Saturday 24 January 2009

Pena Wasiat 12

Oleh : Tjan ID

Selama adegan tersebut berlangsung, nona berbaju hijau itu tetap duduk di tempat tak berkutik, sedangkan Gin-kiok sambil memandang bayangan kedua orang itu menuruni loteng, jengeknya sambil tertawa dingin :

“Hmm! Benar-benar tak tahu diri.”

Dalam pada itu Cu Siau-hong pelan-pelan meneguk habis arak di hadapannya, lalu berpikir :

“Kepandaian budak ini dalam melepaskan racun agaknya sudah mencapai puncak kesempurnaan, kalau sampai ia menaruh curiga kepadaku, bisa jadi banyak kesulitan yang bakal kuhadapi, lebih baik cepat-cepat meninggalkan tempat ini.”

Berpikir demikian, pelan-pelan dia bangkit berdiri dan turun dari loteng itu.

“Berhenti!” tiba-tiba terdengar bentakan nyaring berkumandang memecahkan keheningan.

Cu Siau-hong merasakan jantungnya berdetak keras tapi ia sama sekali tidak menghentikan langkahnya.

“Hey, dengar tidak? Aku suruh kau berhenti,” bentakan tadi kembali berkumandang.

Sekarang Cu Siau-hong baru benar-benar berhenti, seraya membalikkan badan ia bertanya :

“Apakah nona sedang memanggil aku?”

“Yaa betul kau!” jawab Gin-kiok ketus.

“Entah ada urusan apa nona memanggil diriku?”

“Kemari!”

Cu Siau-hong rada tertegun, kemudian pelan-pelan menghampirinya, setelah menjura ia berkata,

“Entah ada urusan apa nona memanggil aku?”

Setelah menyaksikan keadaan Be Kui yang keracunan hebat, timbul kewaspadaan di hatinya, hawa murni pun diam-diam disalurkan keluar untuk berjaga terhadap segala kemungkinan yang tak diinginkan.

Gin-kiok tertawa, tanyanya :

“Apakah kedua orang tadi adalah sahabatmu?”

Cu Siau-hong menggeleng,

“Bukan, aku tidak kenal dengan mereka.”

“Oooh......... kiranya kau tidak kenal dengan mereka?”

Cu Siau-hong manggut-manggut.

“Yaa, benar-benar tidak kenal, maaf aku harus pergi dari sini.”

“Tunggu sebentar, siapa namamu?”

Cu Siau-hong segera berpikir kembali :

“Agaknya mereka memang ada maksud untuk mencari gara-gara denganku....”

Berpikir demikian, rasa waswasnya tanpa terasa kian dipersingkat.

Tapi di luaran, ia masih berkata dengan suara lembut :

“Cayhe bernama Lim Giok!”

Gin-kiok kembali tertawa, katanya :

“Aku lihat kau ramah sekali, silakan duduk dan minum dulu arak barang secawan!”

“Aku tak berani mengganggu ketenangan nona, aku hendak mohon diri lebih dahulu.”

Be Kui yang tiba-tiba keracunan, bukan saja membuat Cu Siau-hong merasa amat terkejut, bahkan semua tamu yang berada di rumah makan itu pun ikut dibuat ketakutan, sebagian besar di antara mereka telah melarikan diri meninggalkan tempat itu.

Kiranya tamu yang semula memenuhi seluruh ruang loteng kini hanya tinggal Cu Siau-hong, nona baju hijau, Gin-kiok, dan dua orang pelayan belaka.

Ruangan rumah makan yang begitu besar, kini cuma dihuni oleh lima orang belaka.

Si nona baju hijau yang selama ini tak bersuara, tiba-tiba berkata dengan dingin :

“Kau tak boleh pergi, kemari, dan duduk!”

Cu Siau-hong menghembuskan napas panjang! Pelan-pelan ia maju ke muka dan duduk di bangku yang ditempati Be Kui tadi, kemudian baru ujarnya pelan :

“Nona kau ada pesan apa?”

“Lim Giok, keadaan dari Be Kui tadi tentunya sudah kau lihat dengan jelas bukan?” ujar nona berbaju hijau itu dingin.

“Yaa, sudah kulihat dengan jelas.”

“Kalau begitu bicaralah terus terang, watakku kurang baik, jangan membuat aku menjadi marah sehingga meracunimu.”

“Nona, di antara kita berdua tak pernah terikat dendam sakit hati atau perselisihan apa-apa, kenapa kau hendak meracuni diriku?”

Nona berbaju hijau itu tertawa,

“Itulah sebabnya, aku memberi kesempatan kepadamu untuk berterus terang.”

“Baik! Apa yang ingin nona tanyakan?”

“Lim Giok, kau datang dari mana?” tanya nona berbaju hijau itu kemudian.

Pertanyaan ini segera membuat Cu Siau-hong tertegun, segera pikirnya di hati :

“Pertanyaan ini sungguh amat sulit untuk dijawab, tapi aku pun tak bisa membungkam diri.”

Setelah berpikir sejenak, jawabnya :

“Semenjak kecil aku dibesarkan di kota Siang-yang!”

Nona berbaju hijau itu tersenyum.

“Apakah kau sengaja datang kemari untuk mengincar kami berdua?”

“Bukan!”

“Kau pernah belajar ilmu silat?”

“Pernah!” Cu Siau-hong manggut-manggut, “aku pernah belajar kungfu selama beberapa tahun.”

Di luar ia berkata demikian, di hati pikirnya :

“Padahal aku sudah amat berhati-hati tak kusangka rahasia penyaruanku masih diketahui juga olehnya.”

Nona berbaju hijau itu berkata lagi,

“Dapatkah kau membantuku untuk melaksanakan suatu pekerjaan?”

“Pekerjaan apa?”

“Bantu aku untuk mencari seseorang.”

“Siapa yang kau cari?”

“Bukankah kau dibesarkan di kota Siang-yang? Apa lagi pernah belajar kungfu, aku rasa orang itu pasti diketahui olehmu, sebab orang Siang-yang sebagian besar mengetahui orang ini.”

“Orang Siang-yang sedikit banyak ada juga yang kuketahui, tapi kalau dibilang memahaminya mah tidak.”

“Oooh! Orang yang kucari ini adalah seorang pincang, konon dia berada di Siang-yang, tapi aku tidak berhasil menemukan dirinya.”

Satu ingatan segera melintas dalam benak Cu Siau-hong, tanyanya dengan cepat :

“Apakah orang itu punya nama?”

“Punya, dia she Ui bernama Thong!”

“Oooh......! Rupanya ia sedang mencari si Dewa Pincang Ui Thong,” pikir Cu Siau-hong, “aku tak boleh berbicara terus terang, lebih baik disangkal saja.”

“Belum pernah kudengar orang ini, mungkin orang itu tidak berada dalam kota Siang-yang.”

“Yaa, orang itu memang rada kukoay.......”

Setelah berhenti sejenak, terusnya :

“Sebar luaskan kepada semua orang, katakan barang siapa bisa menemukan orang yang bernama Ui Thong, akan kuberi hadiah tiga butir pil pemunah racun dan sebotol bubuk Jit-poh-mi-hun-san.”

“Baik, Cayhe pasti akan menyebarluaskan hal ini kepada siapa saja.....”

Walaupun dalam hatinya terdapat banyak persoalan yang mencurigakan hati, namun semua perasaan tersebut ditekannya di hati, sebab ia merasa kalau bisa meninggalkan nona itu semakin cepat semakin baik.

Maka begitu nona tersebut selesai berkata, ia lantas bangkit dan berlalu dari situ.

“Nona, apakah kau akan melepaskan dirinya dengan begitu saja?” bisik Gin-kiok dengan suara lirih.....

“Aku rasa kita masih belum menemukan suatu alasan yang tepat untuk melepaskan racun terhadapnya.”

Gin-kiok segera tersenyum, katanya lagi :

“Nona, orang ini usianya tidak begitu besari, tapi ia sangat pandai melihat gelagat.”

Nona berbaju hijau itu berpaling dan memandang sekejap ruangan ruang makan yang kosong, kemudian pelan-pelan berkata :

“Gin-kiok, kau tak salah melihat?”

“Budak percaya tidak akan salah melihat.”

Nona berbaju hijau itu menghembuskan napas panjang.

“Gin-kiok, sayang kemarin kau tidak datang, ruangan rumah makan ini penuh berjejal manusia, semua orang ingin melihat wajahku tapi aku selalu menengok ke luar jendela tanpa memandang sekejap pun ke arah mereka, tapi aku mendengar banyak orang memuji-muji diriku, banyak orang menghela napas, mereka semua mengatakan aku adalah seorang nona romantis yang menunggu kedatangan kekasihnya, Gin-kiok tahukah kau, pujian-pujian itu kedengaran amat menarik hati, amat mempesonakan orang.”

“Tapi hari ini mereka telah berganti pandangan terhadap dirimu, kemarin mereka masih memuji-muji dirimu, tapi hari ini mereka ketakutan setengah mati.”

Nona berbaju hijau itu menghela napas panjang.

“Aaai.........! Itulah sebabnya aku merasa sedih sekali,” bisiknya.

“Sedih? Nona, kenapa kau merasa sedih?” tanya Gin-kiok tertegun.

“Kesan indah dan baik yang kutinggalkan kepada orang terlalu pendek, cuma sehari saja, aku pikir di antara tamu-tamu yang barusan meninggalkan tempat ini pasti terdapat pula tamu-tamu kemarin, mereka pasti akan merasa sangat kecewa, amat bersedih hati.”

Gin-kiok menghembuskan napas panjang, ujarnya pelan :

“Nona, setelah kau berkata demikian, bahkan aku pun mulai merasa tidak tenang........”

Tiba-tiba ia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, ujarnya kembali :

“Nona, apakah kau telah melepaskan racun di atas tubuhnya?”

“Tidak........”

“Tidak! Kenapa?”

“Sebab, sebab.......”

“Apakah disebabkan orang itu terlalu baik maka nona tak tega meracuninya?”

“Bukan, bukan karena itu, aku hanya tak bisa menemukan suatu alasan yang tepat untuk melepaskan racun di tubuhnya.........”

Setelah berhenti sejenak, katanya lagi :

“Menurut pendapatmu, mungkinkah dia adalah orang yang sedang kita cari......?”

“Mungkin benar, mungkin juga tidak, tapi persoalan itu bukan suatu masalah yang terlalu penting, yang paling penting kita harus meracuninya, dengan demikian ia baru akan menyiarkan pesan kita.”

“Sikap kita yang sebentar dingin sebentar panas, percaya dengan cepat akan menggemparkan seluruh kota Siang-yang, bila Ui Thong berada di sini, dia pasti akan tahu juga kalau kita sudah datang.”

“Nona!” ujar Gin-kiok kemudian sambil tertawa, “tamu rumah makan ini sudah pada kabur karena ulah kita, aku rasa sekarang harus pergi dari sini.”

Belum lagi kedua orang itu beranjak, tiba-tiba berkumandang suara langkah kaki dari mulut tangga, menyusul dua orang pengemis muncul diri di situ.

Orang yang berjalan di paling muka adalah Yu Lip.

“Bagus sekali!” bisik Gin-kiok lirih, “orang-orang Kay-pang juga telah datang.”

Belum sempat nona berbaju hijau itu buka suara Yu Lip telah tiba di hadapan mereka berdua, setelah menjura tegurnya :

“Apakah nona datang dari perguruan Ngo-tok-bun di wilayah Siang-see?”

Dengan dingin nona berbaju hijau itu melirik sekejap ke arah Yu Lip, kemudian menjawab :

“Siapa kau?”

“Aku Yu Lip!”

Nona berbaju hijau itu tertawa ewa.

“Kalau kulihat dari dandananmu sebagai seorang pengemis, tentunya kau adalah orang Kay-pang!”

“Benar, aku adalah Toucu dari kantor cabang Kay-pang untuk kota Siang-yang.”

“Oooh......... aku masih mengira tokoh besar dari mana yang datang, rupanya kau hanya seorang Toucu dari kantor cabang.”

“Apakah nona memandang rendah kedudukanku sebagai seorang Toucu kantor cabang?”

“Betul! Seorang Toucu yang berjabatan rendah mah masih belum kupandang sebelah mata.”

“Oooh.......! Nona masih belum menjawab pertanyaan yang telah kuajukan tadi.”

“Menjawab apa?”

“Tolong tanya, benarkah nona berasal dari perguruan Ngo-tok-bun yang bermarkas di Siang-see?”

“Kalau benar kenapa?”

“Benarkah nona adalah Ngo-tok-giok-li (gadis suci dari perguruan panca bisa)?”

Gadis berbaju hijau itu segera tertawa terkekeh-kekeh.

“Heeehh........ heeehh........ heeehh......... tak kusangka, benar-benar tak kusangka kalau namaku sudah begitu cepat termasyhur dalam dunia persilatan.”

“Nona,” Gin-kiok segera berbisik, “Kay-pang adalah organisasi yang panjang pendengarannya, dia sebagai seorang Toucu suatu kantor cabang, tentunya mengetahui jejak Ui Thong.”

Nona berbaju hijau itu manggut-manggut.

“Yu-toucu!” tegurnya kemudian, “sudah berapa lama kau berdiam di kota Siang-yang?”

“Lima belas tahun.”

“Itu berarti orang persilatan yang berdiam di kota Siang-yang sebagian besar kau tahu bukan?”

“Tak berani kukatakan sebagian besar, tapi yang kukenal memang tidak sedikit,” jawabnya.

Nona berbaju hijau itu kembali tertawa,

“Akulah Ngo-tok-giok-li! Aku ingin mencari kabar tentang jejak seseorang.”

“Baik, harap nona katakan, asal dia berada dalam kota Siang-yang, delapan sembilan puluh persen pasti kukenal.”

“Kau tahu si Dewa Pincang Ui Thong tinggal di mana?”

“Si Dewa Pincang Ui Thong.........” bisik Yu Lip dengan wajah termangu-mangu.

“Benar,” sambung nona berbaju hijau itu, “orang ini sangat tersohor dalam dunia persilatan, apakah kau tak pernah mendengar nama orang ini?”

“Mendengar namanya sih pernah, cuma, sudah lama ia mengasingkan diri dari keramaian dunia.”

“Yaa, dia memang sudah mengundurkan diri dari dunia persilatan, konon tinggal di sekitar kota Siang-yang.”

Dengan cepat Yu Lip gelengkan kepalanya.

“Kalau soal itu sih belum pernah kudengar orang membicarakannya.”

Kontan saja Ngo-tok-giok-li tertawa dingin.

“Orang persilatan semua bilang kalau Kay-pang tersohor karena ketajaman pendengarannya, setelah kubuktikan sendiri kini, rupanya berita itu hanya sengaja dibesar-besarkan.”

“Nona, Ui-cianpwe telah mengundurkan diri dari dunia persilatan, sekalipun perkumpulan kami terkenal karena pendengaran yang tajam, rasanya sulit juga untuk mencari tahu seseorang yang telah mengasingkan diri.”

“Hmm! Aku tidak percaya, kalau sampai ia tak berhasil kutemukan, maka akan kuracuni kota Siang-yang ini secara besar-besaran, setelah banyak yang jatuh korban, aku tidak percaya kalau dia tak akan menampakkan diri..”

“Nona, perbuatan semacam ini jangan sekali-kali kau lakukan.....” seru Yu Lip dengan kening berkerut.

“Kenapa? Apakah kau berniat untuk menghalangi rencana ini.......?” jengek Ngo-tok-giok-li dingin.

“Justru karena aku mendengar tentang orang yang keracunan di tangan nona, sengaja aku datang kemari dengan tujuan untuk menasihati nona agar......”

“Ada apa?” tukas Ngo-tok-giok-li lagi, “apakah orang she Be itu juga anggota Kay-pang?”

“Bukan, tapi di kota Siang-yang telah terjadi suatu peristiwa besar, tak sedikit orang Kay-pang dan Pay-kau yang telah berdatangan kemari, bila nona sampai melepaskan racun untuk melukai orang, aku kuatir....... aku kuatir........”

Mungkin nama besar Ngo-tok-giok-li dalam dunia persilatan amat tersohor, oleh karena itu meski Yu Lip sudah mengulangi kata-katanya sampai setengah harian, dia masih tak mampu untuk melanjutkan kata-katanya itu.......

“Yu-toucu!” Ngo-tok-giok-li berseru kembali sambil tertawa dingin, “kau kuatir aku akan meracuni orang-orang Kay-pang?”

Yu Lip menghela napas panjang.

“Aaaai........! Perguruan Ngo-tok-bun telah memperoleh sanjungan dan rasa hormat dari segenap umat persilatan, aku tidak berharap nona melakukan suatu tindakan yang akan mengakibatkan terjadinya peristiwa yang tidak menggembirakan di sini.”

“Walaupun perguruan Ngo-tok-bun tersohor karena ilmu beracunnya, tapi kami selalu memegang prinsip siapa tidak melanggar kami, kami pun tidak melanggar orang. Kali ini tujuanku adalah untuk menemukan jejak si Dewa Pincang Ui Thong, terpaksa aku harus bertindak kasar demi terwujudnya tujuanku ini, aku harap kau sudi memberi kabar kepada orang Kay-pang agar jangan mencampuri urusan ini, sebab akibatnya terhadap Kay-pang maupun Ngo-tok-bun adalah sama-sama tidak menyenangkan.”

“Tapi nona.......”

“Cukup!” tukas Ngo-tok-giok-li sambil mengulapkan tangannya, “jika pembicaraan tidak cocok, setengah patah kata pun terasa terlalu banyak, aku bersikeras hendak menemukan Ui Thong entah dengan cara apa pun juga, kecuali kau membantuku untuk menemukan jejaknya, kalau tidak lebih baik orang-orang Kay-pang jangan mencampuri urusan ini. Nah, ucapanku hanya sampai di sini, Yu-toucu boleh pergi dari tempat ini.”

Yu Lip tertegun, ia seperti hendak mengucapkan sesuatu tapi segera diurungkan, setelah membalikkan badan dia pun beranjak. Terhadap Ngo-tok-giok-li tampaknya ia merasa agak waswas dan ragu-ragu.

Dua orang berdiri menanti di bawah loteng dia adalah Tan Tiang-kim dari Kay-pang serta Pek Bwe.

“Benarkah dia?” Tan Tiang-kim segera berbisik.

“Yaa, betul! Dia adalah Ngo-tok-giok-li!” Yu Lip membenarkan.

“Mau apa si dayang kecil ini datang kemari?”

“Katanya dia sedang mencari orang, yang dicari adalah si Dewa Pincang Ui Thong.”

Tan Tiang-kim tertegun.

“Apa? Jadi si pincang she Ui itu berada di sini?” bisiknya.

Pek Bwe seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun niat itu segera diurungkan.

“Belum pernah kudengar orang membicarakan soal ini,” Yu Lip memberikan laporannya.

Pek Bwe mendehem pelan, kemudian berkata :

“Saudara Tan, manusia macam apakah Ngo-tok-giok-li itu......”

Setelah menghela napas panjang, Tan Tiang-kim berkata :

“Selama banyak tahun kau jarang melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, tentunya kau tak tahu juga tentang banyak peristiwa yang telah terjadi di dalam dunia persilatan, Ngo-tok-giok-li itu berasal dari perguruan Ngo-tok-bun yang bermarkas di wilayah Siang-see, konon dia adalah putri ketua Ngo-tok-bun yang sekarang, bukan saja ilmu silatnya telah mencapai puncak kesempurnaan, kepandaiannya dalam menggunakan racun juga sudah peroleh warisan langsung dari ayahnya.........”

“Yu Lip!” tiba-tiba Pek Bwe menyela, “berapa usia Ngo-tok-giok-li tersebut?”

“Tampaknya baru delapan sembilan belas tahunan.”

“Dari pada bertanya kepada Yu Lip, lebih baik tanyakan saja kepadaku,” sela Tan Tiang-kim, “sebab tak sedikit lantaran belakangan yang berhasil kami kumpulkan tentang identitasnya, malah sampai sekarang masalah tersebut masih terhitung rahasia besar dalam perkumpulan kami, sudah barang tentu kantor cabang belum tahu.......”

Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan.

“Benar, tahun ini ia baru berusia delapan belas tahun, bahkan baru satu kali munculkan diri dalam dunia persilatan, kali ini boleh dibilang merupakan kedua kalinya dia muncul dalam dunia persilatan.”

Pek Bwe segera tertawa, tukasnya :

“Jadi kalau begitu, oleh karena dia sudah meracuni seseorang dalam rumah makan tadi maka saudara Tan.........”

“Bukan demikian, perkenalan kami dengan Ngo-tok-giok-li dibilang telah berlangsung semenjak setahun berselang, kalau dibicarakan mungkin saudara Pek sendiri pun juga tahu.”

“Tahu apa?”

“Tahu tentang peristiwa besar yang terjadi setahun berselang, di mana penyamun tersohor yang bernama Su-toa-thian-ong (empat raja langit) telah keracunan.......”

“Yaa, yaa, soal itu memang pernah kudengar!” jawab Pek Bwe sambil manggut-manggut.

“Nah, itulah hasil perbuatan dari Ngo-tok-giok-li yang telah meracuni mereka.”

“Bagaimana dengan keempat raja langit itu?” tanya Pek Bwe dengan cepat, “apakah mereka mampus?”

“Hingga kini mati hidupnya masih merupakan tanda tanya besar, cuma menurut kabar yang berhasil diperoleh perkumpulan kami, konon Su-toa-thian-ong telah memohon ampun kepadanya.”

“Apakah ia telah mengampuni mereka?”

“Waktu itu ia sama sekali tidak menggubris permohonan orang, bahkan tanpa mengucapkan sepatah kata pun berlalu dari situ, selanjutnya Su-toa-thian-ong juga ikut pergi meninggalkan tempat itu, semenjak peristiwa itulah orang sudah tak mendengar lagi kabar berita tentang Su-toa-thian-ong tersebut.”

“Kalau begitu, budak itu benar-benar merupakan seorang manusia yang sangat menakutkan?”

“Bukan cuma menakutkan saja, pada hakikatnya dia adalah seorang momok perempuan yang benar-benar mengerikan, cukup membuat bulu kuduk orang pada bangun berdiri.”

“Heran, padahal yang dia cari hanya si Dewa Pincang Ui Thong seorang, semestinya Ui Thong pribadi yang harus dicari, mana boleh ia melepaskan racun untuk melukai sembarangan orang?”

“Barusan aku pun telah menasihatinya agar jangan sembarangan meracuni orang,” kata Yu Lip menerangkan, “aku bilang, sekarang semua jago lihay sedang berkumpul di sini, siapa tahu kalau akibat dari ulahnya itu bisa berakibat kerugian baginya sendiri, siapa tahu aku malah ketanggor batunya.”

“Saudara Tan, sekarang apa yang harus kita lakukan?” tanya Pek Bwe.

“Jangan pedulikan dia, lihat keadaan dan lihat dulu apa tujuannya yang sebenarnya?”

“Lohu pernah juga mendengar kepandaian orang-orang Ngo-tok-bun dalam melepaskan racun,” kata Pek Bwe, “seandainya ia benar-benar akan melepaskan racun di tempat ini, entah berapa banyak korban yang akan berjatuhan di tangan perempuan itu.”

“Benar, menurut kisah yang kudengar tentang caranya melepaskan racun memang betul-betul lihainya bukan kepalang,” Yu Lip membenarkan, “orang yang bernama Be Kui tersebut tak lebih cuma duduk sebentar di hadapannya, tapi tahu-tahu badannya sudah keracunan.”

“Jika jauh sebelumnya mereka sudah melakukan sesuatu di atas meja dan bangku, sekalipun keracunan juga bukan suatu kejadian aneh, apalagi meja dan bangku toh tanpa perlindungan, siapa tahu mereka sudah berbuat sesuatu di sekitar sana......”

Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan :

“Konon dalam perguruan Ngo-tok-bun terdapat semacam kepandaian untuk meracuni orang dari jarak sepuluh kaki, entah kabar ini benar atau salah.....?”

“Berita ini seratus persen benar,” ucap Tan Tiang-kim, “cara mereka melepaskan racun merupakan suatu gerak tipu permainan tangan yang amat lihay, sampai detik ini orang persilatan masih belum tahu cara apakah yang telah mereka gunakan.”

“Oooh...... apakah perkumpulan anda pun tidak tahu?”

“Yaa, tidak tahu! Betul mata-mata partai kami tak terhitung jumlahnya, tapi kami tak tahu cara apa yang mereka gunakan, kami cuma tahu kalau cara itu menakutkan sekali, dan lagi merupakan suatu cara yang tak mungkin bisa dicegah sebelumnya.”

Mendengar keterangan tersebut, Pek Bwe segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, sambil merendahkan suaranya dia berbisik :

“Saudara Tan, menurut pendapatmu mungkin Ngo-tok-giok-li ini sekelompotan dengan Ouyang Siong sekalian?”

-----------------------------------

12

“Aku rasa hal ini tak mungkin,” sahut Tan Tiang-kim, “sejak mendapat hukuman yang cukup berat dari gabungan jago-jago persilatan pada puluhan tahun berselang, belakangan ini Ngo-tok-bun tetap tenang dan tidak melakukan gerakan apa-apa, sekalipun mereka mulai berkelana dalam dunia persilatan, itu pun terjadi satu dua tahun belakangan ini, di samping itu orang Ngo-tok-bun paling enggan bekerja sama dengan orang lain, menurut pendapat aku pengemis tua, tak mungkin mereka sampai berkomplot dengan Ouyang Siong sekalian........”

Sesudah berhenti sejenak, dia melanjutkan :

“Hayo jalan, kita pulang dulu baru berbicara lagi.”

“Saudara, apakah kalian hendak pergi dengan begitu saja?” tiba-tiba terdengar suara teguran nyaring menggema tiba.

Ketika berpaling tampak seorang gadis berbaju biru telah berdiri beberapa kaki di belakang mereka dengan wajah yang dingin dan kaku.

“Apakah nona sedang menegur kami?” tanya Pek Bwe kemudian.

“Sudah setengah harian lamanya kalian mengobrol di situ, masa sebelum memberi sepatah dua patah kata pertanggungan jawab, kalian sudah akan pergi dengan begitu saja?”

“Nona berasa dari Ngo-tok-bun?”

Gadis baju biru itu tak lain adalah Gin-kiok, degan dingin segera jawabnya :

“Nama Ngo-tok-bun kurang begitu baik bukan?”

“Ah nona terlalu serius!”

Dengan dingin Gin-kiok mendengus berat-berat kemudian berkata :

“Betul aku adalah orang Ngo-tok-bun, seorang dayang dari Ngo-tok-giok-li. Hey kakek tua, siapa namamu?”

“Lohu she Pek.........”

“Pek apa?” tukas Gin-kiok, “seharusnya kau punya nama bukan?”

“Nona!” tegur Pek Bwe dengan kening berkerut, “usiamu masih begitu muda, kenapa ucapanmu setajam ini? Tidakkah kau merasa bahwa perbuatanmu itu sedikit keterlaluan.”

Gin-kiok tertawa dingin.

“Kami belum pernah mengusik kalian, tapi kalian telah membicarakan seenaknya tentang Ngo-tok-bun kami, apakah itu adil namanya?”

“Lohu Pek Bwe!” selesai berkata, dia lantas putar badan dan berlalu dengan langkah lebar.

Sudah lama ia mendengar tentang kelihaian orang Ngo-tok-bun melepaskan racun, kakek ini dengan memutar badan tadi, ia menarik napas panjang sambil menghimpun segenap tenaga dalamnya untuk bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.

“Berhenti!” tiba-tiba Gin-kiok membentak keras.

“Hmm, Nona, mau apa kau?” dengus Tan Tiang-kim tiba-tiba.

Gin-kiok berpaling dan memandang Tan Tiang-kim sekejap, kemudian tegurnya lagi :

“Siapa pula kau?”

“Aku si pengemis tua adalah Tan Tiang-kim, panggil Ngo-tok-giok-li untuk menghadap diriku.”

Tampaknya masih belum banyak persoalan dalam dunia persilatan yang diketahui Gin-kiok, agaknya dia pun belum tahu siapa gerangan pengemis tua yang bernama Tan Tiang-kim ini.

Sesudah mengerdipkan matanya, dia pun berkata :

“Maksudmu suruh majikan kami menjumpaimu.”

“Dayang cilik yang tak tahu urusan jangan banyak ribut terus, aku si pengemis tua enggan ribut denganmu lantaran aku masih sudi memberi muka kepada Ngo-tok-buncu, mengerti?”

Gin-kiok tertegun untuk sesaat lamanya, selang sejenak kemudian ia baru berkata :

“Baiklah! Harap kalian tunggu sebentar, aku segera mengundang kedatangan Siocia kami......”

Kewibawaan serta kekerenan Tan Tiang-kim jelas telah menggetarkan perasaan Gin-kiok.

Tak lama kemudian Ngo-tok-giok-li dengan berpegangan pada bahu Gin-kiok pelan-pelan berjalan mendekat.

Tan Tiang-kim segera mengulapkan tangannya mengundurkan Yu Lip sekalian, kemudian dengan ilmu menyampaikan suara bisiknya kepada Pek Bwe.

“Saudara Pek, jika dayang itu berani melepaskan racun, kita harus turun tangan dengan sepenuh tenaga, kalau bisa sekali bergerak berhasil menaklukkannya.”

Pek Bwe cukup mengetahui akan kelihaian orang-orang Ngo-tok-bun dalam melepaskan racun, salah-salah besar kemungkinan tubuhnya akan keracunan hebat, maka dia pun manggut-manggut tanda mengerti.

Sementara itu Ngo-tok-giok-li telah menegur sambil tersenyum :

“Locianpwe ini pastilah seorang tokoh sakti dari Kay-pang, bolehkah aku tahu siapa namamu?”

“Aku si pengemis tua adalah Tan Tiang-kim, apakah nona yang bernama Ngo-tok-giok-li?”

“Ya, itulah Boanpwe.”

“Secara tiba-tiba nona muncul di kota Siang-yang, lagi pula secara brutal meracuni orang entah karena urusan apa?”

Ngo-tok-giok-li tersenyum manis, jawabnya,

“Ucapan Locianpwe terlalu serius, kalau Boanpwe betul-betul telah melepaskan racun secara brutal, mengapa yang menjadi korban cuma Be Kui seorang....?”

“Tan Tiang-kim segera terbungkam oleh perkataan itu.

Ngo-tok-giok-li tertawa, kembali ujarnya :

“Tan-locianpwe, aku datang kemari untuk mencari seseorang.”

“Apakah si Dewa Pincang Ui Thong?” sela pengemis tua itu.

“Betul, dia adalah si Dewa Pincang Ui Thong.”

“Aku lihat usia nona masih sangat muda, mana mungkin kenal dengan orang bernama Dewa Pincang Ui Thong?” kata Pek Bwe pula.

“Dewa Pincang Ui Thong adalah seorang sahabat karib dari Buncu kami.”

“Siapa pula Buncu kalian itu?”

“Dia adalah ibuku.”

“Oooh!” Tan Tiang-kim berseru tertahan, “sekalipun nona ingin mencari Ui Thong, tidak sepantasnya kau gunakan racun untuk mencelakai orang.”

“Kalau begitu seharian nona menanti di loteng Wong-kang-lo kemarin tak lain adalah sedang menanti Ui Thong?” sela Pek Bwe.

Ngo-tok-giok-li tertawa pedih, lalu mengangguk.

“Benar, aku mewakili ibuku datang memenuhi janji, mereka telah berjanji untuk saling bertemu di kota Siang-yang hari ini pada sepuluh tahun berselang, tak disangka si Dewa Pincang Ui Thong tidak datang untuk memenuhi janjinya.”

“Nona, tolong tanya apa sebabnya ibumu tidak datang sendiri?”

“Ibuku tak bisa kemari lantaran masih ada urusan lain, itulah sebabnya aku diutus untuk mewakilinya, tapi Cianpwe tersebut telah mengingkari janjinya.”

“Dalam sepuluh tahun yang panjang, pelbagai perubahan besar mungkin saja bisa terjadi, siapa tahu Ui Thong seperti juga ibumu, lantaran ada urusan lain sehingga tak bisa datang.”

“Sekalipun ia tak bisa datang, sepantasnya kalau mencari seseorang untuk mewakilinya, ibuku berkata Ui Thong pandai melihat kejadian di masa mendatang, apa yang dia katakan sudah pasti tak bakal salah lagi.”

“Nona,” kata Tan Tiang-kim pula, sepuluh tahun belakangan ini belum pernah kudengar tentang kabar berita Ui Thong, terus terang saja hal ini merupakan suatu kecurigaan yang besar sekali, bila ia tinggal di sekitar sini, aku si pengemis tua percaya jejaknya pasti dapat ditemukan.”

Ngo-tok-giok-li tampak tertegun untuk sesaat lamanya, kemudian bisiknya agak ragu,

“Maksudmu....... maksudmu........ dia sudah mati.”

“Aku hanya bisa mengatakan, sudah lama tak pernah kudengar kabar beritanya lagi.”

“Mungkin ia sedang melakukan semadi, mungkin juga ia benar-benar sudah ketimpa musibah yang di luar dugaan, dalam hal ini apakah nona telah memikirkannya?” ujar Pek Bwe pula.

Ngo-tok-giok-li segera menggelengkan kepalanya berulang kali.

“Belum, ibuku tak pernah memberitahukan hal-hal sebanyak itu kepadaku, seratus persen dia percaya dengan apa yang pernah diucapkan oleh Ui Thong.”

“Aku tahu Ui Thong memang memiliki banyak kepandaian yang melebihi orang lain,” kata Tan Tiang-kim lagi, “tapi nona, orang yang pandai meramal sering kali tak sanggup untuk meramal nasib sendiri.”

Sekali lagi Ngo-tok-giok-li dibikin tertegun.

“Jadi kalau begitu, dia benar-benar sudah mati,” demikian ia berbisik lirih.

“Sekalipun belum mati, sudah pasti penghidupannya harus dilewatkan dalam keadaan yang kurang menyenangkan,” Pek Bwe menambahkan.

“Dari mana kau bisa tahu?”

“Oooh, aku kan cuma menduga-duga sendiri.”

“Mengapa kau tidak menduga kalau penghidupannya dilewatkan dalam keadaan baik dan senang?”

“Jika dia bisa melewatkan kehidupannya dengan baik dan senang, masa dia bisa sampai mengingkari janji?”

“Soal ini, soal ini....” Ngo-tok-giok-li menjadi tergagap dan tak mampu meneruskan katanya.

“Menurut apa yang kuketahui, dia adalah seorang lelaki yang amat memegang janji, seorang yang bisa dipercaya perkataannya,” Tan Tiang-kim menegaskan.

“Kalau dia bisa dipercaya dan amat memegang janji, kenapa tidak datang memenuhi janji?”

“Itulah yang musti banyak dipikirkan dan dipertimbangkan, Nona.”

“Apalagi yang musti kupertimbangkan?”

“Mengapa Ui Thong tidak datang?”

Ngo-tok-giok-li menghembuskan napas panjang.

“Kalau urusan jadi begini, bagaimana caranya aku memberi pertanggungan jawab kepada ibuku nanti?” keluhnya.

Setelah mendengar sampai di situ, diam-diam Pek Bwe menghembuskan napas lega, pikirnya,

“Kalau begitu, bocah ini bukan berasal dari satu komplotan dengan Ouyang Siong sekalian.”

Sementara itu Tan Tiang-kim berkata :

“Katakan saja terus terang, aku rasa ibumu pasti akan memberi suatu pertimbangan yang bijaksana.”

“Sungguhkah Ui Thong tidak berada di sekitar kota Siang-yang?” sekali lagi Ngo-tok-giok-li bertanya.

Yu Lip yang selama ini membungkam, segera menyela :

“Tidak ada, jika berada di sekitar kota ini jejaknya tak akan lolos dari pengamatan Kay-pang.”

“Kalau begitu, sekalipun kuracuni banyak orang juga tak akan berhasil untuk memaksa orang juga tak akan berhasil untuk memaksa munculnya Ui Thong?”

“Benar! Tan Tiang-kim mengangguk, berapa pun orang yang kau racuni mati, tak nanti bisa mendesak Ui Thong untuk munculkan diri, sebab ia sama sekali tidak berada di sini.”

“Tan-tianglo, aku pernah mendengar nama besarmu dari ibu. Itulah sebabnya aku harap kau bersedia membantu sekali saja.”

“Asal aku pengemis tua bisa melakukan, pasti akan kubantu.”

“Aku minta perkumpulan Kay-pang kalian sudi membantuku untuk mencari Ui Thong, suruh dia dalam setengah tahun mendatang berangkat ke perguruan Ngo-tok-bun di wilayah Siang-see guna berjumpa dengan ibuku.”

“Oooh, ibumu........”

“Kesehatan ibuku kurang baik, aku kuatir........ aku kuatir.........” berbicara sampai di situ, tiba-tiba ia membungkam.

“Baik!” Tan Tiang-kim segera berjanji, “akan kuingat pesanmu itu, aku pasti tak akan membuat kecewanya nona.”

Sekilas rasa sedih tiba-tiba menghiasi wajah Ngo-tok-giok-li, kembali ia berkata :

“Tan-tianglo, masalah ini penting sekali artinya bagiku, semoga kau tidak melupakannya.”

“Aku tak melupakannya!”

“Baik! Aku percaya dengan ucapan Tan-tianglo, biar kumohon diri lebih dahulu.”

“Nona hendak ke mana?”

“Pulang ke Siang-see! Aai...... aku telah menemukan suatu kenyataan, hatiku sedih sekali!”

“Kenyataan apa?”

“Nama perguruan Ngo-tok-bun dari Siang-see dalam dunia persilatan agaknya kurang begitu baik.”

“Yaa! Karena orang-orang perguruanmu terlalu menakutkan, di mana-mana melepaskan racun maka setiap orang yang bertemu dengan anggota Ngo-tok-bun belum-belum sudah jeri tiga bagian.”

Ngo-tok-giok-li menghela napas ringan.

“Aaai.......... ternyata perguruan Ngo-tok-bun kami telah mempunyai nama sebusuk itu dalam dunia persilatan.”

“Beberapa tahun belakangan ini nama Ngo-tok-bun kalian dalam dunia persilatan masih jauh lebih baikan ketimbang sebelumnya, coba kalau kejadian ini berlangsung sepuluh tahun berselang, begitu tahu kalian adalah anggota Ngo-tok-bun, jauh-jauh mereka sudah melarikan diri terbirit-birit.”

Sekali lagi Ngo-tok-giok-li menghembuskan napas panjang.

“Aai.....! Kalau begitu, aku pun tak akan melakukan perjalanan lagi dalam dunia persilatan.”

“Mengapa?”

“Sekarang mereka semua sudah tahu kalau aku adalah anggota perguruan Ngo-tok-bun.....”

“Oleh sebab itu maka nona tidak bersedia untuk melakukan perjalanan lagi dalam dunia persilatan?” sambung Tan Tiang-kim.

“Bila orang lain tak tahu kalau aku adalah Ngo-tok-giok-li, selama melakukan perjalanan dalam dunia persilatan terdapat begitu banyak orang yang memandangku, mengagumi diriku, tapi semenjak Be Kui kuracuni, orang-orang itu seakan-akan tidak menggubris diriku lagi, mereka meninggalkan aku jauh-jauh, mencampakkan diriku ke samping....”

Tan Tiang-kim tersenyum, katanya :

“Nona, apakah kau sangat berharap ada banyak orang yang memandang lagi mengagumi dirimu lagi?”

“Yaa, sesungguhnya kejadian ini aneh sekali. Di kala banyak orang memandangi diriku mengagumi aku hatiku merasa agak muak agak benci terhadap mereka, aku berharap mereka bisa jauh-jauh meninggalkan diriku, tapi sekarang ketika mereka sudah jauh-jauh meninggalkan aku tiba-tiba aku merasa orang lain telah menganggapku sebagai ular beracun, binatang buas. Oooh....... betapa sedihnya hatiku.”

“Nona, pulang saja kau! Beri tahu kepada ibumu, nama Ngo-tok-bun sedang mengalami perubahan, sekarang banyak jago persilatan sedang menilai dan mempertimbangkan kembali nama Ngo-tok-bun dalam hati masing-masing, asal ibumu bisa mengendalikan murid-muridnya agar tidak melukai jago persilatan lagi dengan racunnya, aku percaya dalam waktu singkat kesan orang terhadap kalian pasti akan mengalami perubahan yang besar sekali.”

Ngo-tok-giok-li manggut-manggut.

“Terima kasih Tan-cianpwe atas nasihatmu, aku ingin mohon diri lebih dahulu.”

Pelan-pelan dia membalikkan badan dan melangkah pergi.

“Nona harap tunggu sebentar!” tiba-tiba Pek Bwe berseru.

Ngo-tok-giok-li menghentikan langkahnya seraya berpaling,

“Kau adalah.......”

“Lohu adalah Pek Bwe.”

Ngo-tok-giok-li lantas berpaling ke arah Tan Tiang-kim sambil bertanya lirih :

“Tan-cianpwe, dia seorang yang baik atau yang jahat?”

“Orang baik!”

“Oooh......” sinar matanya dialihkan kembali ke wajah Pek Bwe, kemudian melanjutkan, “Kau ada urusan apa?”

Agaknya gadis itu sudah menaruh kepercayaan yang besar sekali terhadap diri Tan Tiang-kim.

Pek Bwe segera tertawa, ujarnya :

“Nona, karena urusan penting apakah sehingga kau harus mencari Ui Thong? Dapatkah memberitahukan kepada Lohu?”

“Kau kenal dengannya?”

“Kenal!” Pek Bwe manggut-manggut.

“Bagus sekali! Cepat beri tahu kepadaku, sekarang dia berada di mana.....”

“Nona, beberapa bulan berselang Lohu pernah mendengar seorang temanku membicarakan soal Ui Thong, cuma sayang ketika itu Lohu tidak begitu memperhatikan pun tidak bertanya kepadanya, bila nona mencari Ui Thong karena ada suatu persoalan yang luar biasa pentingnya, boleh saja Lohu melakukan perjalanan jauh bagimu untuk mencarikan kabar tentang manusia yang bernama Ui Thong ini.”

Ngo-tok-giok-li termenung sejenak, lalu menjawab :

“Antara Ui Thong dengan ibuku sesungguhnya terdapat urusan apa, aku sendiri pun kurang begitu jelas, cuma aku tahu kalau persoalan ini penting sekali, kalau tidak ibuku tak akan mengutus aku datang kemari, jika kau bisa menemukan jejaknya, kami ibu dan anak tentu akan sangat berterima kasih kepadamu.”

Gagal mencuri ayam, hilang segenggam beras. Sebenarnya Pek Bwe ingin mengetahui apa hubungan antara Ngo-tok-buncu itu dengan Ui Thong, siapa tahu dia malah kena diperangkap oleh Ngo-tok-giok-li sehingga kesulitan tersebut menimpa pula di atas kepalanya :

Pek Bwe pura-pura termenung sejenak, kemudian sahutnya :

“Baik! Lohu akan mencarikan kabar untukmu.”

“Apakah membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperoleh balasannya......?” tanya Ngo-tok-giok-li lagi.

“Yaa!”

“Perlukah kunantikan kabarmu di sini saja.”

“Soal ini aku rasa tidak perlu, lebih baik nona pulang dulu ke Ngo-tok-bun di Siang-see dalam tiga bulan mendatang Lohu pasti akan mengutus orang ke Siang-see untuk memberitahukan berita tentang Ui Thong ini kepadamu.”

“Kau akan pergi sendiri?”

“Jika aku punya waktu tentu akan berangkat sendiri ke Siang-see, tapi kalau tak sempat, terpaksa akan kuminta bantuan dari Kay-pang untuk menyampaikan berita itu ke Siang-see.”

Dengan sepasang mata yang tajam Ngo-tok-giok-li mengawasi wajah Pek Bwe lekat-lekat, wajahnya berubah amat serius, sepasang matanya memancarkan sinar yang tajam sekali, pelan-pelan ia berkata :

“Pek Bwe Locianpwe, kau bisa berada bersama Tan-tianglo dari Kay-pang, ini menunjukkan bahwa kau pun seorang tokoh yang sangat ternama dalam dunia persilatan, ucapanmu berat bagaikan bukit karang......”

Sesudah menghela napas panjang, terusnya :

“Cuma, ibuku bilang dunia persilatan itu licik dan penuh dengan tipu muslihat, aku tak boleh terlalu percaya dengan orang-orang persilatan.....”

Gara-gara datangnya lantaran banyak mulut, kesulitan datang karena banyak urusan, Pek Bwe menyesal sekali atas kelancangannya tadi sehingga berakibat keadaan yang tidak menguntungkan baginya.

Walaupun begitu, perasaan tersebut tak sampai ditampilkan pada wajahnya, sambil tertawa ia bertanya,

“Lantas bagaimana menurut keinginan nona?”

“Hanya ada dua cara, pertama aku akan melepaskan racun ke dalam tubuhmu, kedua Tan-tianglo yang menjamin dirimu.”

“Kau hendak melepaskan racun ke dalam tubuhku?” seru Pek Bwe.

“Benar! Racun tersebut hanya sejenis racun yang bersifat lambat, tiga bulan kemudian daya kerjanya baru mulai kambuh, sampai waktunya aku percaya kau pasti sudah sampai di Siang-see, dengan segala kehormatan kami pasti akan menyambut kedatanganmu, memusnahkan racun dalam tubuhmu bahkan menghadiahkan pula suatu hadiah yang sangat berharga untukmu.”

“Bila kau, si pengemis yang menanggung,” sela Tan Tiang-kim.

“Maka aku pun tak usah meracuni tubuhnya lagi.”

“Kenapa nona begitu percaya kepada aku si pengemis tua.”

“Ibuku pernah bilang, yang satu adalah ketua partai kalian, yang kedua adalah kau Tan-tianglo, masih ada lagi seorang yakni Tiong Ling-kang, Tiong-ciangbunjin dari Bu-khek-bun hanya kalian bertiga yang merupakan manusia-manusia yang bisa dipercaya.”

Tan Tiang-kim segera tertawa.

“Tahukah kau siapa Pek Lo-enghiong ini yang sebenarnya?”

“Siapakah dia?”

“Dia tak lain adalah ayah mertua dari Tiong Ling-kang, Tiong-ciangbunjin dari Bu-khek-bun.”

“Tapi dia bukan Tiong Ling-kang, perlu juga menantunya tampilkan diri untuk menanggung dirinya.”

Hampir saja Pek Bwe mengisahkan peristiwa berdarah yang telah menimpa perguruan Bu-khek-bun, tapi sampai di tengah jalan, niat tersebut segera diurungkan kembali.

Rupanya Tan Tiang-kim mempunyai jalan pikiran yang hampir sama dengan Pek Bwe, setelah mendehem pelan, katanya :

“Nona, tak usah repot-repot, biar aku si pengemis tua saja yang menanggung......”

“Baik! Setelah Tan-tianglo memberikan jaminannya, aku pun bisa berlega hati.”

“Dalam tiga bulan mendatang, Lohu pasti akan mengirim kabar ke Ngo-tok-bun di Siang-see, cuma aku tak berani menjamin berita apakah yang bakal kusampaikan,” janji Pek Bwe.

“Oooh, tentu saja kau tak bisa menjamin harus berita baik.”

“Baiklah! Kalau begitu kita tetapkan saja dengan sepatah kata ini.”

Ngo-tok-giok-li lantas berpaling dan memandang sekejap ke arah Tan Tiang-kim, sesudah itu ujarnya :

“Tan-tianglo, apakah kalian membutuhkan tenaga bantuanku?”

“Aku rasa tak usah merepotkan nona lagi.”

Ngo-tok-giok-li segera tertawa, membalikkan badan dan berlalu dari tempat itu.

Menanti bayangan punggung dari Ngo-tok-giok-li sudah lenyap dari pandangan, Pek Bwe baru menghela napas panjang sambil bergumam :

“Sialan........ benar-benar sialan.”

Tan Tiang-kim segera tertawa.

“Perguruan Ngo-tok-bun sesungguhnya memang merupakan perguruan yang paling sukar dihadapi, Ngo-tok-giok-li bisa diajak berbicara baik-baik, hal ini sudah terhitung bagus sekali.”

Sesudah berhenti sejenak, lanjutnya :

“Benarkah kau mengetahui kabar berita tentang Ui Thong?”

“Yaa, aku tahu!” Pek Bwe mengangguk.

“Sekarang dia berada di mana?”

“Di sekitar kota Siang-yang!”

Tan Tiang-kim segera menghembuskan napas panjang, gumamnya :

“Oooh, rupanya ia benar-benar berada di sini.”

Pek Bwe termenung sejenak, kemudian secara ringkas dia menceritakan kisahnya ketika berjumpa dengan Ui Thong belum lama berselang.

Cuma tentu saja apa yang diceritakan hanya berupa ringkasannya saja, sedang bagian-bagian yang penting di antarannya tetap dirahasiakan dan tak sampai diungkapkan keluar.

Tan Tiang-kim juga tahu kalau manusia yang bernama Ui Thong ini adalah seorang pendekar aneh dalam dunia persilatan.

Cuma saja ia jarang sekali menampakkan diri dalam dunia persilatan.

Berkatalah Tan Tiang-kim :

“Orang ini agaknya sudah lenyap dari dunia persilatan hampir dua puluh tahun lamanya, andaikata hari ini tidak dibicarakan kembali, aku masih mengira dia sudah lama sekali mati.”

“Menyaksikan dia masih hidup segar bugar, aku sendiri pun merasa agak keheranan.”

“Terlepas sudah lamakah dia mengasingkan diri atau tidak, yang pasti pada sepuluh tahun berselang ia pernah berkunjung ke perguruan Ngo-tok-bun dan melakukan perjanjian dengan Ngo-tok-buncu untuk berjumpa di sini hari ini, hal mana menunjukkan bila ia memang betul-betul berada di sekitar kota Siang-yang, tapi anehnya, kalau dia memang berdiam di sini, kenapa tidak datang untuk memenuhi janji?”

“Dalam hal ini, aku sendiri pun tidak habis mengerti.”

“Berbicara soal ilmu silat maupun kepintarannya, manusia yang bernama Ui Thong ini betul-betul merupakan seorang manusia hebat yang jarang ditemukan dalam dunia persilatan, cuma sayangnya dia telah menempuh jalan yang salah.....”

“Jalan salah yang bagaimana maksudmu?” sela Pek Bwe.

“Seandainya sepanjang hidup dia pusatkan semua pikiran dan tenaganya dalam kepandaian silat, orang itu sudah pasti adalah seorang tokoh dunia persilatan yang luar biasa sekali, sekalipun ia mendalami ilmu perbintangan, tidak seharusnya mendalami ilmu-ilmu aneh sebangsa Ngo-heng atau kepandaian lainnya, selain tersebut dia pun tidak semestinya menyelidiki rahasia langit.”

“Menyelidiki rahasia langit?”

“Rahasia langit sukar ditebak dan kepandaian tersebut luar biasa dalamnya, tapi ia toh berhasil juga untuk meraba sampai di situ, tapi justru karena kepandaian itulah, dia telah mencelakai dirinya sendiri.”

“Benar, setelah mengetahui rahasia langit dia pun tak tahan untuk mempermainkannya dan tanpa sengaja membocorkannya keluar, sekalipun perkataannya itu cukup membuat orang panik, tapi justru perbuatannya itu telah mengurangi soal rejeki serta usianya.”

Tan Tiang-kim menghela napas panjang, katanya kemudian :

“Saudara Pek, kau bersiap-siap untuk menyelesaikan persoalan ini dengan cara apa?”

“Aku lihat, terpaksa aku musti pergi menjumpai Ui Thong.”

“Kapan kau akan ke situ?”

“Aku pikir soal ini tak usah terburu-buru dilakukan, berapa waktu yang dibutuhkan anak buahmu untuk sampai di Ngo-tok-bun propinsi Siang-see....?”

“Jika dipakai sistem penyampaian berita secara kilat, aku rasa dalam sepuluh sampai setengah bulan sudah bisa sampai, kalau agak lambatan sedikit bisa mencapai satu bulan lamanya.”

Mendengar perkataan itu Pek Bwe lantas berseru.

“Itu mah terlalu pagi, kalau begitu mari kita selesaikan dulu persoalan ini.”

“Pek-heng menurut pendapatmu, mungkinkah Ngo-tok-giok-li akan meninggalkan Siang-yang?”

“Masa dia masih akan tinggal di tempat ini?”

“Itulah yang kurisaukan, aku kuatir kalau dia enggan meninggalkan tempat ini.....”

“Sepintas lalu dia tampaknya masih seorang gadis yang suci dan bersih, cuma lantaran di atas kepalanya masih tercantum huruf Ngo-tok (panca racun) maka kelihaiannya jadi seram dan berbeda sekali, tapi menurut penglihatan Siaute, agaknya dia masih belum ketempelan kebiasaan dunia persilatan yang buruk.”

“Justru karena itu dia masih memiliki kepolosan serta kelincahan seorang gadis murni, oleh karena dia belum memahami baik buruknya dunia persilatan, maka aku baru kuatir bila ia sampai dipergunakan orang lain sehingga terperosok ke jalan yang sesat.”

Sesudah berhenti sejenak, dia melanjutkan,

“Ngo-tok-giok-li belum memahami bahayanya dunia persilatan, pun belum tahu tentang liciknya hubungan antara manusia dengan manusia, seandainya ada orang memberi tahu kepadanya bahwa ia bisa mencarikan Ui Thong untuknya, dia sudah pasti akan membatalkan niatnya untuk pergi meninggalkan tempat ini, dia pasti akan dipergunakan tenaganya oleh orang lain, bayangkan saja, bukankah hal ini bisa terjadi secara mudah?”

“Kemarin di tempat ini kujumpai ada seorang nyonya setengah umur menemaninya, tak nyana pada hari ini si nyonya telah diganti dengan seorang dayang muda.”

Tan Tiang-kim berpaling memandang sekejap ke arah Yu Lip, lalu bisiknya lirih,

“Yu-toucu, kirim beberapa orang murid kita yang paling jempolan untuk menguntil di belakangnya, begitu menjumpai ada orang-orang mencurigakan yang mendekatinya, segera laporkan kejadian itu kepadaku.”

Yu Lip segera mengiakan dan membalikkan badan untuk beranjak pergi dari situ.”

“Saudara Tan!” bisik Pek Bwe, “tampaknya gadis itu seperti amat menuruti perkataanmu......”

“Aku pun telah berpikir sampai ke situ,” tukas Tan Tiang-kim, “kita tidak mempergunakan dirinya, tapi kita pun tak boleh mempergunakan orang lain menggunakan tenaganya, sebab Ngo-tok-bun adalah suatu perguruan yang sangat menakutkan.”

“Orang persilatan masih mempunyai perasaan keder dan takut terhadap orang Ngo-tok-bun, jika Ngo-tok-giok-li sampai tergaet oleh Ouyang Siong sekalian, sudah pasti hal ini akan merupakan suatu kesulitan besar buat kita.”

“Itulah sebabnya kita harus berusaha dengan sepenuh tenaga untuk mencegah hal ini.”

Pek Bwe manggut-manggut.

“Sekarang mari kita pulang dulu sambil menunggu kabar dari Yu-toucu......”

“Baru saja kedua orang itu berlalu, dari belakang sudut rumah makan tiba-tiba muncul seorang pemuda.

Ia mengenakan sebuah topi kain yang besar dan lebar, topi itu dikenakan rendah-rendah sehingga menutupi di bawah alis matanya, sebagian besar wajahnya tersembunyi di balik topi lebar tersebut.

Orang itu bukan lain adalah Cu Siau-hong.

Cuma ia melakukan penyaruan yang sangat jitu dan sempurna, sehingga meski berdiri berhadapan dengan Pek Bwe, belum tentu si kakek tersebut bisa mengenali identitasnya dalam waktu singkat.

Dengan pandangan cepat Cu Siau-hong memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian dengan langkah cepat maju ke depan.

Arah yang diambil tak lain adalah arah di mana Ngo-tok-giok-li berlalu tadi.

Ia berjalan dengan langkah cepat, setelah menyeberangi dua buah jalan besar, akhirnya dia menemukan sebuah rumah penginapan.

Seorang pelayan sedang menuntun dua ekor kuda berjalan keluar dari pekarangan penginapan.

Di belakangnya mengikuti dua orang, mereka tak lain adalah Gin-kiok serta Ngo-tok-giok-li.

Cu Siau-hong sempat mencuri dengar pembicaraan yang dilangsungkan antara Tan Tiang-kim dengan Pek Bwe tadi, dia sudah mengetahui betapa pentingnya arti Ngo-tok-giok-li buat mereka, maka ia bertekad untuk menyelidikinya secara diam-diam, akan dilihat ke mana perginya Ngo-tok-giok-li sepeninggal dari kota Siang-yang ini.

Tapi ia tidak menyangka kalau Ngo-tok-giok-li sedemikian cepatnya mengambil keputusan untuk meninggalkan kota Siang-yang.

Cu Siau-hong sempat menyaksikan betapa lihaynya Ngo-tok-giok-li melepaskan racun kejinya, dia tahu bila orang ini sampai dipergunakan oleh Ouyang Siong sekalian, maka gadis itu benar-benar merupakan seorang musuh tangguh yang amat menakutkan, oleh karena itu Cu Siau-hong bertekad untuk menghalangi agar kejadian semacam ini jangan sampai terjadi.

Di luar dugaan, ternyata Ngo-tok-giok-li benar-benar berniat untuk pergi meninggalkan Siang-yang.

Baru saja dua orang gadis itu hendak naik kuda, tiba-tiba seseorang menghampirinya dengan langkah cepat.

Cu Siau-hong yang menyaksikan kehadiran orang itu segera merasakan hatinya amat terkejut, dengan suatu gerakan cepat dia lantas menyelinap ke samping untuk menyembunyikan diri.

Ternyata orang munculkan diri itu tak lain adalah Boan-ko-hui-hoa Kiau Hui-nio adanya.

Dengan langkah cepat Kiau Hui-nio berjalan ke hadapan Ngo-tok-giok-li, kemudian sambil tersenyum ujarnya :

“Benarkah nona berasal dari Ngo-tok-bun?”

Dengan gerakan cepat Ngo-tok-giok-li berpaling dan memandang sekejap ke arah Kiau Hui-nio, setelah diketahui kalau orang itu adalah seorang perempuan, sikapnya segera berubah menjadi jauh lebih lembut dan lunak.

“Siapa kau?” tegurnya kemudian.

“Aku she Kiau, orang lain memanggilku Hui-nio!”

“Kiau Hui-nio? Aku tidak kenal denganmu.”

“Aku mengerti,” sambung Kiau Hui-nio cepat, “cuma apa salahnya kalau tidak saling mengenal? Sekali berjumpa masih asing dua kali bertemu tentu akan hafal, sekarang kita baru saja berjumpa, bila pembicaraan sudah dilangsungkan, bukankah kita akan saling kenal?”

“Mau apa kau datang mencariku?”

“Konon nona datang kemari untuk mencari seseorang, benarkah itu?”

Ngo-tok-giok-li manggut-manggut.

“Benar, dari mana kau bisa tahu?”

“Aku mendengarnya dari seorang temanku.”

“Oooh......!” seru Ngo-tok-giok-li, dia melanjutkan gerakannya melompat naik ke atas kudanya.

“Nona mau apa?” Kiau Hui-nio segera menegur.

“Pulang ke rumah!”

“Kalau begitu, kau tidak jadi mencari si Dewa Pincang Ui Thong?” buru-buru Kiau Hui-nio berseru.

“Aku sudah titipkan persoalan ini kepada orang lain serta suruh menyampaikan kepadanya agar datang menjumpai ibuku.”

“Si Dewa Pincang Ui Thong tinggal di sekitar kota Siang-yang, sekarang kau telah datang tapi ia tak mau munculkan diri, apalagi jika suruh orang yang mengabarkan kepadanya, kau kira dia bersedia pergi menemui ibumu.......?”

Tertegun juga Ngo-tok-giok-li sesudah mendengar perkataan itu, selang sejenak kemudian ia baru bertanya :

“Apakah kau tahu si Dewa Pincang Ui Thong tinggal di mana?”

“Yaa, aku tahu!”

“Dia berada di mana? Bersediakah kau untuk mengajakku pergi menjumpainya?”

“Tentu boleh saja, cuma tempat tinggalnya tak bernama, aku pun sulit untuk mengutarakannya keluar.”

“Oooh! Jadi kau pernah berjumpa muka dengannya?”

Kiau Hui-nio segera tertawa,

“Ngo-tok-bun kalian termasyhur karena racunnya yang lihay, setiap orang persilatan pada jeri kepadamu, jika aku tidak memiliki keyakinan, buat apa kudatang kemari mencari penyakit buat diri sendiri.........”

Ngo-tok-giok-li termenung sesaat lamanya, kemudian baru berkata lagi :

“Bagaimana caranya agar aku bisa bertemu sendiri dengannya?”

“Ooo......! Itu mah soal gampang, aku bisa menghantarmu untuk pergi menjumpainya!”

“Berapa jauh jaraknya antara tempat ini dengan tempat tinggalnya?”

“Tidak terlalu jauh, pun tidak terlalu dekat, kurang lebih enam tujuh puluh li! Tempat itu adalah sebuah lembah kecil, si Dewa Pincang Ui Thong tinggal di dalam lembah kecil itu.”

Cu Siau-hong yang bersembunyi di sudut ruangan menjadi terkesiap sesudah mendengar perkataan itu, pikirnya :

“Orang ini benar-benar pandai berbohong, sebenarnya jarak tempat itu dengan Siang-yang cuma tiga puluh li, apalagi nasib Ui Thong sampai sekarang masih merupakan suatu tanda tanya besar, jelas Boan-ko-hui-hoa Kiau Hui-nio mempunyai rencana dan intrik busuk.......”

Rupanya ucapan Kiau Hui-nio yang begitu bersungguh-sungguh telah menarik perhatian Ngo-tok-giok-li, sesudah termenung beberapa saat lamanya, ia lantas bertanya :

“Kau benar-benar bersedia untuk membawaku ke sana?”

Kiau Hui-nio segera tertawa lebar.

“Nona!” serunya, “aku lihat usiamu masih sangat muda, mengapa sifatmu begitu banyak curiga?”

“Aku sedang berpikir, mengapa kau harus membantu aku? Toh kita tak pernah saling mengenal antara yang satu dengan lainnya.”

Sekali lagi Kiau Hui-nio tertawa.

“Bila kujawab hal ini lantaran keinginanku untuk menolong sesamanya, mungkin nona tak akan percaya, semua orang tahu orang-orang Ngo-tok-bun paling lihay dalam kepandaian melepaskan racun yang bikin setiap orang merasa keder, semua kawan persilatan tak ingin mengusik atau mencari urusan dengan kalian!”

“Soal ini, aku sudah tahu!”

“Aku bersedia membantumu tentu saja ada syaratnya pula!”

Perempuan ini memang luar biasa sekali, dia pandai melihat gelagat dan membawa pembicaraan menurut keadaan yang sedang dihadapinya, kata-kata yang manis dan meyakinkan segera membuat Ngo-tok-giok-li mempercayai seratus persen.

Setelah manggut-manggut, Ngo-tok-giok-li berkata :

“Kalau begitu katakanlah! Apa syaratmu itu?”

“Dalam perguruan Ngo-tok-bun kalian terdapat beribu-ribu cara untuk melepaskan racun, bahan racun yang dimiliki pun tak terhitung jumlahnya, tapi aku pernah mendengar orang berkata bahwa di dalam Ngo-tok-bun hanya terdapat dua macam benda paling berharga yang tak mungkin akan diberikan kepada orang lain.........”

Sekali lagi Cu Siau-hong yang bersembunyi di balik dinding rumah merasakan hatinya terkesiap, pikirnya :

“Benar-benar lihay sekali! Sistem yang digunakan ini betul-betul sempurna dan luar biasa, bukan saja membuat orang tidak curiga, bahkan mempercayainya seratus persen, bagaimana mungkin Ngo-tok-giok-li bisa menangkan si rase tua tersebut?”

Terdengar Ngo-tok-giok-li tertawa ringan, sahutnya sambil manggut-manggut :

“Coba katakanlah, dua macam benda yang mana saja itu?”

“Konon di dalam Ngo-tok-bun terdapat sejenis pil penawar yang bernama Ban-ing-ciat-tok-wan, obat tersebut dapat menawarkan pelbagai macam racun yang ada di dunia ini, entah benarkah kabar tersebut?”

Ngo-tok-giok-li manggut-manggut.

“Benar!” sahutnya, “memang terdapat pil semacam ini.”

“Selain itu terdapat pula sejenis bubuk obat yang dinamakan Sin-sian-wang-yu-san (bubuk dewa pun melupakan duka).......”

Belum lagi perempuan itu menyelesaikan kata-katanya, Ngo-tok-giok-li telah menggelengkan kepalanya berulang kali sambil berkata :

“Kalau yang ini mah tak bisa kuberikan kepadamu.”

“Kenapa?”

“Ibuku telah masukkan bubuk Sin-sian-wang-yu-san tersebut ke dalam sejenis obat terlarang, setiap anggota perguruan dilarang mempergunakan bubuk obat itu, apalagi memberikannya kepada orang lain.”

“Bagi anggota perguruan kalian tentu saja tak menjadi soal sekalipun dilarang mempergunakan bubuk obat tersebut, sebab cara kalian untuk melepaskan racun terlalu banyak.”

“Syarat lain yang kau ajukan bisa jadi dapat dipenuhi, tapi bubuk Sin-sian-wang-yu-san tersebut tak mungkin bisa kupenuhi.”

“Baiklah! Tegasnya saja aku terangkan bahwa syaratku adalah sepuluh butir penawar Ban-ing-ciat-tok-wan serta sepuluh bungkus bubuk Sin-sian-wang-yu-san, kalau kau tak sanggup memberikan kepadaku, lebih baik kau saja yang mengajukan pergantian syarat lain.”

Ngo-tok-giok-li termenung beberapa saat lamanya, setelah itu ujarnya :

“Maksudmu, kau bersedia membawaku untuk pergi menjumpai Ui Thong?”

“jika kau menginginkan sepuluh butir pil penawar Ban-ing-ciat-tok-wan, bisa saja kupenuhi permintaanmu itu, tapi aku tak mampu untuk memberikan bubuk Sin-sian-wang-yu-san tersebut, bagaimana jika kuganti bubuk tersebut dengan sepuluh butir Ngo-tok-wan saja?”

“Oooh..........!”

“Kalau berbicara menurut kadar racun yang digunakan, kemampuan Ngo-tok-wan tersebut sama sekali tidak berada di bawah keampuhan bubuk Sin-sian-wang-yu-san tersebut!” Ngo-tok-giok-li menerangkan.

Setelah termenung sebentar akhirnya Kiau Hui-nio mengangguk.

“Baiklah! Kapan nona bermaksud untuk menyerahkan obat-obat itu kepadaku?”

“Sebenarnya sekarang juga aku hendak serahkan dulu obat-obat itu kepadamu, tapi kita baru berhubungan untuk pertama kalinya, jadi mau tak mau aku harus bertindak lebih berhati-hati, sebab itu obat tersebut baru bisa kuberikan kepadamu bila telah bertemu dengan Ui Thong nanti.”

Sekali lagi Kiau Hui-nio termenung beberapa saat lamanya, kemudian dia pun mengangguk.

“Baiklah! Apakah nona masih ada urusan lain yang hendak diselesaikan dahulu?”

“Tidak ada,” Ngo-tok-giok-li menggelengkan kepalanya, sekarang juga kita boleh berangkat.”

“Perjalanan yang bakal kita tempuh adalah suatu jalan gunung yang sempit dan penuh tanjakan, lebih baik nona tinggalkan saja kudamu itu di sini....”

“Kita harus berjalan kaki?”

“Benar! Kita akan berjalan kaki.”

“Baiklah, Gin-kiok, kirim kembali kuda-kuda itu ke dalam rumah penginapan!”

Gin-kiok segera mengiakan dan membawa kembali kedua ekor kuda itu ke dalam rumah penginapan.

“Nona!” bisik Kiau Hui-nio kemudian, “tahukah kau, apa sebabnya Ui Thong tidak datang memenuhi janji?”

“Aku tidak habis mengerti, di sebagai seorang Locianpwe mengapa mengingkari janjinya sendiri.”

“Itulah dikarenakan ada banyak orang hendak membunuhnya, maka dia tak berani datang.”

“Siapa saja yang hendak membunuhnya?”

“Menurut apa yang kuketahui, Kay-pang dan Pay-kau telah mengirim jago-jago lihaynya ke kota Siang-yang, konon mereka sengaja dikirim kemari untuk membunuh Ui Thong!”

No comments: