago paling tangguh dari Kay-pang dewasa ini.”

“Ayah, aku pernah bertemu dengan Tan-tianglo,” kata Pek Hong.

“Kau pernah bertemu dengan mereka berdua? Ia sangat mengagumi Ling-kang sewaktu terjadi kesalahpahaman dengan Pay-kau yang mengakibatkan terjadinya pertarungan tempo hari. Tan Tiang-kim serta Hay Yok-wong kebetulan berada di luar perbatasan, coba mereka sempat muncul di arena mungkin Ling-kang tak akan sanggup untuk menanggung beban yang sangat berat itu.”

“Ayah, dengan kehadiran orang itu, apakah buat kita merupakan suatu bantuan yang sangat besar,’ kata Pek Hong.

“Yaa, suatu bantuan yang besar sekali, bukan saja ilmu silat yang dimiliki kedua orang pengemis tua itu sangat lihay, pandangan mereka luas, orang yang dikenal pun sangat banyak, terutama Tan Tiang-kim yang dikenal sebagi otaknya Kay-pang, kecerdasannya benar-benar luar biasa, dengan kehadiran mereka berdua harapan kita untuk menangkan Ouyang Siong pun semakin besar.”

Pek Hong menghela napas sedih, ucapnya,

“Mungkin sukma Ling-kang di alam baka mendapat tamu, maka baru ada kejadian seperti ini.”

“Anak-anak sekalian, sekarang beristirahatlah dulu,” kata Pek Bwe kemudian sambil menghela napas, “besok kita harus menghimpun segenap tenaga untuk menghadapi musuh tangguh.”

Musibah yang menghadapi perguruan Bu-khek-bun membuat Seng Tiong-gak sekalian orang-orang muda ini menghilangkan semua rasa angkuhnya, setiap orang berubah menjadi tenang dan waspada.

Semalam lewat tanpa terasa, keesokan harinya, tengah hari belum sampai ketika Tan Tiang-kim dan Hay Yok-wong telah tiba di sana.

Kedatangan mereka berdua segera disambut oleh Pek Bwe, Pek Hong, Tang Cuan, Seng Tiong-gak, dan Cu Siau-hong di dalam ruangan.

Sambil tertawa terbahak-bahak Tan Tiang-kim segera menyapa :

“Saudara Pek, sudah belasan tahun lamanya kita tak pernah saling bersua!”
“Tua bangka Pek, baik-baikkah kau selama belasan tahun ini?” sambung Hay Yok-wong.

“Aaaai....... sudah puluhan tahun kita menjadi sahabat, tak kusangka pada akhirnya aku Pek Bwe harus meminta bantuan kalian berdua.”

“Kami bukan datang membantumu, kami datang untuk membalas budi,” sahut Tan Tiang-kim dengan cepat, “Bu-khek-bun pernah menolong Kay-pang, maka hari ini kami datang membayar hutang, oleh sebab itu saudara Pek pun tak usah bersedih hati karena soal ini.”

“Tidak, tidak sedih, kali ini Siaute menyambut dengan senang hati, sekalipun kalian datang untuk membantu Bu-khek-bun, tapi ini sama halnya dengan membantu diriku.”

“Sudahlah, sepanjang perjalanan aku masih menguatirkan persoalan ini terus menerus, aku kuatir kau bersedih hati karena peristiwa tersebut.”

Sementara itu Pek Hong telah maju memberi hormat :

“Menjumpai Cianpwe berdua!”

“Kau adalah nona Hong?” tanya Tan Tiang-kim.

“Hey, pengemis tua,” tegur Hay Yok-wong, mana anaknya sudah hampir dua puluh tahun masa kau masih menyebut nona kepadanya.”

“Betul, betul, betul, hayo bangunlah nyonya Tiong.”

Setelah memberi hormat Pek Hong pun bangkit berdiri.

Menyusul kemudian Tang Cuan, Seng Tiong-gak, dan Cu Siau-hong juga memberi hormat.

“Harap semuanya bangun,” ucap Hay Yok-wong, “meskipun kami dua orang tua bangka sudah rada tua, tapi ini yang paling kutakuti, Lo Pek, cepat kenalkan mereka kepadaku, siapa dan apa kedudukan anak-anak muda ini....”

Pek Bwe segera memperkenalkan Tang Cuan sekalian kepada mereka berdua.

Ketika mengetahui kalau Tang Cuan adalah ciangbunjin Bu-khek-bun yang baru, Tan Tiang-kim serta Hay Yok-wong segera memberi hormat dengan wajah serius.

Setelah semua orang duduk di ruang tengah, Yu Lip baru masuk untuk menjumpai kedua orang Tiang-lo tersebut.

Sambil ulapkan tangannya, Tan Tiang-kim berkata,

“Yu-toucu, coba katakan bagaimana keadaan kota Siang-yang saat ini? Apakah berhasil melacaki jejak sang pembunuh?”

Jawab Yu Lip dengan hormat.

“Menjawab pertanyaan Tan-tianglo, peristiwa ini adalah suatu peristiwa misterius, untung saja dewasa ini berhasil menemukan sedikit jejak yang agak terang.”

“Kau yang menemukannya?”

“Bukan,” sahut Yu Lip sambil menundukkan kepalanya, “Cu-siauhiap yang menemukannya.”

“Mundurlah dulu, kalau memang orang lain yang menemukannya, kau masih begitu tak tahu malu untuk mengatakannya?”

Yu Lip memberi hormat dan segera mundur ke samping.

Sambil tertawa, kata Pek Bwe kemudian :

“Apa yang sesungguhnya telah terjadi, biar Siau-hong saja yang menceritakannya kepada kalian, Siau-hong! Nah, ulangilah kisah tersebut kepada kedua orang Cianpwe ini!”

Cu Siau-hong mengiakan dan segera mengisahkan kembali cerita tersebut.

Seusai mendengar kisah tersebut, berkatalah Hay Yok-wong :

“Selama ini Ouyang Siong tak pernah bekerja sama dengan orang, masa kali ini ia bisa merubah penyakit lamanya?”

“Keparat tua itu begitu berani muncul secara terang-terangan, aku lihat di balik kesemuanya ini tentu ada sebab-sebab lainnya......” sambung Tan Tiang-kim.

“Hallah...... alasan apa lagi? Paling-paling dia anggap Jit-poh-siu-hunnya kelewat hebat dan tiada tandingannya di dunia, maka ia kira Yu Lip tak berani mengusiknya.”

“Tapi paling tidak, dia toh harus teringat bahwa Pek-heng juga ada di kota Siang-yang.”

“Betul juga, kalau begitu tentu ada sebab-sebab lainnya yang membuat ia tidak kuatir.”

“Soal ini aku pun sudah memikirkannya sangat lama,” kata Pek Bwe, “tapi aku selalu tak berhasil untuk mengetahui sebab-sebab yang terutama. Aaai, Hong-ji telah kehilangan suami dan anak sedang anggota Bu-khek-bun pun terbakar oleh semangat membalas dendam yang tinggi, sementara Lohu sedang kebingungan, sungguh kebetulan sekali kalian berdua datang kemari, aku yakin persoalan yang sulit ini pasti dapat teratasi.”

Tiba-tiba Hay Yok-wong mengalihkan sinar matanya ke wajah Cu Siau-hong, kemudian katanya :

“Orang-orang yang bisa berada bersama Jit-poh-siu-hun Ouyang Siong sudah pasti bukan sembarangan manusia biasa, berapa jumlah mereka semua....?”

“Siau-hong, katakan semua yang masih ingat!” ujar Pek Bwe pula dengan cepat.

“Salah seorang rekannya adalah seorang kakek berjubah kasar yang bermuka kurus kering serta memelihara jenggot kambing, ia sangat jarang berbicara.”

“Manusia dengan wajah dan dandanan semacam ini tidak terhitung sedikit dalam dunia persilatan, seingat Lohu pun ada tiga, empat orang.”

“Tapi yang bisa berkumpul dengan Ouyang Siong toh tidak begitu banyak....?” kata Tan Tiang-kim.

“Betul!” sahut Hay Yok-wong seraya mengangguk, “kemungkinan besar orang ini adalah Poh-san-kun (pukulan sakti penghancur bukit) Lu Peng!”

Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Cu Siau-hong, kemudian melanjutkan :

“Masih ada siapa lagi? Coba katakanlah!”

“Seorang nyonya setengah umur yang berusia tiga puluh tahunan serta seorang manusia berbaju biru yang berusia dua puluh empat, lima tahunan......”

“Si nyonya setengah umur itu mungkin adalah kekasih Ouyang Siong yang bernama Boan-ko-hui-hoa (semulut penuh bunga beterbangan) Kiau Hui-nio, sedangkan orang muda itu tidak begitu kuketahui.”

“Hay-cianpwe, sulitkah untuk menghadapi beberapa orang itu!” tanya Seng Tiong-gak.”

“Yaa! Mereka semua adalah jago-jago lihay yang kenaman dalam dunia persilatan, setiap orang mempunyai syarat untuk menjadi tenar, mereka pun memiliki beberapa jurus ilmu simpanan.”

“Hay-cianpwe,” ujar Cu Siau-hong pula, “julukan dari Kiau Hui-nio kenapa begitu aneh? Kenapa ia dinamakan Boan-ko-hui-hoa?”

Hay Yok-wong tertawa, sahutnya :

“Suatu pertanyaan yang bagus, ilmu silat dari Kiau Hui-nio terhitung cukup hebat, senjata rahasia Cu-hu-kim-cha (tusuk konde emas) yang diandalkan juga hebat, tapi yang terhebat adalah selembar mulutnya itu, ia bisa mengatakan sesuatu yang buruk menjadi baik, orang mati bisa menjadi hidup, emas palsu bisa menjadi emas tulen, pokoknya kehebatan silat lidahnya tiada tandingan di kolong langit, dia merupakan pembatu terbaik dari Ouyang Siong, Ouyang Siong sendiri pun amat menyukainya, tapi ia tak pernah mau untuk kawin secara resmi, karena alasan itulah yang menjadi pangkal persoalannya.”

“Masa gabungan dari beberapa orang ini sudah sanggup untuk membentuk suatu organisasi?” kata Pek Bwe tidak percaya.

“Betul ilmu silat yang dimiliki Ouyang Siong sangat lihay, tapi ia masih belum memiliki bakat untuk memimpin dunia persilatan,” sahut Hay Yok-wong.

“Bila kita bersua malam nanti, apa salahnya kalau kita tanyakan secara langsung kepada mereka?” sambung Tan Tiang-kim.

“Atau biar Boanpwe pergi seorang diri saja,” usul Cu Siau-hong, “kita lihat dulu apa yang hendak mereka lakukan terhadap pihak Kay-pang.”

“Jangan Siau-hong,” teriak Pek Bwe, “kalau hendak pergi kita musti pergi bersama, kali ini kau tak boleh pergi sendirian lagi.”

“Kenapa?”

“Sebab secara tiba-tiba aku teringat akan satu hal, besar kemungkinan manusia bercadar berbaju hitam yang kujumpai itu adalah Ji-suhengmu Long Ing, sekarang keadaan sudah semakin jelas, sudah terbukti kalau mereka berasal dari satu komplotan, orang lain mungkin tidak kenali dirimu, tapi Ji-suhengmu pasti akan mengenali kau dalam sekilas pandangan saja.”

“Ketika Boanpwe berjumpa dengan Ouyang Siong tempo hari, wajahku telah mengalami perubahan karena menyamar, aku percaya sekalipun Ji-suheng hadir di sana juga tak akan mengenali diriku.”

“Siau-hong, jangan terlalu menilai rendah Ouyang Siong, lebih-lebih kau tak boleh menilai rendah Long Ing, mereka adalah manusia-manusia yang berotak cerdas, sekalipun wajahmu telah berubah, toh suara pun tak bisa dirubah?”

“Locianpwe, Boanpwe merasa inilah suatu kesempatan yang sangat baik untuk kita kalau tidak berhasil mendapatkan sesuatu berita, sesungguhnya teramat sayang.”

“Apakah kau mempunyai janji dengan mereka?” tiba-tiba Tan Tiang-kim menyela.

“Dengan jelasnya Cu Siau-hong menceritakan kembali kejadian yang sebenarnya.

Mendengar itu, Tan Tiang-kim berkata,

“Kalau didengar dari nada suaranya, sepertinya ia tidak bermaksud jahat apa-apa, bocah, meskipun wajahmu telah dirubah, tak akan menutupi kegagahan yang lamat-lamat masih memancar dari tubuhmu, sepasang mata Ouyang Siong belum buta, dia pasti dapat mengetahui akan hal ini.”

“Jadi saudara Tan setuju kalau ia menyerempet bahaya terlebih dulu?” ujar Pek Bwe.

“Aku tak keberatan atas persoalan ini, tapi tidak bisa dikatakan pula setuju seratus persen!”

“Seperti apa yang Pek-heng katakan,” ujar Hay Yok-wong pula, “mereka memiliki ketajaman pendengaran yang luar biasa, mungkin kehadiran kami di sini pun telah diketahui mereka.”

“Kalau betul begitu, ini lebih baik lagi, itu berarti kita telah memberi kesempatan buat Cu Siau-hong untuk meloloskan diri.”

Cu Siau-hong lantas berpaling ke arah Tang Cuan seraya menjura, katanya,

“Harap Ciangbun-suheng bersedia mengijinkan diriku.”

“Soal ini....... soal ini......... aku lihat lebih baik diputuskan oleh Subo saja.”

“Aku tidak setuju!” dengan cepat Pek Hong berseru, “Siau-hong, sebelum meninggal, Ling-kang telah menyerahkan banyak tanggung jawab kepadamu, sedang kau pun terhitung orang paling bebas dalam Bu-khek-bun kita, tapi dendam sakit hati Bu-khek-bun adalah tanggung jawab dari kita semua untuk menuntutnya bersama, Nak, aku tak bisa membiarkan kau pergi sendirian.”

“Subo, persoalan ini bukan masalah siapa yang harus menempuh bahaya, dan lagi aku telah mempunyai kesempatan baik, mereka sudah menganggap diriku sebagai Lim Giok anggota Kay-pang.......”

“Lim Giok?” sela Yu Lip, “dalam kantor cabang Siang-yang tidak terdapat seorang yang bernama Lim Giok.”

“Yu-toucu, kalau begitu, kau musti mencari seorang Lim Giok!”

“Oooh......” seraya tertawa Yu Lip segera berkata, “Betul! Betul! Memang ada seorang yang bernama Lim Giok.”

“Yu-toucu,” ujar Tan Tiang-kim, “untuk menghadapi musuh, kita musti menggunakan siasat, aturkan suatu asal-usul yang bagus untuk Lim Giok.

“Hamba pasti akan mengatur hal tersebut dengan sebaik-baiknya.”

“Tan-tianglo,” kata Pek Hong tiba-tiba, “agaknya kau pun setuju kalau Siau-hong pergi sendirian?”

“Sudah setengah abad lamanya aku si pengemis tua melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, meskipun tak berani menyombongkan diri, tapi di dalam persoalan ini pandangan justru berbeda dengan Hujin.”

“Katakanlah Cianpwe!”

“Aku si pengemis tua merasa bahwa Cu-siaute bukan cuma cerdas saja, bahkan dia adalah seorang manusia yang hebat. Jika Ouyang Siong sampai tertarik kepadanya, kemungkinan besar hal tersebut muncul dari dasar hati yang sesungguhnya.”

“Tan-cianpwe, pengalaman Ouyang Siong dalam dunia persilatan amat luas sekali, sedangkan Siau-hong cuma anak kemarin sore, masa dia bisa menangkan dirinya?”

Tan Tiang-kim tersenyum,

“Kalau berbicara soal pengalaman, sudah barang tentu ia tak akan mampu menangkan Ouyang Siong, tapi di antara mereka tak akan terjadi pertarungan, tapi Cu Siau-hong sedang melakukan suatu sandiwara yang sangat rapat, ini membuat Ouyang Siong sampai terpikat kepadanya. Aaai! Tiong-hujin dalam sepuluh tahun belakangan ini bukan saja kekuatan Kay-pang telah peroleh tambahan yang besar, nama baiknya juga semakin membumbung ke langit, dalam keadaan demikian andaikata benar-benar terdapat suatu organisasi gelap yang ingin melakukan sesuatu di dalam dunia persilatan, maka pertama-tama orang itu harus berusaha untuk menanamkan mata-matanya dalam tubuh Kay-pang.”

“Tapi aku kuatir Ouyang Siong telah mengetahui rahasianya dan menggunakan siasat untuk melawan siasat,” sela Pek Hong.

“Setelah kudengar keterangan dari muridmu ini, kurasakan rencana tersebut betul-betul sangat rapat, kehebatannya sungguh membuat aku si pengemis tua merasa kagum sekali.”

“Betul, cara yang digunakan muridmu itu dinamakan dalam kantong berisi siasat,” sambung Hay Yok-wong, “sekilas pandangan tidak menemukan sesuatu yang hebat, tapi dibalik kesederhanaan inilah terdapat sesuatu kehebatan yang luar biasa.”

“Yang paling kita kuatirkan adalah bocornya berita tersebut dari sini....” Pek Bwe mengemukakan rasa kuatirnya.

“Perkumpulan Kay-pang terlalu besar jumlah orangnya juga terlalu banyak, dalam hal ini aku si pengemis tua tak berani menjamin.”

“Apakah dalam kantor cabang ada pengkhianat atau tidak, Tecu juga tak berani menjamin, “ucap Yu Lip pula, tapi semua orang yang ditugaskan di sini, Tecu jamin semuanya adalah baik.”

“Kau berani menjamin?” tanya Tan Tiang-kim.

“Kalau sampai terjadi apa-apa, Tecu bersedia dihukum menurut peraturan perkumpulan,” dengan wajah serius Yu Lip memberikan jaminan.

“Hong-ji, kabulkan permintaannya!” seru Pek Bwe kemudian, “terus terang saja, Siau-hong telah menjumpai banyak penemuan di luar dugaan, keberhasilannya dalam ilmu silat sangat luar biasa, bagaimanapun toh cuma waktu sekejap, sekalipun terjadi perubahan, Siau-hong pasti sanggup mengatasinya.”

“Apabila Cu-siaute memang sanggup untuk mengatasi kecurigaan lawan, aku si pengemis tua bersedia juga untuk mengulur waktu agar lebih memahami duduk persoalan yang sebenarnya.”

“Terlepas dari Ouyang Siong pribadi, ilmu Jit-ciu-siu-hun-hoat yang dimiliki terhitung pula sebagai suatu kepandaian dahsyat dalam dunia persilatan,” Hay Yok-wong menambahkan.

“Subo!” Cu Siau-hong lantas berkata, “Tecu yakin Ouyang Siong bukan pentolannya, bisa bergaul selama beberapa hari dengan mereka, berarti terbentang suatu kesempatan buat Tecu untuk mendalami keadaan mereka, soal ilmu Siu-hun-jiu-hoat, Tecu pikir masih bukan merupakan suatu ancaman serius.”

“Aku kuatir kalau kau sampai bertemu dengan Long Ing!” kata Pek Bwe memperlihatkan kekuatirannya.

“Selama berada dalam perguruan, hubungan Tecu dengan Ji-suheng tidak begitu rapat, asal aku mau berhati-hati semua rintangan pasti dapat kuatasi.”

“Cu-siaute!” kata Hay Yok-wong kemudian, aku si pengemis tua mempunyai suatu pendapat, yaitu ilmu yang banyak tak akan memberatkan badan, apabila Ouyang Siong tidak mewariskan Siu-hun-jiu-hoat tersebut kepadamu, dia tak akan memiliki kepandaian lain yang bisa diwariskan kepada orang lain.”

“Apabila ia sungguh-sungguh mewariskan kepandaian tersebut, sudah barang tentu Boanpwe akan menerimanya dengan senang hati.”

“Segala sesuatunya musti dilalui secara wajar, jangan memohon, lebih-lebih jangan menampik,” Tan Tiang-kim menambahkan.

Cu Siau-hong segera menjura.

“Boanpwe mengucapkan terima kasih atas semua petunjuk itu!” katanya.

“Nah, Tiong-hujin! Kau boleh berlega hati sekarang, setelah mengadakan pembicaraan dengannya barusan, aku si pengemis tua baru merasa bahwa kecerdasan otaknya memang hebat, ia pandai mengatasi keadaan, tak heran kalau dia pandai pula menyelami perasaan orang, cukup. Kalau ia bersedia masuk Kay-pang, aku si pengemis tua pasti akan menerimanya.”

“Aaai......! apabila kalian semua telah berkata demikian, aku pun tak akan berkeras kepala lagi,” bisik Pek Hong sedih, “Siau-hong kau harus berhati-hati.”

“Terima kasih banyak atas perhatian Subo!”

“Nah, Siau-hong, setelah berjumpa dengan Ouyang Siong nanti, apa yang hendak kau bicarakan?” tanya Tan Tiang-kim lagi.

“Boanpwe masih mempunyai kesulitan di dalam soal ini, entah apa yang harus kubicarakan nanti?”

Tan Tiang-kim tertawa terbahak-bahak.

“Haaahh........ haaahh.......... haaahh............ kau musti berbicara terus terang, kedatangan Lohu dan Hay-heng pasti telah berada di bawah pengawasan mereka, kau sebagai anggota Kay-pang masa tidak tahu?”

“Jabatan Tecu sangat rendah, sekalipun mengetahui akan kehadiran Tiang-lo berdua, sayang duduknya persoalan tidak jelas.”

“Bagus, sekali tepuk tiga lalat, dari irama lagu bisa diselami perasaan orang. Nah, beri tahu kepada aku si pengemis, selanjutnya apa yang hendak kau lakukan?”

“Boanpwe pikir, sehabis memberi laporan kepada mereka kalau bisa meninggalkan tempat itu.”

Tan Tiang-kim kembali manggut-manggut.

“Andaikata ia betul-betul hendak memupuk kau jelas mereka akan membiarkan kau pergi untuk menjanjikan suatu pertemuan di lain saat.”

“Boanpwe bisa melakukan tindakan sesuai dengan keadaan nanti.”

“Kami akan segera menyusul ke situ!” Tan Tiang-kim manggut-manggut.

“Boanpwe mengerti!”

“Nah, pergilah sekarang!”

Cu Siau-hong segera memberi hormat dan mengundurkan diri dari tempat itu.

Tan Tiang-kim berpaling dan memandang sekejap ke arah Pek Bwe, lalu bisiknya :

“Pek-heng, kita pun harus beristirahat, malam nanti kita jumpai Ouyang Siong!”

“Lo Tan!” sela Hay Yok-wong, “untuk bertemu mah gampang, tapi kalau sampai terjadi pertarungan, mungkin kita musti mengerahkan segenap kekuatan yang kita miliki, kalau sampai demikian maka akan sulit buat kita untuk mengendalikan keadaan.”

“Lo Hay, kalau Ouyang Siong betul-betul adalah pentolan dari organisasi rahasia ini, kita boleh kerja sama untuk membekuknya serta sekalian membalaskan dendam bagi Tiong-ciangbunjin serta perguruan Bu-khek-bun, tapi aku percaya dia bukan pemimpin dari organisasi rahasia ini.”

“maksud Tan-heng, kalau Ouyang Siong bukan pentolan dari organisasi rahasia tersebut kita harus melepaskannya?” tanya Pek Bwe.

Tan Tiang-kim termenung sesaat, kemudian jawabnya sambil tertawa,

“Saudara Pek, mungkin saja kita sanggup untuk menghadapi ke tujuh jurus ilmu Siu-hun-jiu-hoat dari Ouyang Siong, tapi bila ingin menahannya, aku pikir bukan suatu pekerjaan yang gampang, lagi pula ada Poh-san-kun (si kepala sakti penjebol bukit) Lu Peng, Boan-ko-hui-hoa (semulut penuh bunga beterbangan) Kiau Hui-nio serta pemuda berbaju biru, walaupun kita masih belum tahu namanya, tapi kalau dipikir kembali jelas bukan manusia yang gampang dihadapi, berbicara secara jujur meski kita tiga orang kalau hilang satu maka kita pasti akan kewalahan untuk menghadapi mereka semua.”

-------------------------

Setelah menyaru wajahnya, Cu Siau-hong tidak kembali ke halaman dalam, sebaliknya secara diam-diam menyelinap ke depan pintu gerbang sambil diam-diam melihat keadaan.

Tempat itu merupakan daerah elit dalam kota Siang-yang, jalanan yang terbentang di muka rumah sangat sepi dan jarang dilewati orang.

Biasanya, jika keadaan sesepi ini dan tidak menjumpai hal-hal yang mencurigakan, orang lantas mengira kalau di sana pasti aman.

Tidak demikian dengan Cu Siau-hong, ia merasa yakin dan percaya penuh atas dugaan dalam hatinya.

Semisalnya gagal untuk menemukan sesuatu yang mencurigakan, itu berarti terdapat suatu akibat yang lebih mengerikan, yakni di antara murid-murid Kay-pang yang berada di sini ada salah seorang di antaranya yang merupakan pengkhianat.

Setelah melakukan pemeriksaan yang seksama sekian waktu, akhirnya Cu Siau-hong berhasil menemukan sesuatu yang mencurigakan.

Tempat itu berupa sebuah toko kelonjongan yang terletak di ujung lorong tersebut, sebuah toko yang selalu berada dalam keadaan terbuka.

Cu Siau-hong tak berani menghampiri terlalu cepat, tapi ia dapat melihat orang itu dengan sangat jelas, seorang kakek yang sudah amat tua sekali.

Ia duduk di belakang meja kasir dalam toko tersebut, dari situ ia dapat mengikuti semua perkembangan dalam lorong dengan sangat jelas.

Apalagi, terhadap gedung besar dari pihak Kay-pang, boleh dibilang segala sesuatunya dapat terlihat dengan jelas sekali.

Diam-diam Cu Siau-hong menghembuskan napas lega, dia masuk kembali ke dalam dan memberitahukan hal itu kepada Yu Lip.

Tapi ia menganjurkan kepada Yu Lip agar jangan melakukan suatu gerakan terlebih dahulu, sebab hal yang dapat dipergunakan musuh, dapat pula dimanfaatkan oleh pihak sendiri.

Tentu saja persoalan ini serta perkembangannya dengan cepat akan berakhir, waktu itu sudah barang tentu harus dibuktikan asal-usul dan identitas si kakek yang sebenarnya.

Selesai mengurusi persoalan itu, Cu Siau-hong duduk bersila untuk mengatur pernapasan, ketika malam sudah tiba ia baru diam-diam ngeloyor keluar lewat pintu belakang.

Tiba di gedung yang telah dijanjikan, dia mendorong pintu dan masuk ke dalam.

Suasana dalam ruang tengah gelap gulita, di tengah ruangan yang begini luasnya tak kelihatan sesosok bayangan manusia pun.

Cu Siau-hong menarik napas dalam-dalam, selangkah demi selangkah dia masuk ke ruangan dalam.

Baru melangkah masuk ke dalam pintu ruangan, suara Ouyang Siong segera berkumandang datang :

“Lim Giok, besar amat nyalimu!”

“Boanpwe ada urusan penting yang hendak dilaporkan, aku percaya Locianpwe tetap akan memegang janji.”

“Kau masih berani datang kemari?”

“Sebenarnya aku tak berani kemari.......”

“Lantas kenapa kau datang juga?”

“Sebab ada suatu persoalan yang hendak kulaporkan!”

“Katakan!”

“Dua orang Tiang-lo dari perkumpulan kami yang amat tersohor namanya telah sampai di kota Siang-yang.”

“Kau tahu siapa nama mereka?”

“Tahu, yang seorang bernama Tan Tiang-kim dengan julukan Cian-li-to-heng (seribu li berjalan sendiri) sedangkan yang lain bernama Hay Yok-wong dengan julukan Thi-ciang-kay-pit (telapak tangan baja pembelah batu nisan)!”

“Bagus! Bagus! Kau tahu ada maksud apa mereka datang kemari?”

“Begitu tiba, mereka lantas masuk ke halaman kedua dan berkumpul dengan orang-orang Bu-khek-bun.”

“Bukankah orang-orang Bu-khek-bun sudah keracunan semua?”

“Benar!”

“Bagaimana keadaannya?”

“Tampaknya sudah mulai membaik, sayang aku ditugaskan di halaman paling muka sehingga tidak banyak yang kuketahui tentang kejadian yang berlangsung dalam halaman kedua.”

“Tak seorang pun yang mati akibat keracunan?”

“Sampai aku datang kemari, belum kudengar berita tentang kematian mereka.”

Ouyang Siong termenung beberapa saat lamanya, lalu berkata lagi.

“Jangan-jangan di balik kesemuanya itu masih ada suatu siasat licik yang dimaksudkan hendak mengelabui diriku?”

“Soal ini, aku si pengemis kecil kurang begitu jelas.”

“Lim Giok, apakah kau hendak tinggal di sini?” tanya Ouyang Siong kemudian.

“Tidak bisa, berhubung dengan kehadiran kedua orang Tiang-lo itu, kedudukanku sudah mengalami perubahan, sekarang juga Cayhe harus pergi melaksanakan tugas.........”

“Apa tugasmu sekarang?”

“Diperintahkan untuk mendampingi kedua orang Tiang-lo itu dan melaksanakan perintahnya, menurut apa yang aku si pengemis kecil ketahui, agaknya kedua orang Tiang-lo itu seperti hendak melakukan suatu aksi.”

“Menurut pendapatmu, mungkinkah mereka akan mencari kemari?”

“Kemungkinan besar.”

“Bagus sekali. Tak kusangka kau bisa menunjukkan kesungguhan hati yang jauh di luar dugaan.”

“Aku si pengemis kecil merasa amat kecewa!”

“Bila dibicarakan, sesungguhnya Lohu sendiri pun merasa agak heran, tampaknya kau merupakan seorang yang mendapat perhatian khusus di dalam kantor cabang Siang-yang, kenapa kau bersedia untuk mengkhianati Kay-pang?”

“Aku si pengemis kecil pun sedang tidak tenang lantaran persoalan ini, pahala dan kedudukan memang terlalu menarik hati, aku ingin sekali bisa tersohor dan menonjol di kemudian hari, sayang aku tak lebih cuma seorang anak buah dari sebuah kantor cabang, sekalipun berjuang mati-matian selama delapan sepuluh tahun, paling-paling jua menjadi seorang Toucu belaka, aaai......! Kalau begitu terus keadaannya yaa apa boleh buat lagi?”

“Keadaan yang bagaimana baru terhitung memenuhi harapanmu?” tanya Ouyang Siong lagi.

“Aku si pengemis kecil percaya kalau dalam soal ilmu silat aku masih memiliki sedikit bakat baik, tapi guruku ketua cabang Siang-yang yang berhasil mencapai tingkatan yang hebat pun tak lebih cuma menjadi seorang Toucu belaka, kalau aku bisa terpilih masuk ke cabang pusat dan mengikuti beberapa Tiang-lo atau Pangcu untuk belajar silat, aku si pengemis kecil percaya dalam sepuluh tahun mendatang, kedudukanku pasti akan meningkat, diriku juga bisa menjadi seorang jagoan kelas satu, sekalipun tak bisa menjadi seorang Pangcu paling tidak masih mampu untuk menduduki jabatan Tiang-lo atau Hu-hoat, itulah cita-citaku selama ini.”

“Jadi kau merasa dirimu ibarat sebutir mutiara yang berada dalam lumpur, kalau tidak digosok terlalu sayang dengan bakat terpendam itu?”

“Yaa, di sinilah letak penderitaan dan ketidaktenangan aku si pengemis kecil.”

“Aku tahu, kau boleh pulang dulu! Jika tempat ini mengalami perubahan, tiga hari kemudian kau boleh bertemu dengan aku di toko kain Liong-siang-pu-ceng di utara kota Siang-yang.

“Kalau sampai saatnya aku si pengemis kecil tak bisa hadir, itu menandakan kalau persoalan sudah mengalami perubahan, sehingga aku tak bisa memenuhi harapanmu lagi.”

Selesai berkata, dia membalikkan badan dan melompat pergi dari situ.

Sebelum pergi, ia sengaja memperlihatkan ilmu meringankan tubuhnya, meski tidak terlampau hebat, tapi menunjukkan suatu daya kekuatan yang sangat kuat.

Untuk melaksanakan sandiwara ini, Cu Siau-hong harus mengorbankan tenaga yang tak sedikit jumlahnya, pedang mestika yang ada dalam kotak memang tak boleh diperlihatkan ketajamannya, untuk berbuat yang tepat, sesungguhnya bukan suatu pekerjaan yang terlampau gampang.

Tapi Cu Siau-hong telah melakukannya, bahkan bisa melakukannya secara tepat sekali.

Dari balik kegelapan, tiba-tiba berkumandang suara seorang perempuan yang bertanya :

“Bagaimana menurut pendapatmu tentang si pengemis kecil itu?”

“Bakat yang bagus, sayang belum ditemukan oleh para Tiang-lo dan orang-orang tingkat atas dari Kay-pang, asal kita mau memupuknya secara bersungguh-sungguh, dalam dua puluh tahun mendatang, mungkin ia benar-benar bisa kita bimbing untuk menduduki jabatan sebagai ketua Kay-pang, satu-satunya hal yang perlu kita risaukan adalah kecerdasan otaknya, sekarang dia mau berpihak pada kita lantaran tak puas dengan jabatannya, tapi bila berhasil menduduki kedudukan yang tinggi di kemudian hari, entah ia akan setia lagi kepada Kay-pang atau tidak?”

“Aku dapat melihat bahwa lompatannya tadi penuh tenaga, sayang sekali di waktu melayang turun ke tanah tadi, kakinya agak sempoyongan seakan-akan hampir saja tak mampu berdiri tegak, aku lihat orang yang mewariskan ilmu meringankan tubuh kepadanya telah mengajarkan suatu kepandaian yang keliru.”

“Untuk menjadi seorang jago lihay, selain bakat yang harus bagus, bimbingan guru pandai juga tak boleh ketinggalan, dengan kepandaian yang dimiliki Yu Lip, bagaimana mungkin bisa mendidik seorang murid yang baik? Sungguh sayang, suatu bakat bagus harus terpendam dalam lumpur......”

“Kalau kudengar dari nada pembicaraanmu tadi, rupanya kau merasa sayang kepadanya, apakah kau telah mengambil keputusan untuk menerimanya menjadi muridmu?”

“Sekarang masih sukar untuk mengambil keputusan! Biar aku pikirkan dulu sebelum dibicarakan lagi.”

Setelah hening sejenak, perempuan itu mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, katanya lagi :

“Kalau kudengar dari ucapan Lim Giok tadi, tampaknya malam ini Tan Tiang-kim dan Hay Yok-wong hendak mengunjungi tempat ini, kau bersiap-siap hendak menyambutnya dengan cara apa?”

“Kay-pang tersohor karena matanya dan pendengarannya yang tajam, apalagi Tan Tiang-kim merupakan seorang manusia yang amat licik bagaikan rase, di antara empat Tiang-lo Kay-pang, terhitung tua bangka ini yang paling susah dihadapi, betul tempat persembunyian kita bisa mengelabui Yu Lip, tapi sulit untuk mengelabui Tan Tiang-kim.......”

“Pek Bwe si tua bangka itu juga bukan manusia baik-baik,” sela perempuan itu pula, “terlalu banyak permainan busuk orang ini, sementara waktu mungkin kita bisa mengelabui mereka, tapi kalau diberi sedikit lagi, jejak kita tentu akan berhasil dilacaki.”

“Itulah sebabnya tak heran kalau tempat persembunyian kita diketahui mereka, sekarang yang menjadi masalah bagiku adalah menghadapi kedatangan mereka? Atau lebih baik kabur saja, sehingga membiarkan suatu perasaan yang membingungkan mereka.”

“Apa untung dan ruginya bila kita menemui mereka serta tidak menemui mereka?”

“Sampai saat ini terlalu banyak permainan yang kita lakukan, jejak kita pun sudah banyak yang ketahuan mereka, ditambah lagi turut campurnya Kay-pang dalam persoalan ini terlalu cepat dan dalam sehingga jauh di luar dugaan kita semua, kalau dibicarakan sebetulnya kita sudah kehilangan suatu kesempatan yang sangat baik untuk membasmi perguruan Bu-khek-bun, kita hanya tahu beradu akal, lupa beradu kekuatan. Sejenak Tiong Ling-kang mati, kekuatan dari Bu-khek-bun tinggal tiga lima orang saja, sekalipun ditambah Pek Bwe dan jago-jago kantor cabang Siang-yang, masih belum terhitung terlalu kuat, waktu itu asal kita turun tangan sepenuh tenaga, mungkin Pek Hong sudah kita bekuk, itulah salahnya kalau kita memilih beradu kecerdasan, akibatnya urusan menjadi kacau balau tak karuan.”

“Pokoknya usul itu bukan datang dariku, aku cuma menuruti perkataan dari Hee-ho-sian, jadi kalau sampai ada kesalahan besok, jangan salahkan aku,” seru perempuan itu cepat-cepat.

Ouyang Siong segera mendengus dingin, katanya :

“Sekarang keadaan sudah menjadi begini, Hee-ho-sian juga sudah cuci tangan dan angkat kaki, yang tersisa hanya memberikan abu hangat buat kita semua.”

“Kita toh tidak musti harus menerima abu hangat tersebut, kita juga bisa angkat kaki meninggalkan tempat ini.”

“Setelah pihak Kay-pang mengetahui tempat persembunyian kita, kau anggap kita masih bisa mengundurkan diri dengan lancar?”

“Memangnya mereka masih bisa menghalangi kita?”

“Dapatkah menghalangi kita bukan masalah yang penting, yang menjadi persoalan sekarang adalah dari posisi di balik kegelapan sekarang kita sudah berada di tempat terang, orang persilatan bisa menuduh aku Ouyang Siong kabur lantaran takut dengan Tan Tiang-kim. Wah...... kalau masalahnya sudah menyangkut soal nama dan gengsi, aku tak bisa pergi dengan begitu saja.”

“Betul!” tiba-tiba suara lain yang tinggi lengking berkumandang memecahkan keheningan, “jika kita harus angkat kaki dengan begini saja, maka kedua orang pengemis tua itu pasti akan menguar-uarkan kata-kata yang tak sedap, siapa nama baik aku Lu Peng juga akan turut tercemar.”

“Maksud saudara Lu, apakah kita harus menghadapi mereka dengan kekerasan?”

“Jangan toh ketujuh jurus Siu-hun-jiu-hoat dari saudara Ouyang, sekalipun kedua belas jurus ilmu pukulan penghancur bukitku juga belum tentu bakal kalah di tangan ke dua orang pengemis tua itu.”

“Tapi saudara Lu jangan lupa, masih ada seorang Pek Bwe, kungfu dari tua bangka itu tidak berada di bawah kepandaian silat kedua orang pengemis tua itu.”

“Ouyang-cianpwe, ilmu kipas Siau-lo-san-hoat milik Cayhe apakah sanggup untuk menandingi Pek Bwe?” tiba-tiba suara nyaring lain menggema di ruangan.

Ouyang Siong segera tertawa lebar,

“Ilmu kipas Siau-lo-san-hoat dari Ti-sau-heng boleh dianggap sebagai suatu ilmu yang hebat dalam dunia persilatan, tentu saja cukup mampu untuk menandingi Pek Bwe.”

“Kalau memang begitu, rasanya kita juga tak usah segera mengundurkan diri dari sini,” kata Lu Peng.

“Baiklah! Kita siap sedia untuk berturun tangan melawan mereka, agar mereka juga mengetahui akan kelihaian kita orang.”

“Jika dalam pertarungan ini kita berhasil memaksa orang-orang Kay-pang untuk mengundurkan diri dari pertikaian ini, maka hasil yang kita raih akan menjadi luar biasa sekali,” sambung Lu Peng.

“Sstt....! Ada orang datang, harap kalian berhati-hati!” mendadak Ouyang Siong berbisik lirih.

Bersama dengan selesainya bisikan itu, tiga sosok bayangan manusia tanpa menimbulkan sedikit suara pun sudah melayang masuk ke ruang tengah.

Mereka tak lain adalah Cian-li-to-heng Tan Tiang-kim, Thi-ciang-kay-pit Hay Yok-wong, serta Pek Bwe.

Begitu melayang turun ke tanah, Pek Bwe segera berteriak dengan suara lantang :

“Ouyang Siong kau harus menampakkan diri, apakah harus menunggu sampai kami masuk ke dalam ruangan dan menyeret kalian keluar dari tempat itu?”

------------------------------

10

Gelak tertawa nyaring menggelegar memenuhi seluruh ruangan, seorang menjawab :

“Pek Bwe, sesungguhnya dalam keadaan dan situasi semacam ini Siaute enggan berjumpa denganmu, tapi setelah kau menantang secara terang-terangan, terpaksa Siaute harus menyongsong juga kedatanganmu itu.....”

Selesai berkata, dari balik ruangan yang gelap, pelan-pelan muncul empat sosok bayangan manusia.

Orang yang berjalan paling muka adalah Ouyang Siong.

Tan Tiang-kim memperhatikan sekejap ke empat orang itu, kemudian menggumam :

“Ehmm, rupanya memang kalian......”

Ouyang Siong segera mendengus dingin.

“Hmm! Pengemis tua, kau kenal semua dengan mereka?” jengeknya.

“Yang ini pastilah Poh-san-kun Lu Peng yang tersohor namanya dalam dunia persilatan.”

“Yaa, memang aku orang she Lu!” Lu Peng manggut-manggut sambil mengelus jenggot kambingnya.

Tan Tiang-kim kini mengalihkan sorot matanya ke wajah nyonya setengah umur itu, kemudian lanjutnya :

“Jika dugaanku tidak salah, yang ini pasti adalah Boan-ko-hui-hoa Kiau Hui-nio.”

“Betul, betul, sungguh tak nyana para Tiang-lo dari Kay-pang juga ada yang kenal dengan aku,” seru Kiau Hui-nio segera.

Pek Bwe mendehem pelan, kemudian ujarnya :

“Saudara Ouyang, setelah kau berani menampakkan diri secara terang-terangan, rasanya kau pun berani mengakui kenyataan secara berterus terang juga bukan?”

“Asal perbuatan yang Siaute lakukan tak akan Siaute pungkiri, cuma sebelum saudara Pek bertanya ke soal yang lain, terlebih dulu akan Siaute perkenalkan seorang teman kepadamu.”

“Kau maksudkan si bocah muda ini?” kata Pek Bwe sambil mengerling sekejap ke arah manusia berbaju biru itu.

“Orang bilang, setiap generasi tentu akan muncul orang berbakat, ombak belakang sungai Tiangkong mendorong ombak di depannya, saudara Pek, kau jangan pandang enteng saudara Ti ini.”

Manusia berbaju biru itu tidak besar usianya, tapi memiliki penampilan yang cukup mantap dan mengerikan, katanya sambil tertawa lebar.

“Cayhe, Ti Thian-hua!”

“Ti Thian-hua, manusia macam apakah dirimu itu? Belum pernah aku si pengemis tua mendengar nama orang ini, jengek Tan Tiang-kim dengan nada sinis.

“Ti Thian-hua adalah seorang manusia, yaitu aku sendiri,” jawabnya, “aku orang she Ti juga sama saja tak pernah mendengar nama kalian semua.”

Setelah kedua belah pihak saling berhadapan, maka di satu pihak terdiri dari Pek Bwe, Tan Tiang-kim, dan Hay Yok-wong tiga orang.

Sebaliknya di pihak lain terdiri dari Ouyang Siong, Kiau Hui-nio, Lu Peng, serta Ti Thian-hua empat orang.

Setajam sembilu Tan Tiang-kim memperhatikan wajah Ti Thian-hua, ia tidak berbicara lagi.

Pengetahuannya cukup luas dan pengalamannya sangat matang, setelah meneliti dengan seksama ia menjumpai bahwa orang muda itu luar biasa sekali, bukan cuma matanya tajam dan bersinar terang, keningnya juga menonjol keluar, terang dia adalah seorang jago lihay yang sempurna dalam lwekang (tenaga dalam) maupun gwakang (tenaga luar).

Pek Bwe mendehem pelan, lalu katanya :

“Saudara Ouyang, Siaute membawa suatu kabar yang kurang menyenangkan bagimu untuk disampaikan kepada kalian semua.”

“Tak usah sungkan-sungkan, belum pernah kami pandang enteng saudara Pek, jika ada persoalan katakan saja secara terus terang.”

“Aku lihat obat kalian kurang begitu mujarab.......” jengek Pek Bwe sinis.

“Oya, lantas kenapa?”

“Bukan saja racun yang mengeram di tubuh Lohu sudah hilang, racun yang mengeram di tubuh orang-orang Bu-khek-bun juga telah punah sama sekali.”

Ouyang Siong termenung dan berpikir sejenak, lalu katanya sambil tertawa.

“Saudara Pek, aku rasa kau tak usah berlagak pilon lagi, berbicara dari watakmu, tak nanti kau benar-benar akan meracuni orang-orang Bu-khek-bun, sedang soal kau sendiri yang katanya keracunan, benar atau tidaknya juga sulit diketahui, cuma mau tak mau harus kuakui bahwa kepandaianmu untuk berpura-pura memang sangat hebat, sehingga tabib-tabib kenamaan yang ada di kota Siang-yang pun sampai kalian undang semua.”

Pek Bwe tidak memberi penjelasan lebih jauh, sambil tersenyum dia berkata :

“Kalau begitu, saudara Ouyang juga turut serta di dalam peristiwa ini?”

“Seandainya aku menyangkal sekarang, dapatkah saudara Pek untuk mempercayainya?”

“Hebat, hebat, tampaknya Ouyang-heng memang pandai sekali menutup mulut............!”

“Oooh, kita mah sama-sama!”

“Sekarang kita sudah saling bersua, aku rasa kedua belah pihak juga tak perlu untuk bermain akal-akalan lagi.”

“Baik! Kalau begitu, aku ingin mengetahui dulu maksud hati dari saudara Pek.”

Pek Bwe manggut-manggut, sahutnya :

“Boleh saja! Aku akan memperkenalkan beberapa orang lebih dulu kepada saudara Ouyang.”

Kemudian sambil berpaling, serunya keras-keras :

“Hong-ji, keluarlah kalian, Ouyang-heng berani berbuat berani bertanggung jawab, ia sudah mengakui akan persoalan ini.”

Mendengar seruan tersebut, Ouyang Siong mengerutkan dahinya, ia seperti hendak mengucapkan sesuatu tapi niat itu kemudian diurungkan.

Terdengar ujung baju tersampok angin, secara beruntun muncul kembali empat sosok bayangan manusia di tempat itu.

Orang pertama adalah seorang perempuan berbaju berkabung dengan ikat kepala warna putih, dia adalah Pek Hong.

Di belakangnya mengikuti Seng Tiong-gak, Tang Cuan, serta Cu Siau-hong.

Ketiga orang ini pun mengenakan baju berkabung.

Rencana ini boleh dibilang merupakan suatu perencanaan yang bagus, tapi juga sangat berani, yang dipermainkan adalah soal perselisihan waktu saja.

Dalam waktu yang relatif singkat itu Cu Siau-hong bukan cuma telah berganti rupa, pakaian pun telah ditukar.

Usul ini datang dari Pek Bwe, dia beranggapan dalam pengawasan musuh yang ketat, pihak lawan pasti mengetahui dengan jelas beberapa orang yang berhasil kabur dari Bu-khek-bun, jika Cu Siau-hong seorang yang tidak nampak, bukankah hal ini justru akan menanamkan rasa curiga dalam hati mereka?

Setelah Cu Siau-hong pulih kembali dalam wajah aslinya, ia seakan-akan berubah menjadi seseorang yang lain, tentu saja berbeda jauh sekali dari keadaan sewaktu menyaru tadi, betul Ouyang Siong berpengalaman luas, toh ia terkecoh juga dibuatnya.

Dalam kenyataan, Ouyang Siong tidak memiliki waktu terlalu banyak untuk mengawasi mereka satu persatu.

Begitu sampai di tempat, dengan suaranya yang tinggi melengking, Pek Hong segera berteriak :

“Ouyang Siong, kembalikan putraku!”

Ouyang Siong tertawa ewa,

“Tiong-hujin,” katanya, “kau tak usah kuatir, putramu masih hidup segar bugar, dalam hal ini Lohu berani menjamin.......”

“Sekarang dia berada di mana? Aku ingin menjumpainya!” seru Pek Hong lagi.

“Sulit kalau ingin menjumpainya, cuma bukan berarti tidak ada kesempatan untuk itu, hal ini tergantung pada Tiong-hujin sendiri, apakah bersedia untuk bekerja sama atau tidak?”

Pek Bwe kuatir Pek Hong terlalu dipengaruhi emosi, dia ingin mencegah tapi Pek Hong sudah berkata dengan dingin,

“Masalah tentang Bu-khek-bun sudah bukan di tanganku lagi, Ling-kang telah mati, sesuai dengan pesannya kami telah mengangkat ciangbunjin baru, apalagi dia masih ada seorang Sute, jangan lupa aku hanya Tiong-hujin, seorang perempuan biasa, kalau aku pribadi bisa menyelamatkan jiwa putraku, silakan kau mengajukan syarat.”

Ouyang Siong menjadi tertegun, agaknya ia tak menyangka kalau musuh akan berkata demikian, setelah termenung sekian lama, katanya kemudian :

“Di bawah panglima yang kosen tiada prajurit yang lemah, Hujin pandai amat cuci tangan dari persoalan ini, entah siapakah ciangbunjin kalian yang baru?”

Pelan-pelan Tang Cuan maju ke depan selangkah lalu menjawab :

“Aku, Cayhe Tang Cuan.”

“Baik! Dapatkah kau berbicara mewakili Bu-khek-bun?”

“Aku sebagai seorang ketua dari suatu perguruan tentu saja dapat berbicara mewakili perguruan Bu-khek-bun.”

Boan-ko-hui-hoa Kiau Hui-nio segera tertawa terkekeh-kekeh, ujarnya pula :

“Saudara cilik, kalau dilihat tampangnya mah memang mirip-mirip seorang ciangbunjin, cuma kau pun harus teringat, yang dimaksudkan Bu-khek-bun sekarang tak lebih cuma kalian beberapa orang, Pek Bwe tak terhitung dalam bilangan ini, kalau Tiong-hujin juga disingkirkan maka perguruanmu cuma terdiri dari tiga orang, kau sebagai ciangbunjin maka anak buahmu cuma dua gelintir manusia.”

“Selama anak murid Bu-khek-bun masih hidup di dunia ini, satu hari pula perguruan kami tetap utuh,” ujar Tang Cuan serius.

“Bagus!” kata Ouyang Siong sambil manggut-manggut, “Tiong Ling-kang memang tak malu disebut seorang ketua perguruan yang hebat, ternyata anak murid didikannya juga hebat-hebat semua.

“Syarat apa yang hendak kau bicarakan dengan Bu-khek-bun kami? Sekarang boleh kau ajukan.”

“Lohu ingin bertanya lebih dulu, inginkah kau menolong Tiong It-ki......”

“Urusan tentang putraku, lebih baik dibicarakan langsung denganku, jangan menarik soal Bu-khek-bun,” tukas Pek Hong.

“Hujin,” ujar Ouyang Siong lagi, “kalau Tiong It-ki putra Tiong Ling-kang ketua dari Bu-khek-bun, bayangkan sendiri, mungkinkah kami masih mempercayakan jiwanya? Hmm, paling-paling seperti juga yang lain, mampus dalam perkampungan Ing-gwat-san-ceng.”

“Kau.....”

“Hong-ji!” Pek Bwe segera menukas, “kalau memang persoalan ini telah diserahkan kepada Tang-ciangbunjin, lebih baik biarkan saja ia yang membicarakan.”

Dalam pembicaraan tersebut sengaja ia tidak menyinggung-nyinggung tentang dirinya, dia kuatir Tang Cuan yang masih muda kena perangkap oleh kata-kata lawan.

Pelan-pelan Ouyang Siong mengalihkan kembali sorot matanya ke wajah Tang Cuan, kemudian tegurnya :

“Tang-ciangbunjin, bagaimana pendapatmu?”

“Dia adalah satu-satunya keturunan guru kami, kami setiap anggota Bu-khek-bun bertekad hendak menyelamatkan jiwanya.”

“Kalau memang demikian, urusan bisa diselesaikan lebih mudah.....”

Setelah tertawa terbahak-bahak, katanya lebih jauh :

“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan soal syaratnya?”

“Ucapkan saja, kami akan menyanggupi atau tidak, aku orang she tang pasti akan memberi jawaban yang memuaskan.”

Pek Bwe diam-diam berpikir,

“Kalau Cu Siau-hong hebat dalam kecerdasan otak, ketenangan menghadapi persoalan dan kemantapan dalam menghadapi masalah, sebaliknya Tang Cuan diplomatis dalam pembicaraan dan pandai mempermainkan kata-kata, kalau begini semua anggota Bu-khek-bun, masa jaya perguruan tersebut tak lama lagi pasti datang.”

Dalam pada itu, Ouyang Siong sedang manggut-manggut, jelas dia pun merasa kagum sekali atas kepandaian anak muda itu menduduki jabatannya sebagai seorang ciangbunjin.

Ia berpaling dan memandang sekejap ke arah Ti Thian-hua, kemudian katanya :

“Ti-sau-heng, beri tahu kepadanya bagaimana keadaan Tiong It-ki saat ini.”

Ucapan tersebut ibaratnya .......... naga memberi mata, sebentar dia memperlihatkan kedudukan Ti Thian-hua, sekarang dia pun melimpahkan semua tanggung jawab dan kebencian orang di atas tubuhnya.

Betul juga, beberapa pasang mata yang penuh diliputi kesedihan dan rasa dendam itu segera dialihkan ke wajah Ti Thian-hua.

Terutama sekali Seng Tiong-gak, sinar matanya diliputi hawa nafsu membunuh, agaknya ia telah bersiap-siap untuk turun tangan.

Ti Thian-hua mendehem pelan, lalu katanya :

“Tiong It-ki bukan saja masih hidup segar bugar, ilmu silatnya juga sama sekali tidak mengalami kerugian, badan masih sehat otak pun masih waras seperti sedia kala.”

“Aku tidak percaya,” seru Pek Hong.

“Kau harus mempercayainya, begitu syarat yang disetujui mungkin kami akan menyerahkannya secara utuh kepadamu.”

“Baik, katakanlah!” kata Tang Cuan kemudian.

“Padahal, saudara Pek Bwe telah memberitahukan kepada kalian garis besarnya.......”

Mendadak ia tutup mulut.

“Kenapa tidak kau lanjutkan?” tegur Tang Cuan.

“Aku rasa, tempat dan saat ini kurang leluasa untuk membicarakan persoalan itu!”

“Ingin berganti tempat lain?”

“Itu mah tidak perlu, lebih baik di saat kami membicarakan soal pertukaran syarat dengan Bu-khek-bun, orang-orang Kay-pang jangan mencampuri masalah ini.”

Kontan saja Cian-li-to-heng Tan Tiang-kim tertawa dingin.

“Ouyang Siong!” serunya, kau ingin mengusir aku si pengemis tua dari sini?”

“Kau toh bukan orang Bu-khek-bun, sudah sepantasnya kalau kau tidak mencampuri urusan ini.”

“Kau tidak takut ucapan tersebut akan memancing datangnya geledek yang akan menyambar lidahmu? Semasa hidupnya Tiong-ciangbunjin mempunyai hubungan yang akrab dengan Kay-pang. Hmm! Terus terang kuberitahukan kepadamu, bukan cuma Kay-pang saja yang akan mencampuri persoalan ini, Pay-kau pun tak akan berpeluk tangan, di atas nama Bu-khek-bun tercantum pula nama Siau-lim-pay, Bu-tong-pay, dan keluarga persilatan Tong-hong, mereka semua tak akan berpeluk tangan belaka, kesulitan yang kalian buat hakikatnya terlampau besar.”

“Hey, pengemis tua, kau tak usah mencoba menggertak kami dengan nama-nama itu, kalau kami takut kesulitan, tak nanti berani mengundang kalian untuk bertemu, setelah kalian berani datang, tentu saja kami tak akan memikirkan persoalan ini di dalam hati.”

“Baik!” kata Tan Tiang-kim, bila pembicaraanmu dengan Tang-ciangbunjin telah selesai, kita baru berbicara. Jika ketujuh jurus Siu-hun-jiu-hoat mu tak sanggup menangkan aku si pengemis tua, hari ini jangan harap bisa meninggalkan kota Siang-yang dalam keadaan hidup.”

“Sebentar, jika merasa perlu kami pasti akan mencobanya.”

Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Tang Cuan, ujarnya lebih jauh :

“Bagaimana pendapatmu?”

“Tan maupun Hay dua orang Tiang-lo adalah sobat-sobat karib mendiang guru kami, sudah sewajarnya kalau mereka turut campur di dalam masalah ini.”

Ouyang Siong menjadi tertegun, katanya kemudian :

“Bocah muda, jadi kau tidak memperdulikan soal mati hidup Tiong It-ki lagi?”

“Tentu saja mengurusi.”

“Kalau kau masih memperdulikan, lebih baik usir kedua orang pengemis tua itu dan Pek Bwe dari sini, tinggal kalian orang-orang Bu-khek-bun saja yang melanjutkan pembicaraan.”

“Tidak bisa!”

“Kalau begitu Tiong It-ki akan kami bunuh lebih dulu,” ancam Ouyang Siong.

Jawaban ini sungguh di luar dugaan mereka, untuk sesaat lamanya Tang Cuan menjadi tertegun.

“Kau berani!” teriaknya.

“Kenapa tidak berani?”

Tang Cuan menghembuskan napas panjang, setelah mengesampingkan beban berat yang menindih perasaannya, dengan dingin ia berkata :

“Aku rasa kalian tak akan punya hak sebesar ini.”

Cu Siau-hong merasa gelisah pula, dengan ilmu menyampaikan suara, ia memberitahukan cara untuk mengatasi persoalan itu, untung saja tempat pada saatnya Tang Cuan dapat mengesampingkan tindihan beban berat pada hatinya.

Paras muka Ouyang Siong berubah hebat, serunya dengan cepat :

“Dengarkan baik-baik, seorang manusia cuma bisa mati sekali, bila Lohu membunuh Tiong It-ki, berarti Tiong Ling-kang akan kehilangan satu-satunya keturunan.”

Tan Tiang-kim tertawa dingin, serunya :

“Kecuali Tiong It-ki berada di sini, kalau tidak maka kau harus memikirkan dulu cara yang baik untuk meninggalkan tempat ini.”

Bagaimana juga orang yang berpengalaman luas memang jauh berbeda, cukup dengan sepatah kata ia telah berhasil membongkar gertak sambal dari Ouyang Siong.

“Hey, pengemis tua, apa kau bilang?” teriak Ouyang Siong sambil tertawa dingin.

“Aku pengemis tua berkata bahwa kau Ouyang Siong tidak lebih cuma kuku garuda atau kaki tangan seseorang belaka, kau masih belum memiliki kekuasaan untuk menghukum mati Tiong It-ki.”

Ouyang Siong menjadi naik pitam, dengan gusar bentaknya :

“Pengemis busuk, kau berani menghina Lohu?”

Tan Tiang-kim tertawa ewa.

“Ouyang Siong,” katanya “apakah lantaran malu kau menjadi naik darah?”

“Apakah aku si pengemis tua telah membongkar rahasia hatimu?”

Dalam waktu singkat, Ouyang Siong telah pulih kembali dalam ketenangannya, sambil tertawa dingin, ia berkata :

“Pengemis busuk, Tiong Ling-kang telah mati, Tiong It-ki merupakan satu-satunya darah daging darinya, cuma mati hidupnya masih tidak ada sangkut pautnya dengan dirimu, tentu saja kau tak usah menguatirkan keselamatannya......”

Sekalipun perkataan itu disampaikan dengan halus dan lembut, tapi nadanya justru mengandung nada menghasut, mengadu domba.

Tiba-tiba Pek Hong menyela dan menukas pembicaraan Ouyang Siong itu, katanya :

“Tiong It-ki adalah anakku, sejak kematian Ling-kang, akulah orang yang paling akrab hubungannya dengan dia.......”

“Itulah sebabnya, kami ingin sekali mendengarkan perkataan dari nona Pek Hong.”

“Semasa masih hidupnya, Ling-kang adalah seorang lelaki sejati, ketika mati, dia pun mati secara gagah perkasa, ilmu silat Khi-keng-bun dari Pak-hay tersohor sebagai aliran ilmu silat yang ganas dan hebat, tapi setelah kena disergap Ling-kang masih mampu membunuh musuhnya. Hmm! Padahal kalian sudah lama ingin menyerbu Bu-khek-bun, cuma saja semasa Ling-kang masih hidup kalian tak berani mendatanginya, kalian selalu menunggu kesempatan baik untuk turun tangan, aku curiga semua persoalan ini adalah merupakan bagian dari rencana kalian, aku tidak percaya kalau di dunia ini terdapat kejadian yang serba kebetulan, Ling-kang belum lagi putus nyawa, Bu-khek-bun telah diserbu orang, mungkin sedari semula kalian sudah mengirim orang untuk mengikuti jalannya pertarungan itu.......”

Ouyang Siong segera tertawa terbahak-bahak, tukasnya :

“Tiong-hujin, pandai amat kau menciptakan variasi peristiwa yang kau gabungkan menjadi satu cerita!”

“Selama beberapa hari ini aku selalu memikirkan persoalan ini, setelah kuhubungkan satu peristiwa dengan peristiwa yang lain, bukan suatu kesulitan bagiku untuk merangkainya menjadi suatu kisah cerita yang utuh.......”

“Hujin, yang terpenting saat ini adalah keselamatan jiwa putramu, bukan yang lain!” Ouyang Siong mengingatkan.

“Aku pasti akan memberitahukan kepadamu apa keputusanku, harap kau jangan gelisah lebih dulu :

Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan :

“Kalian pun telah mempersiapkan pengkhianat-pengkhianat di dalam tubuh Bu-khek-bun, kalian menunggu sampai Ling-kang betul-betul terluka parah baru berani turun tangan. Terus terang meski Ling-kang tidak berada dalam perkampungan, Bu-khek-bun juga masih memiliki daya tempur yang cukup kuat, apabila kalian tidak menyergap orang dengan cara yang rendah dan memalukan, tak nanti kalian berhasil membunuh jago-jago kami dalam waktu singkat.............”

“Huuh, hanya mengandalkan beberapa orang murid ajaran Tiong Ling-kang, tidak perlu buat kami untuk melancarkan sergapan terlebih dulu,” kata Ouyang Siong dingin.

“Kalau begitu, kau sudah mengakui kalau kalian adalah pencoleng-pencoleng yang menyerbu Bu-khek-bun kami?”

Ouyang Siong tertegun kemudian tertawa terbahak-bahak.

“Haaahh....... haaahh........ haaahh......... tidak kusangka Tiong-hujin masih mempunyai cara berbicara yang begini diplomatis, padahal Hujin tak usah menggunakan segala macam tipu muslihat untuk mengorek keterangan dari kami, beradanya Tiong It-ki di tangan kami, bukankah telah menerangkan segala-galanya.”

“Baik, sekarang aku akan memberi jawaban kepadamu, ayah harimau tak akan beranak anjing, aku percaya It-ki tak akan tunduk di bawah paksaan kalian, aku menguatirkan keselamatan putraku, tapi aku lebih berharap ia bisa hidup sebagai seorang lelaki sejati dan mati sebagai seorang kesatria, kalau seseorang pengecut dan takut mati, dari pada dibiarkan hidup lebih baik mati saja, jangan lupa dia adalah putra Tiong Ling-kang, aku pikir jawaban ini pasti memuaskan dirimu bukan!”

Paras muka Ouyang Siong berubah hebat, serunya kemudian :

“Kalau begitu, pembicaraan kita tak perlu dilangsungkan lagi bukan!”

“Masih perlu! Cuma pembicaraan itu harus adil dan bersungguh-sungguh...........!” sahut Pek Hong dingin.

“Tiong-hujin, kau harus memikirkan dulu keadaanmu sekarang, mana mungkin bisa mengajak kami untuk membicarakan persoalan ini secara adil?”

“Kita boleh saja tak usah membicarakan persoalan ini, sekalipun Tiong It-ki mati dibunuh, dia juga bisa bertemu dengan ayahnya di alam baka, ia bisa memberitahukan kepada ayahnya, bahkan aku menantu dari keluarga Tiong tak sampai menjual muka keluarganya.”

Tiba-tiba Tang Cuan maju dua langkah ke depan sambil mengulapkan tangannya dia berkata :

“Ouyang Siong! Suboku telah berbicara sejelas-jelasnya, mati hidup siau-sute kami sangat menguatirkan, tapi kami tak sudi dipaksa untuk tunduk di bawah perintah kalian karena persoalan ini, ada satu hal aku kurang paham, kenapa dalam waktu singkat kalian berhasil memusnahkan seluruh perguruan Bu-khek-bun?”

“Dalam perguruan Bu-khek-bun, kecuali Tiong Ling-kang seorang yang memiliki sedikit kepandaian, yang lain semuanya tak lebih hanya manusia-manusia yang tak tahan diserang satu jurus pun.”

“Sewaktu melakukan penyerbuan ke perguruan Bu-khek-bun malam itu, apakah kau juga ikut hadir?”

“Apa maksudmu bertanya demikian?” seru Ouyang Siong.

“Aku hanya ingin membuktikan sesuatu.”

“Membuktikan apa?”

“Aku ingin membuktikan dengan cara apakah kalian telah memusnahkan perguruan Bu-khek-bun.”

Ouyang Siong segera mendengus dingin.

“Hmm! Apakah kau ingin bertarung melawan Lohu?”

“Betul!” jawab Tang Cuan sambil menghembuskan napas panjang, aku selalu tidak percaya kalian sanggup membunuh anak murid Bu-khek-bun dengan mengandalkan ilmu silat sesungguhnya.”

Ouyang Siong segera tertawa,

“Dengan sedikit kepandaianmu itu, kau juga berani menantang Lohu untuk berduel?”

Tiba-tiba Tan Tiang-kim menyela :

“Tang-ciangbunjin, lebih baik pertarungan babak pertama ini serahkan saja kepada aku si pengemis tua! Kay-pang sudah banyak menerima budi dari perguruan anda, sampai sekarang budi tersebut belum sempat kami balas, inilah kesempatan yang baik buat aku si pengemis tua untuk menyumbangkan sedikit tenaga.”

No comments: