Thursday 29 January 2009

Pena Wasiat 24

Oleh : Tjan ID

Cu Siau hong termenung dan berpikir sejenak, setelah itu sahutnya dengan cepat:
"Baik! Aku akan menuruti perkataanmu itu''
"Sebagai seorang pemuda yang bebas dan tak suka terikat, dia memang tidak begitu ambil perduli terhadap segala persoalan yang tetek bengek, maka begitu selesai berkata pedangnya lantas diputar dan melancarkan sebuah tusukan langsung ke depan.

Dengan cekatan nona cantik berbaju hijau itu miririgkan badannya kesamping) mendadak sambil membalikkan badannya dia menerjang maju kemuka.
Dengan cepat tangan kanannya diayunkan kemuka menotok jalan darah yang berada dilengan kanan.
Cu Siau hong terperanjat, dengan cepat dia mundur beberapa langkah kebelakang, pedangnya segera diputar dan balas memba-cok kepinggang musuh .....
Gerakan tubuhnya ini tidak terhitung terlampau cepat cuma rasa takutnya terhadap senjata tajam tidak besar dan lagi cara penggunaan waktunya jitu sekali.
itulah sebabnya serangan gadis itu menjadi hebat dan lihaynya bukan kepalang.
Nona berbaju hijau itu tertawa ringan, sekali lagi dia maju kedepan untuk mendesak, sebuah tendangan segera diayunkan menyepak pergelangan tangan kanan anak muda itu.
Dengan kening berkerut Cu Siau hong segera berpikir:
"Budak ini benar-benar tidak mauinya nyawanya lagi, aku musti memberi sedikit pe-lajaran kepadanya...'
Gerakan pedangnya yang sedang memyambar ke depan itu segera diarahkan untuk menyerang lutut si nona tersebut.
Dimana pedangnya itu bergerak, dengan telak bersarang telak ditubuh lawan sehingga terdengarlah suara benturan yang memekikkan telinga.
Cu Siau hong agak tertegun.
Kiranya tendangan yarg dilancarkan oleh nona cantik berbaju hijau itu dengan tepat sekali berhasil menendang pergelangan tangan kanan si anak muda itu.
Akibat dari tendangaa itu, pedang ditangan kanan Cu Siau hong segera mencelat ke udara dan terlepas dari genggaman.
Sambil tertawa nona cantik berbaju hijau itu berkata:
Cu Siau hong sekarang kau tidak berpedang lagi, terpaksa kita harus melanjutkan pertarungan ini dengan tangan kosong melawan tangan kosong'
Cu Siau hong maju kedepan, kemudian tegurnya.
�'Nona, apakah dibalik pakaianmu tersimpan tameng besi?�
"Coba kau lihat apakah aku mirip seseorang yang mengenakan tameng besi dibalik pakaianku. ?"
"Paling tidak aku dapat mambedakannya dengan pasti, nona bukan mengandalkan tenaga khikang untuk menyambut bacokan itu."
"Tapi toh aku tidak seharusnya memberi tahukan kepadamu apa alasannya bukan?"
Mendadak dia maju sambil melepaskan serangkaian serangan gencar, semua gerak serangannya itu dilancarkan dengan kecepatan seperti terbang.
Buru-buru Cu Siau hong mengerakkan tangannya untuk menangkis dan membendung datangnya serangan si nona baju hijau yang gencar dan berantai datangnya itu...
Ilmu silat yang dimiliki gadis itu lihay dan aneh, mendatangkan semacam tenaga desakan yang besar sekali, untung saja ilmu silat yang dimiliki Cu Siau hong pun beraneka ragam, setiap kali keadaannya terdesak dan jiwanya terancam mara bahaya, dia selalu melepaskan sebuah serangan yang aneh sekali.
Semua kejadian ini berlangsung amat cepat bukan saja dengan mudah sekali pemuda itu dapat melenyapkan ancaman bahaya yang tiba didepan mata, lagi pula dalam posisi yang terdesak kadangkala dia masih sanggup untuk membalikkan keadaan.
Kenyataan ini bukan saja membuat nona cantik berbaju hijau itu menjadi kejut bercampur heran, sekalipun Cu Siau hong sen-diripun merasakan hatinya bergetar keras.
Hal ini membuktikan bahwa kalau hanya mengandalkan hasil latihan Cu Siau hong selama belasan tahun beserta ilmu silat dari aliran Bu khek bun, dia masih bukan tandingannya.
Tapi ilmu silatnya yang beraneka ragam, yang dipelajarinya dari atas kitab pedang tanpa nama beserta ilmu silat yang dipelajarinya dari si dewa pincang justru memiliki suatu kemampuan yang luar biasa sekali, setiap serangan yang dilancarkan, selalu berhasil memaksa nona cantik berbaju hijau itu merasa terkejut bercampur keheranan, juga dapat membuat serangan si nona yang gencar dan dahsyat seakan-akan kena terbendung seluruhnya.
Sekalipun gadis itu sudah melancarkan serangan dengan menggunakan serangan yang tangguhnya sebanyak sepuluh gebrakan, meski ke sepuluh buah serangan itu membuatnya berada di posisi yang lebih menguntungkan, akan tetapi semua serangan tadi berhasil diatasinya dengan sempurna.

Sekarang, satu-satunya kepandaian silat yang belum dicoba oleh Cu Siau hong adalah beberapa jurus serangan aneh yang diperolehnya dari ketua Kay pang.
Makin bertarung Cu Siau hong merasakan hatinya semakin terperanjat, ia telah merasa bahwa ilmu silat yang dimiliki gadis berbaju hijau itu tampaknya masih jauh diatas kepandaian Keng Ji kongcu ....
Sebaliknya nona cantik berbaju hijau itu pun makin bertarung merasa semakin takut, dia merasa ilmu silat yang dimiliki Cu Siau hong bagaikan bukit yang tinggi atau samudra yang dalam, membuat orang hampir bolen dibilang tak dapat meraba asal usulnya.
Mendadak gadis berbaju hijau itu menghentikan serangannya dan melompat mundur sejauh lima depa lebih, setelah itu ujarnya dingin:
"Cu Siau hong, mari kita berhenti seje-nak''
"Maksud nona.."
"Ada beberapa macam persoalan, seka-rang aku ingin menanyakan lebih dahulu kepadamu"
"Baik, akan kudengarkan pertanyaanmu itu dengan sebaik-baiknya"
"Sesungguhnya kau ini anak murid dari perguruan Bu khek bun atau bukan?''
"Sudah tentu aku adalah murid perguruan Bu khek bun yang asli, apa maksud nona dengan mengajukan pertanyaan ini?'
"Tapi mengapa aliran ilmu silat yang kau gunakan sama sekali tidak mirip dengan aliran ilmu silat dari Bu khek bun?"
"Ooya.. ?"
"Terus terang kukatakan, ilmu silat yang dimiliki oleh orang-orang Bu khek bun telah kami ketahui dengan jelas, sekalipun harus menghadapi dengan berpejam mata aku masih sanggup untuk menghadapinya, tapi buktinya sekarang, setiap kali aku berhasil mencapal posisi yang menguntungkan dan kemenangan sudah berada didepan mata, kau selalu menggunakan jurus serangan yang aneh untuk memunahkan peluangku untuk merebut kemenangan itu dan sebaliknya malah mendesak diriku, padahal jurus pukulan dan jurus telapak tangan yang kau pergunakan sama sekali tak pernah kujumpai sebelumnya, dan selagi serangan yang kau lancarkan secara tiba-tiba itu sungguh membuat orang tak habis berpikir"'
Cu Siau hong tertawa setelah mendengar ucapan itu, katanya:
"Nona, tentunya aku tak akan menerangkan lebih dahulu jurus serangan macam apa-kah yang hendak kulakukan sebelum serangatn itu benar-benar kulancar-kan bukan?"
"Tentu saja kau tak perlu mengutarakan nya keluar, cuma ilmu silat yang kau perguna-kan itu sudah pasti bukan jurus-jurus si-lat dari aliran Bu-khek-bun"
"Nona, pentingkah persoalan itu bagimu?"
'Sudah barang tentu penting sekali"
"Nona, akupun ingin mengajukan satu pertanyaan kepadamu?"
''Pertanyaan apa?"
"Ilmu silat yang nona miliki itu berasal darimana?'
"Dari suhuku"
"Siapakah suhumu itu? Dia bernama siapa dan sekarang berada di mana?"
Nona cantik berbaju hijau segera menghela napas panjang, sahutnya pelan:
"Sekarang aku tak dapat memberi tahukan hal ini kepadamu lagi, karena saat ini aku sudah tidak mempunyai keyakinan untuk membinasakan dirimu lagi"
"Nona, nama besar suhumu pun tidak bersedia kau katakan, tapi kau minta kepadaku untuk menerangkan asal usul dari il-mu silatku, tidakkah kau rasakan bahwa caramu itu sedikit keterlaluan?"
"Perbuatan ini bukan suatu perbuatan yang keterlaluan, aku hanya merasa keheranan saja'
'Aku tak ambil perduli berapa banyakkah pertanyaan yang terkandung didalam hatimu, tapi yang pasti adalah aku tak akan menjawab semua pertanyaanmu itu'
"Mengapa?"
"Sebab kita bukan berteman, melainkan bermusuhan!"
Nona cantik berbaju hijau itu menghela napas panjang, katanya kemudian dengan suara pelan:
"Cu Siau hong, bila aku gagal untuk membunuhmu, aku kuatir tak berani pulang untuk memberikan pertanggungan jawabku dihadapan suhu"
Oya?"
Ketika masih berada didepan guru, aku sudah terlanjur sesumbar pasti dapat membawa batok kepalamu pulang ke rumah"
"Apakah kalian sudah tahu kalau Keng Ji kongcu mati ditanganku?"
"Benar! Kami mempunyai suatu cara penyampaian berita yang amat istimewa, dengan cepat kami dapat mengrtahui akan kejadian tersebut"
"Nona aku rasa lebih baik kau pulang saja! Memandang rendah ilmu silatku toh bukan suatu dosa atau kesalahan yang akan berakibat dijatuhi hukuman mati'
Nona cantik berbaju hijau itu segera tertawa katanya:
"Cu Siau hong, apakah kau merasa bahwa aku masih bukan tandinganmu? '
" Aku berpikir demi nona ....''
"Berpikir apa demi diriku?"
"Bagi nona kejadian semacam ini sesuug-guhnya merupakan suatu perbuatan yang sa-ngat tidak menguntungkan"
"Kau takut akan melukai diriku?"
"Sekalipun kita akan sama-sama terluka, tapi buat apa nona musti berbuat demikian'
Nona cantik berbaju hijau termenung be-berapa saat lamanya, kemudian berkata:
"Aaai, kenapa sih kau musti berpikir begitu banyak bagi seorang musuh seperti aku ini?"
Cu Siau hong mengangkat bahunya sambil menjawab:
'Soal ini mah.... aku rasa mungkin dikarenakan akupun merasa agak takut kepadamu!"
"Takut aku akan melukai dirimu?" sambung si nona berbaju hijau itu sambil tersenyum manis.
"Tepat sekali' Aku memang berpikir demikian"
"Kalau begitu kau memandang tinggi diriku?"
"Benar!"
Pelan-pelan nona cantik berbaju hijau itu menundukkan kepalanya rendah-rendah, ucapnya.
"Terima kasih banyak Cu kongcu, bagaimanapun juga aku tak bisa tidak harus membalaskan dendam bagi kematian Keng-Ji kong cu"

Sebenarnya Cu Siau hong bermaksud untuk menghindarkan diri dari suatu pertarungan yang tidak bermanfaat dan kalau bisa menundukkan lawannya dengan kata-kata agar dia mau pulang saja..
Kemudian secara diam-diam dia akan mengutus orang untuk menguntilnya secara diam-diam, sehingga sarang mereka dapat ditemukan. .
Walaupun perhitungannya itu cukup baik, tapi sayang budak itu agaknya sukar un-tuk masuk perangkap.
Cu Siau hong tak dapat membedakan sikap gadis itu apakah sedang berpura-pura atau bersungguh hati, terpaksa dia tertawa dan berkata.
'Maksud nona, diantara kita berdua harus ditentukan siapa yang bakal mati dan siapa yang bakal hidup?"
"Tidak perlu harus dibedakan antara hidup dan mati, paling tidak kita dapat menentukan siapa yang menang siapa yang kalah, bila aku yang kalah maka hal ini membuktikan kalau ilmu silatku masih belum cukup untuk dipakai membalas dendam, dengan begitu akupun akan merasa hatiku sedikit a-gak lega''
'Seandainya menang?"
''Seandainya beruntung aku yang menang, maka hal ini akan sulit sekali...!'
''Bagaimana sulitnya?"
"Pertama, aku tak tahu bagaimana harus menghukum dirimu, juga tidak tahu bagaimana caranya untuk mengatasi persoalan ini."
"Terhadap aku, rasanya nona tak usah terlalu susah untuk memikirkannya, bila kau yang menang maka itulah saat yang terbaik bagimu untuk membalaskan dendam bagi kematian Keng Ji kongcu."
"Tapi. . ...'
"Tapi apa?".
"Akupun segan untuk membunuhmu!"
Cu Siau hong segera tertawa hambar, katanya.
"Nona, jika kau sudah bertekad untuk menentukan siapa menang siapa kalah diantara kita berdua paling tidak sekarang kau masih tak perlu untuk memikirkan banyak persoalan seperti itu"
"Menangkanlah diriku lebih dulu nona sebelum kau putar otak untuk menyelesaikan masalah tersebut"
"Baiknya, sampai waktunya kita baru rundingkan kembali bagaimana baiknya ..."
Diam-diam Cu Siau hong berpikir dalam hatinya.
"Budak ini amat lembut, tapi ucapannya tegas dan tanpa aturan, sungguh mendatangkan perasaan apa boleh buat bagi orang yang menghadapinya...'
Dengan cepat kedua orang itu terlibat kembali dalam suatu pertarungan amat seru.
Situasi sewaktu pertarungan itu berlangsung tentu saja jauh berbeda sekali dengan keadaan sewaktu mereka berdua sedang berbincang-bincang tadi..
Cu Siau hong telah melancarkan serangan dengan sepenuh tenaga, semua ancamannya dilepaskan dengan kecepatan bagaikan sambaran petir, pads hakekatnya setiap jurus serangannya boleh dibilang sanggup merenggut nyawa lawan.
Ilmu pedang yang dimiliki gadis berbaju hijau itupun lihay sekali, selain ganas dan rapat, hampir seluruh badannya dilindungi oleh selapis cahaya pedang yang sangat tebal.
Walaupun Cu Siau hong telah melancar-kan serangan dengan sepenuh tenaga, tapi ilmu pedangnya selalu tak berhasil menembusi lapisan pertahanan dari lawannya ini.
Malahan justru nona berbaju hijau itu yang kerap sekali melancarkan dua buah serangan balasan yang memaksa Cu Siau hong berada dalam posisi yang berbahaya sekali.
Tapi Cu siau hong sendiripun selalu dapat melancarkan serangan dengan jurus pedang yang sangat aneh, serangan dahsyat itu selalu memaksa gadis berbaju hijau itu mundur sejauh beberapa langkah dari posisi semula ....
Dalam waktu singkat seratus gebrakan lebih sudah lewat, namun menang kalah masih juga belum bisa ditentukan.
Sin jut serta Kui meh yang mengikuti jalannya pertarungan itu hanya bisa berdiri tertegun dan mata terbelalak lebar.
Menyaksikan pertarungan sengit yang begitu hebatnya sedang berlangsung didepan mata, tanpa terasa kedua orang itu berpikir didalam hati:
"Sekalipun Kay pang tianglo sendiri yang turun tangan menghadapi lawan, mungkin tiada orang mampu untuk menahan serangan pedang kilat dari gadis itu, tapi Cu Siau hong sanggup menghadapinya hei .... anak muda ini benar-benar hebat sekali"
Tapi yang membuat kedua orang itu tidak habis mengerti adalah keanehan dari ilmu pedang yang digunakan Cu Siau hong, mereka rasakan gerakan pedang itu terlalu mendadak dan aneh sukar diduga, membuat orang merasa tak tahu serangan tersebut bakal datang dari mana.
Tapi sebagian besar jurus pedang yang dipergunakannya memiliki jurus yang amat teratur.
Sebaliknya jurus pedang yang digunakan gadis cantik berbaju hijau itu lebih hebat lagi, semua jurus serangan yang dipergunakan boleh dibilang merupakan serangan-serangan yang ganas.
Makin menonton kedua orang itu merasa semakin tidak habis mengerti, makin me-mandang semakin pikuk rasanya.
"Traang....'' mendadak terdengar suara benturan nyaring yang menimbulkan percikan bunga api, ternyata sepasang pedang itu sudah saling membentur satu sama lainnya.
Tenaga dalam yang dimiliki kedua orang itu berada dalam keadaan seimbang, karenanya kedua belah pihak tak ada yang mau saling mengalah, namun menang kalah juga tak dapat ditentukan.
Setelah sepasang pedang itu saling mem-bentur satu sama lainnya, tiba-tiba Cu Siau hong mengayunkan tangan kirinya melancarkan sebuah serangan kilat.
Serangan itu dilancarkan dengan suatu gerakan yang aneh sekali, walaupun gadis berbaju hijau itu sudah mengangkat tangannya untuk menangkis, ternyata ancaman tersebut gagal untuk dibendung.
''Blaaaamm....!'' benturan keras menggema, bahu kiri nona cantik berhaju hijau itu terkena sebuah serangan dengan telak.
"Nona cantik berbaju hijau itu mundur beberapa langkah dengan sempoyongan akibat dari serangannya itu.
Kelihatannya Cu Siau hong memiliki kesempatan yang baik sekali untuk melancar-kan serangan, akan tetapi Cu Siau hong sama sekali tidak manfaatkan kesempatan baik tersebut.

Hal ini bukan dikarenakan Cu Siau hong berniat untuk mengampuni selember jiwa musuhnya, melainkan karena dalam perasaannya dia merasa sudah tak sempat lagi untuk melepaskan serangan.
Sambil melintangkan pedangnya didepan dada, nona cantik berbaju hijau itu mengawasi wajah Cu Siau hong lekat-lekat, kemudi-an ujarnya pelan-pelan:
''Benar-benar sebuah pukulan yang sangat lihay!"
"Maaf, maaf. . . ."
Nona cantik berbaju hijau itu menghela napas panjang, dia masukkan kembali pe-dangnya kedalam sarung, lalu berkata:
"Aku benar-benar sudah kalah, aaai .... seranganmu itu datangnya benar-benar lihay sekali, sama sekali diluar dugaan siapapun"
"Nona akhir dari pertarungan ini baik bagi diriku maupun bagi nona, merupakan suatu akhir yang paling baik'
"Ucapanmu memang benar, cuma akupun ada beberapa patah kata hendak menasehati dirimu"
"Silahkan disampaikan!''
"Imu pedang yang Cu kongcu miliki memang amat lihay, terutama beberapa jurus di antaranya, sungguh amat dahsyat dan memi-liki kemampuan yang luar biasa, sehingga mendatangkan perasaan diluar dugaan bagi lawannya, namun jarak antara satu jurus serangan dengan jurus serangan yang lain terasa banyak sekali terdapat peluang yang kosong"
"O ya ?"
"Keadaan tersebut seakan-akan sebuah mata rantai yang sangat kuat sekali, namun sayang antara mata rantai yang satu dengan mata rantai yang lain diikat oleh tali rami belaka, hal mana mendatangkan suatu perasaan yang kosong yang berbahaya sekali, sebab didalam suatu pertarungan yang hebat, peluang-peluang semacam ini justru akan memberikan peluang bagi lawan untuk memanfaatkannya dengan segera"
Cu Siau hong manggut-manggut tanda mengerti.
Gadis cantik berbaju hijau itupun berkat-a lebih jauh:
'Bagaimanapun rapatnya perubahan jurus pedang yang lihay, dalam suatu pertarung-an sengit, hal mana merupakan suatu titik kelemahan bagi Cu kongcu"
"Terima kasih banyak untuk petunjuk dari nona itu"
Gadis cantik berbaju hijau itu menghela napas panjang, katanya lebih jauh:
'' Setelah berlangsungnya pertarungan tadi, aku percaya bahwa kau memang mempunyai kesempatan untuk membunuh Keng Ji Kongcu, tapi aku tidak habis ne-ngerti, kenapa dia dapat mati dengan begitu gampang.''
Diam-diam Cu Siau hong merasa terperanjat juga, pikirnya kemudian dengan cepat.
"Kalau didengar dari nada ucapan budak ini, agaknya dia masih merasa curiga sekali atas kematian dari Keng Ji kongcu tersebut."
Berpikir demikian, dia lantas berkata:
"Keng Ji kongcu benar-benar telah tewas ditanganku, jika dalam kebun raya Ban hoa wan masih terdapat anggota organisasi mu yang menyaksikan jalannya pertarungan tersebut, aku percaya mereka dapat memberitahukan hal ini kepada nona" .
"Aku percaya kau memiliki kemampuan untuk membunuh Keng Ji kongcu, tapi aku tidak habis mengerti didalam keadaan se-perti apakah dia bisa mati terbunuh dita-nganmu?'
"Nona, ilmu pedang Keng Ji kongcu memang lihay, tapi bagaimanakah bila dibandingkan dengan kepandaian nona?"
"Seharusnya dia lebih sempurna dan bertenaga daripada aku, mungkin hanya dalam soal kelincahan saja yang dia masih kalah sedikit daripada diriku.."
"Apakah ilmu pedang nona dan Keng ji kongcu berasal dari satu sumber yang sama?"
"Benar"
"Kalau memang begitu, dapatkah nona memperhitungkan sendiri, apakah didalam jurus-jurus ilmu pedang kalian itu terdapat kemungkinan yang menyebabkan kematian dari Keng Ji kongcu?"
"Kalau berbicara dalam satu jurus gebrakan saja, kau memang memiliki kemampu-an untuk merenggut jiwanya, akan tetapi jika ilmu pedang itu dirangkaikan satu dengan lainnya, aku rasa kesempatan bagimu untuk membunuhnya tidaklah terlalu besar"
Cu Siau hong tertawa hambar.
"Nona!" katanya, "jika aku merangkaikan dua jurus serangan pedang yang sama-sama dahsyatnya menjadi satu, akan muncul akibat macam apakah nantinya?"
"'Tentu saja akan makin dahsyat sekalipun masih belum cukup untuk dipakai membunuh Keng Ji kongcu"
Sekali lagi Cu Siau-hong tertawa.
"Seandainya dia tidak terlalu keras ke-pala dan ingin menonjolkan kemampuan-nya, mungkin aku benar-benar tak mampu untuk membinasakan dirinya.'
Nona cantik berbaju hijau itu terme-nung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian pelan-pelan dia berkata:
"Jadi dia beradu kekerasan''
Cu Siau-hong segera mengangguk.
Nona cantik berbaju hijau itu segera berkata lagi:
"'Sudah hampir tiga tahun lebih kami tak pernah saling bersua muka, sungguh tak kusangka kalau dia akan berubah menjadi begitu takabur dan gegabah, baginya hal mana betul-betul merupakan suatu kejadian yang mengesankan sekali"
"Nona, masib ada satu hal entah kau telah memikirkannya atau belum?"
"Persoalan apa?."
"Dia sangat bernapsu sekali ingin membunuh aku" .
"Akibatnya dia malah kena kau bunuh?"
''Benar! Dia memang terlampau terburu napsu, aku rasa kemungkinan besar dia mempunyai banyak persoalan yang mencekam perasaannya, membuat dia merasa menderita sekali sehingga mesti buru-buru membunuhku agar hatinya dapat menjadi tenang kembali, aku rasa kemungkinan besar hal ini disebabkan dia telah membocorkan rahasia bahwa kebun raya Ban hoa wan merupakan sebuah kantor cabang, maka dia ingin buru-buru membuat pahala untuk menebus dosanya ini"
"Aaai .....! Mungkin saja memang benar, sebab peraturan kami memang terlampau ke-tat dan keras"
Diam-diam Ca Siau hong berpikir kem-bali didalam hati.
''Tampaknya budak ini seorang manusia yang terlalu teliti dan pintar, jika aku bisa mengusahakan sesuatu untuk mengorek keterangan dari mulutnya, mungkin sedikit ba-nyak aku akan lebih memahami tentang organisasi rahasia ini"

Berpikir demikian, dia lantas berkata:
"Nona, sekarang diantara kita masih ada urusan apa lagi?'
'Aku sudah mengaku kalah maka kau masih ingin masa kau masih ingin memaksakan sesuatu pertarungan lagi."
"Itu sih tidak, aku hanya merasa ilmu pedang nona . . ..."
"Ilmu pedangku terlalu jelek?" tukas si nona cantik berbaju hijau itu cepat.
"Aaah tidak! dibandingkan dengan Keng Ji kongcu, agaknya ilmu pedang yang nova miliki masih jauh lebih hebat'
"Sungguh mencorong sinar terang dari balik mata nona cantik berbaju hijau itu.
"Sungguh, ketika membunuh Keng Ji kongcu, aku mengandalkan ilmu pedang yang sebenarnya, sama sekali tidak menggunakan siasat licik atau akal muslihat"
Nona cantik berbaju hijau itu menghela napas panjang katanya.
''Cu Siau hong hari ini aku kalah, tapi masih ada besok, lusa, kali ini aku secara khusus datang ke kota Siang yang, persoalan terpenting yang hendak kulakukan adalah untuk membinasakan dirimu, sebelum berhasil membunuhmu aku tak akan pergi meninggalkan tempat ini."
Cu Siau hong segera tertawa.
"Nona, apakah diantara kita berdua harus diakhiri dengan suatu pertumpahan darah yang tak ada gunanya?" dia berseru.
''Cu Siau hong, coba pikirkan bagiku, apa yang musti kulakukan sekarang? Bila a-ku tidak membunuhmu bagaimana aku musti memberikan pertanggungan jawabku kepada suhuku nanti, bagaimana pula tanggung jawabku terhadap suhengku yang telah mati?"
`Setelah membunuh aku, dia juga tak a-kan hidup kembali, bukankah begitu...?" sambung Cu Siau hong.
"Benar ..... '
"Apa lagi nona juga tidak memiliki keyakinan untuk psati berhasil membunuhku''
"Aku sungguh tak sanggup membunuhmu, itu berarti hanya ada satu cara untuk menyelesaikan persoalan ini, yakni kau yang membunuh aku"
"Andaikata aku hendak membalaskan dendam bagi Bu khek bun, hal ini memang se-pantasnya kulakukan, tapi sayang dalam hatiku sama sekali tidak terkandung rasa dendam kesumat yang demikian dalam`
"Cu Siau hong, akupun tak ingin membunuhmu, aku jarang sekali melakukan perja-lanan dalam dunia persilatan, orang yang kukenal juga tidak terlalu banyak, akibat dari pertarungan yang barusan berlangsung ini dari asing kita telah saling mengenal, Aaai ....! Seandainya kau tidak membunuh Keng Ji kongcu, kemungkinan besar kita dapat menjadi seorang sahabat yang baik sekali?"
"Nona, bila kau tak dapat menghilangkan rasa dendam kesumat yang mencekam didalam hatimu, sukar buat kita untuk berkumpul bersama"
"Sekarang, diantara kita memang tak bisa berkumpul dalam keadaan damai dan tenang, aku tak dapat membalaskan dendam bagi Keng Ji kongcu, terpaksa aku harus membunuh diriku sendiri''
Mendadak terpancar keluar perasaan ka-gum diatas wajah Cu Siau hong, katanya dengan cepat:
"Nona, kau benar-benar hendak mati demni Keng Ji kongcu?"
Gadis cantik berbaju hijau itu manggut-manggut.
"Benar!" sahutnya. "aku sudah merupa-kan calon istrinya, sekarang dia telah mati, tentu saja aku harus membalaskan dendam bagi kematiannya itu'
"Baik nona, kau boleh pergi sekarang, besok jika kita bersua lagi, persoalan ini kita selesaikan lagi sampai tuntas''
'Aku telah membunuh beberapa orang anggota Kay pang, aku yakin mereka pasti akan datang mencariku untuk membalas dendam, konon kau mempunyai hubungan yang baik dengan pihak Kay pang, aku rasa kau dapat menasehati mereka dengan beberapa patah kata!"
"Apa yang harus kukatakan kepada mereka?"
"Jangan biarkan mereka datang mencari aku untuk membalas dendam, mulai sekarang akupun tak akan mencari mereka lagi, aku tak akan membunuhi orang-orang mereka, Nah, tengah hari besok aku akan menantikan kedatanganmu ditempat ini"
"Menunggu aku?" tukas Cu Siau hong.
Gadis cantik berbaju hijau itu manggut-manggut.
'Benar, aku akan mengirim kereta kudaku menjemput dirimu"
''Hanya aku seorangkah yang boleh datang?"
"Tidak. kau boleh membawa seorang lagi, seorang sahabat yang paling kau percayai!"
"Oooh . . ."
"Tahukah kau kenapa aku berbuat demikian?"
"Tidak tahu"
"Didalam pertarungan yang akan berlangsung besok, salah seorang diantara kita bakal ada yang mampus, jika kau sampai mati di ujung pedangku, sahabatmu itu akan membereskan jenazahmu"
Cu Siau hong manggut-manggut.
Sebelum ia sempat menjawab, gadis can-tik berbaju hijau itu telah berkata lebih lanjut.
"Aku akan menyiapkan sebuah peti mati, diantara kita berdua mayatnya boleh dimasukan ke dalam peti mati itu"
"Lalu dikubur?
"Tak usah, bila aku yang mati, mereka dapat membawa peti matiku itu untuk diku-bur ke tengah kebun raya Ban hoa wan dikumpulkan menjadi satu dengan jenasah calon suamiku, sedang mengenai kau pun boleh berpesan kepada sahabatmu itu untuk membereskan urusan terakhirmu itu"
Nona ini memang lemah lembut dengan suara yang halus dan lembut, padahal dibalik kelembutan tersebut, justeru terdapat semangat yang tinggi serta hati yang ke-ras seperti baja.
Setelah manggut-manggut, pelan-pelan Cu Siau hong berkata lagi:
"Baik! Kita akan tetapkan dengan sepa-tah kata ini!"
Nona cantik berbaju hijau itu segera membungkukkan badannya memberi hormat, katanya:
"Kalau begitu, siau-moay akan berangkat selangkah lebih duluan"
Sambil membalikkan badannya, pelan-pelan dia berlalu dari tempat tersebut .....

Memandang bayangan punggung nona berbaju hijau yang menjauh itu, Cu Siau-hong menghembuskan napas panjang, semua rasa kesal di dalam dadanya segera dilampiaskan keluar.
Kui-meh Ong Peng cepat memburu datang dengan langkah lebar, bisiknya lirih:
"Saudara Cu, besok apakah kau benar-benar akan datang kemari?"
Cu Siau hong manggut-manggut.
"Yaa, tentu saja akan datang! Aku telah salah menilai tentang dirinya..." ia menyahut.
"Padahal untuk menghadapi musuh kita tak usah terlalu memegang janji.. "ucap Ong Peng.
Sementara itu terdengar suara derap kaki kuda bergerak menjauh, rupanya nona berbaju hijau itu telah berhasil memperbaiki keretanya dan berlalu dari situ.
Dalam pada itu, Cu Siau hong segera menggelengkan kepalanya berulang kali, u-jarnya:
"Saudara Ong, aku tak bisa berbuat demikian, walau nona itu kelihatannya seder-hana dan polos, tapi pendidikan yang diterimanya penuh dengan ketegasan dan keke-rasan, selain dari pada itu kepandaian silat yang dimiliki maupun senjata rahasia tak bersuara yang diandalkannya membuat gadis itu memiliki daya kemampuan membuat gadis itu memiliki daya kemampuan yang mengerikan sekali, jika aku tidak datang menepati janji, niscaya hal mana a-kan memancing ingatannya untuk melaku-kan pembunuhan secara besar- besaran"
'Saudara Cu, maksudku tak ada salahnya jika kita melakukan sedikit persiapan untuk menghadapi kenyataan tersebut, dewasa ini kekuatan Kay pang yang berada dikota Siang yang cukup kuat dan tangguh, kamipun mempunyai beberapa orang Tianglo yang berkumpul disini, kenapa Cu kongcu tidak merundingkan dulu persoalan ini dengan Tan -tianglo dari perkumpulan kami sehingga kita dapat pula menyiapkan suatu perangkap?"
'Cara inipun kurang baik, menurut pendapat siaute, kutemukan meski nona ini keras kepala namun dia masih memegang teguh akan prinsip-prinsip kehidupan yang sewajarnya, bila kita dapat menaklukkan dia, hal mana justru akan lebih bermanfaat lagi daripada kemenangan yang bisa kita raih dari ilmu silat"
Ong Peng manggut-manggut berulang kali.
Jelas dia sudah kena ditundukkan oleh perkataan dari Cu Siau hong itu.
Setelah menghela napas panjang, Cu Siau hong berkata lagi.
"Besok aku bermaksud untuk mengajak serta dirimu untuk memenuhi janji tersebut"
'Bagaimana dengan aku?" dengan cepat Tan Hong bertanya.
'Nona itu toh sudah berkata dengan sejelas-jelasnya, dia hanya mengijinkan dua orang belaka?"
-ooo0ooo-
BAGIAN 31
AAAI...!" Tan Heng menghela napas panjang, "sesungguhnya budak ini memang lihay sekali. diluar wajahnya dia kelihatan seperti polos dan suci bersih tapi sebetulnya banyak akal muslihat yang dimilikinya, ia berjanji untuk menunggumu esok siang disini, bahkan mengirim kereta untuk menjemputmu, dalam sopan santun hal ini tampaknya amat memenuhi syarat, padahal sesungguhnya dia hendak mengawasi kita, semula kita yang mengawasi gerak geriknya menjadi berbalik kita malah yang dia awasi"
Cu Siau hong manggut-manggut setelah mendengar ucapan tersebut sebab ia merasa apa yang dikatakan memang benar.
''Cu-heng adalah seorang lelaki sejati yang jujur dan berjiwa terbuka" kata Tan Heng lagi, "sekalipun tak ingin bermaksud untuk mencelakai orang, paling tidak toh kau musti berjaga-jaga terhadap niat jahat orang untuk mencelakai dirimu"
"Apa yang musti kucegah?"
'Paling tidak saudara Cu harus berjaga-jaga kalau sampai dia mengatur siasat busuk didalam kereta itu untuk menjebakmu"
''Ehmmm... hal ini merupakan bahan yang patut dipertimbangkan" Cu Siau hong segera manggut-manggut.
Setelah terhenti sejenak, ia melanjutkan:
"Saudara Tan, saudara Ong, siaute mempunyai satu permintaan, aku harap kalian berdua sudi untuk mengabulkannya."
"Silahkan saudara Cu utarakan keluar." -kata Ong peng cepat.
''Sekembalinya ke kota Siang yang nanti, kuharap kalian berdua sutra melimpahkan semua tanggung jawab terhadap peristiwa yang baru terjadi tadi diatas tubuhku, biar aku saja yang menghadapi pertanyaan-pertanyaan mereka, setuju bukan"
''Maksud saudara Cu, kami tidak diperkenankan untuk berbicara?"
"Betul! Suruh mereka tanyakan saja langsung kepadaku!"
"Terhadap orang lain, bisa saja kami berbuat demikian, tapi seandainya Tan ti-anglo yang menanyakan persoalan itu..."
"Kalau begitu terangkan saja secara gamblang, katakan kalau aku tidak berharap kalian menerangkan duduk persoalan yang sesungguhnya, maka jika ingin bertanya, bertanya langsung kepadaku"
Ong Peng segera menghembuskan na-pas panjang, ucapnya kemudian:
"Baiklah! Kami akan meluluskan permintaanmu ini"
Cu Siau hong segera manggut-manggut, katanya lagi:
"Aku tahu peraturan dari Kay pang ketat dan keras, cuma ada sementara persoalan tidak baik kalau diperdebatkan oleh kalian, maka dari itu biar aku yang terangkan, sebab hal ini mungkin akan lebih bisa diterima oleh mereka"
"Baik, kami meluluskan permintaan itu'' Dengan cepat mereka bertiga berangkat kembali ke kota Siang yang.
Sepanjang jalan Cu Siau hong telah menyusun rencana yang padat, dia bermaksud untuk berunding dulu dengan Pek Bwee, kemudian dari mulut Lik Hoo, Ui Bwee dan Ang Bo tan berusaha untuk mencari tahu siapa gerangan nona berbaju hijau itu, kemudian baru pergi menjumpai Tan -Tiang kim.
Ternyata semua kejadian yang kemudian berlangsung sama sekali diluar dugaannya, baru masuk pintu gerbang, Pek Bwee dan Tan-Tiang-kim telah menantikan kedatang-annya disana.
Dari sini dapat dibuktikan kalau pihak Kay-pang maupun Pek-Bwee sangat mengua-tirkan keselamatannya.
Tapi hal mana justru mempengaruhi ren-cana Cu Siau hong, membuat semua jawab-an yang sebetulnya telah dipersiapkan itu menjadi porak poranda tak karuan.
Sambil tertawa Tan Tiang-kim segera ber-kata.

"Cu sauhiap, ciangbunjin perguruan Bu -khek-bun serta Kay-pang pangcu telah menhantikan kedatanganmu, silahkan masuk ke-dalam ruangan tengah ....!"
Didalam ruangan duduk menanti Ui lo pangcu serta Tang Cuan.
Sikap Ui pangcu amat sungkan sekali, dia segera bangkit berdiri seraya menjura.
"Silahkan duduk!"
Tan Heng dan Ong Peng tidak ikut masuk, di dalam ruangan itu hanya terdapat lima orang yakni Ui pangcu, Tang Cuan, Pek Bwee, Tan Tiang kim ditambah Cu -Siau hong.
Sesungguhnya dlsekitar meja memang telah tersedia lima buah kursi, jelas hal ini memang sudah diatur semenjak semula.
Dua orang angkatan muda Kay pang segera datang menghidangkan air teh, kemudian de-ngan cepat mereka mengundurkan diri sekalian merapatkan pimu ruangan.
Setelah meneguk air teh dan tertawa, Ui lo pangcu berkata:
"Cu sauhiap, sudah kau jumpai nona itu?
"Sudah, sudah kujumpai!" sahut Cu Siau hong sambil manggut-manggut.
"Ada sebelas orang anggota Kay pang yang tewas oleh sergapan mautnya yang sama sekali tak ditemukan bukti kejahatannya."
"Tentang soal ini boanpwe telah berhasil menyelidikinya" sahut Cu Siau -hong dengan cepat, "sesungguhnya mereka sudah terkena semacam rumput hijau yang amat lihay, barang siapa terkena, mereka akan jatuh tak sadarkan diri, Tang Heng serta Ong Peng dari Kay pang juga telah terluka oleh duri beracun tersebut"
"Aaaai ..... sungguh tak disangka kalau di dunia ini benar-benar terdapat rumput hijau semacam ini.
Ditinjau dari ucapan tersebut, jelas pang-cu tua dari Kay pang ini telah menduga ke sana.
"Lo pangcu, nona itu berasal dari satu organisasi dengan pihak kebun raya Ban hoa wan" kembali Cu Siau hong melaporkan.
Ui -lo pangcu segera manggut-manggut.
"Cu kongcu apalagi yang telah ia bicarakan dengan dirimu?" dia bertanya.
Cu Siau hong termenung beberapa saat lamanya, kemudian katanya.
"Ketika kita membakar kebun raya Ban hboa wan sehingga menimbulkan ledakan dari minyak yang mereka tanam di bawah tanah, entah dari berapa orang yang turut tewas dalam peristiwa itu"
''Cara kerja kita memang agak keji, bila kita tidak berbuat demikian, mustahil ke-bun raya Ban hoa wan bisa kita punahkan.
''Adapun kedatangan si nona ke Siang -yang kali ini adalah untuk membalas dendam"
"Membalas dendam? Membalas dendam untuk siapa? Bagi semua orang yang berada didalam kebun raya Ban hoa wan"
"Dia bukan pembunuh yang dikirim da-tang" tukas Cu Siau hong. "bila dia ada-lah orang yang diutus organisasi tersebut untuk menghadapi kita, tak mungkin hanya dia seorang yang dikirim kemari, juga tak mungkin dia akan datang secara terang-terangan"
"Kalau begitu dia adalah ....?"
"Semacam pembalasan dendam untuk kepentingan pribadi" jawab Cu Siau hong ce-pat, "dia hendak membalaskan dendam bagi kematian suhengnya juga merupakan bakal suaminya"
"0rang itu adalah . . ."
"Keng Ji kongcu !"
"Kalian telah membicarakan persoalan i-ni ?" tanya Tan Tiang kim.
''Benar! Telah kami perbincangkan"
"Lantas ba.galmana dengan penyelesaian-nya?"
"Telah kuakui kalau Keng Ji kongcu memang tewas ditanganku, kamipun telah bertarung satu kali, namun tidak berhasil me-nentukan siapa menang siapa kalah, oleh karena itu kami berjanji akan melangsungkan sebuah pertarungan sengit lagi esok siang''
''-Cu kongcu, dalam menghadapi masalah ini Kay Pang tak bisa berpeluk tangan be-laka, besok kami akan mengutus beberapa orang untuk melakukan perjalanan bersama mu''
"Tak usah" tampik Cu Siau hong sambil menggeleng, dia menantang aku untuk bertvarung satu lawan satu.. ."
"Siau hong" tukas Tang Cuan decngan cepat, persoalan ini toh bukan urusanmu seorang, paling tidak kami tak bisa berpeluk tangan belaka, berbicara soal dendam sakit hati, kamipun sudah seharusnya mencari dia, besok aku akan mengikutimu pergi kesana."
'Tang suheng, besok aku boleh membawa satu orang, tapi orang itu seharusnya anggota Kay-pang"
"Hanya membawa seorang?" tanya Tan Tiang kim.
'Benar! hanya membawa seorang, orang itu sudah kupilih, mohon pangcu suka me-ngabulkannya"
"Siapakah orang itu?"
"Ong Peng!"
"Kui meh Ong peng?"
"Yaa, benar!"
'Cu kongcu, seperti yang kita maklumi, mereka adalah suatu organisasi yang amat besar, dan lagi cara kerja mereka amat kejam dan brutal, bagaimana seandainya mereka persiapkan jebakan? Niat untuk mencelakai orang tak boleh ada, tapi kewaspadaan terhadap alat busuk orang tak boleh hilang, aleh karena itu aku sipengemis tua menganjurkan agar kita bicarakan persoalan ini secara baik-baik, lalu kirim lebih banyak orang untuk menghadapinya.."
"Tidak bisa Tan cianpwe, aku telah mengabulkan permintaannya untuk datang seorang diri untuk memenuhi janji tersebut, aku tak ingin melanggar perjanjian ini."
"Soal ini, soal ini...."
''Tiang kim dalam peristiwa ini tak usah kau risaukan" tiba-tiba Ui lo pangcu menukas.
Buru-buru Tan Tiang kim membungku-kkan badannya memberi hormat.
"Tiang kim turut perintah!"
Ui pangcu manggut-manggut,ujarnya.
"Baiklah Cu kongcu, bawalah serta Ong peng, selain itu akupun menyetujui keinginanmu untuk memberikan semua hak dan kekuasaan atas persoalan ini kepadamu, walaupun dia telah membunuh belasan orang anggota Kay pang, namun kamipun sudah banyak membunuh orang-orang mereka, tentang persoalan ini pihak Kay pang boleh saja tidak menuntut apa-apa."
'Terima kasih lo pangcu"
Sorot matanya segera dialihkan ke atas wajah Tang Cuan, kemudian melanjutkan:
''Ciangbun suheng, siaute mohon kepada suheng agar meluluskan pula permintaan siaute itu"
Tang Cuan menghela napas panjang.
"Aaaai....sebetulnya kau boleh tak usah mengikatkan diri dengan peraturan perguru-an, sebelum suhu menghembuskan napas yang penghabisan, beliau juga menyetujui hal ini, cuma Siau hong, bagaimanapun juga aku tak perlu tahu dengan cara apakah kau hendak menghadapi persoalan ini, tapi kaupun tak boleh mewakili Bu khek bun untuk meme-nuhi permintaan yang diajukan orang itu"
"Tentang soal ini, siaute pasti tahu diri, tak perlu ciangbun suheng risaukan"
"BAIK kalau begitu pergilah! Cuma Siau--hong, kau musti berhati-hati dalam menghadapi persoalan ini"
"Terima kasih atas perhatian suheng"
"'Siau hong, menurut pesan suhu menjelang ajalnya, kau boleh tak usah terikat oleh peraturan perguruan Bu khek bun, oleh karena itu akupun tak akan berpesan apa--apa kepadamu, hanya aku yang menjadi suhengmu mempunyvi suatu pengharapan, entah bolehkah aku mengutarakannya keluar?"
Buru-buru Cu siau hong bangkit berdiri kemudian menjura dalam-dalam, sahutnya:
"Perkataan dari Ciangbun suheng terlalu serius, siaute tidak berani, bila ada persoalan harap sampaikan saja secara berterus terang."
''Walaupun tiada peraturan perguruan yang mengikatmu, tapi sebagai seorang le-lakisejati, kau harus tahu bagaimana ca-ranya menyayangi diri sendiri, bagaimana pun juga kau toh berasal dari perguruan Bu-khek-bun"
"Siaute akan mengingatnya selalu, aku pasti akan setiap hari mengingat pesan suheng ini, paling tidak dalam menghadapi setiap masalah aku harus teringat dulu pada kepentingan perguruan"
Tang Cuan merasa puas sekali, katanya sambil tertawa:
'Jit sute, aku tahu kau berasal dari keluarga sastrawan, sekalipun memiliki il-mu silat yang tinggi otakmu penuh pula dengan aneka macam pengetahuan, kata-kata semacam itu mungkin saja tak perlu banyak kukatakan."
"Setiap nasehat suheng merupakan kata-kata yang tak ternilai harganya" sambung Cu Siau-hong cepat-cepat.
Ui pangcu yang duduk dikursi utama tiba-tiba menghela napas panjang, katanya:
"Tang ciangbunjin, aku si pengemis tua pun ada beberapa patah kata hendak di sampaikan kepada dirimu"
Tang Cuan segera bangkit berdiri dan menjura dalam-dalam, sahutnya dengan cepat:
"Lo-pagucu, kau tak usah sungkan-sungkan, silahkan kau utarakan, boanpwe akan mendengarkan dengan seksama" ,
"Tang ciangbunjin, tahukah kau apa se-babnya menjelang ajalnya tiba, suhumu telah melepaskan Cu Siau-hong dari belenggu peraturan Bu-khek-bun?"
"Tentang soal ini ..... tentang soal ini... boanpwe bodoh, masalah ini kurang kupahami"
'Hal ini dikarenakan suhumu memang mempunyai kemampuan untuk menilai orang."
Jelaskan perkataan itu belum selesai diutarakan, namun secara tiba-tiba Ui pangcu menghentikan kata-katanya dan tak berbicara lagi.
"Mohon lo-pangcu suka memberi penjelasan' buru-buru Tang Cuan berseru kembali.
'Orang yang luar biasa dikala menghadapi persoalan yang luar biasa, ada kalanya harus menggunakan pelbagi cara dan tindakan yang melanggar garis-garis bijaksana, bila terlalu mengikat diri pada peraturan yang ketat maka besar kemungkinan kalau hal ini justeru akan merugikannya daripada suatu keberuntungan"
'Oooh ...."
"Oleh karena itu, aku si pengemis tua beranggapan, ada sementara persoalan perlu dilimpahkan semua hak dan kekuasaan kepadanya sehingga dia bisa bertindak menurut selera dan keinginannya sendiri"
Kembali Tang Cuan manggut-manggut.
"Dalam ini dunia persilatan sedang menghadapi suatu badai pembunuhan yang luar biasa sekali, perubahan besar yang berlangsung kali ini sama sekali berbeda dengan keadaan dimasa-masa lampau, sudah banyak orang yang terbunuh, namun kita masih belum tahu siapakah pihak lawan, bila kita harus menghadapi persoalan yang luar biasa ini dengan tindak tanduk yang jujur dan lurus, aku rasa banyak kesempa-tan baik yang tak bisa dimanfaatkan dengan sebaiknya, maksud dari aku si pengemis tua tentunya dapat dipahami oleh Tang ciang-bunjin bukan?"
"Boanpwe agak mengerti!"
Agak mengerti berarti masih ada hal yang kurang jelas.
Sebagaimana diketahui, Tang Cuan adalah seorang yang berpikir lurus, ia merasa kurang begitu cocok dengan apa yang dikatakan oleh Ui pangcu barusan.
Ui lo pangcu adalah seorang yang sangat berpengalaman, sudah barang tentu diapun dapat menduga kecurigaan diatas orang, sambil tertawa ia lantas berkata lagi:
`Tang ciangbunjin, ambil contoh dengan peristiwa penyerbuan yang menimpa Bu khek bun kalian, coba kalau kita tidak pergunakan sedikit otak dan kecerdasan, dapatkah kita ketahui siapa pembunuh yang sebenarnya?"
Tang Cuan menjadi tertegun dan tak sanggup menjawab lagi.
"Kita ambil contoh dengan diri Cu Siau hong," kata Ui lo pangcu lebih jauh, seandainya dia tidak diberi kebebasan untuk menghadapi perubahan situasi dengan kehendak hatinya, kau anggap dia punya berapa bagian kesempatan untuk melanjutkan hi-dupnya'
Kembali Tang Cuan dibikin tertegun.
Masalah ini merupakan suatu contoh yang amat jelas dan gamblang, terhadap manusia yang suka menyergap dan main curang kita memang tak bisa menghadapinya dengan jalan yang jujur, lurus dan terbuka.
Menyaksikan Tang Cuan sudah tak sang-gup untuk menghadapi keadaan tersebut, Pek Bwee segera menyela.
"Perkataan dari lo pangcu bagaikan gun-tur yang membelah bumi disiang hari bo-long, cuma Siau hong sesungguhnya adalah seorang manusia yang sama sekali belum berpengalaman, namun dia telah menampilkan kecerdasan yang luar biasa, juga telah melakukan beberapa persoalan yang amat berat, sekalipun dibalik kesemuanya itu fak-tor keuntungan merupa-kan pangkal kesuksesannya. Tapi nasib manusia toh tidak selamanya mujur terus."
Ui Lo pangcu tertawa katanya.
"Lote, kau anggap keberhasilan itu terpe-ngaruh pula dari soal kemujuran?"
"Menurut aku si pengemis tua, seharusnya hal ini termasuk semacam kecerdasan, semacam kecerdasan yang muncul karena bakat alam, bakat alam semacam ini bukan setiap orang dapat mempelajarinya.''
Pek Bwee menjadi tertegun, dia tahu Ui pangcu amat mengagumi kemampuan Cu Siau hong, namun sama sekali tak menyangka kalau dia begitu memandang tinggi akan kemanpuannya.

Bukan cuma Pek Bwee saja yang merasa kan hal ini sebagai suatu kejadian yang sama sekali diluar dugaan, sekalipun Tan Tiang kim dan Tang Cuan juga merasa tertegun.
Setelah menghembuskan napas panjang, pelan-pelan Pek Bwee berkata:
"Lo pangcu, dia kan masih seorang bocah, janganlah kau terlalu memanjakan dirinya"
'Ui pangcu segera tertawa, katanya:
"Sudah hampir dua puluh tahun lamanya aku si pengemis tua mengamati perkemba-ngan dunia persilatan, akhirnya kujumpai juga munculnya suatu badai besar dalam dunia persilatan?
Sorot matanya segera dialihkan ketubuh Cu siau hong, setelah itu sambungnya:
'Aku si pengemis tua juga telah bertemu dengan pemuda ini, seorang pemuda yang merupakan tumpuan harapan dari seluruh umat persilatan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran .... '
Beberapa patah kata itu terlampau berat, membuat Cu Siau hong merasakan peluh dingin bercucuran membasahi seluruh tubuhnya, buru-buru dia bangkit berdiri sembari ber-kata:
"Lo pangcu, boanpwe tak berani menerima sanjunganmu itu"
Ui pangcu kembali tertawa, katanya:
"Nak, duduklah dulu, mari kita berbicara secara baik-baik"
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan "Tentunya kau sudah pernah bersua de-ngan si Dewa pincang Ui Thong bukan?"
"Benar, boanpwe telah menjumpainya"
''Kenapa? Apakah lo pangcu kenal dengan nya?" seru Pek Bwee.
"Dia adalah seorang adik tongku, kepan-daiannya memang lumayan, tapi ia selalu berusaha untuk melawan takdir, dengan kepandaiannya dia ingin mencegah terjadinya takdir pada manusia, meski di usia tuanya agak menyesal, sayang keadaan sudah terlambat, tidak banyak umat persilatan yang bisa memahami dirinya"
"Banyak sekali yang dia bicarakan dengan diriku" kata Cu Siau hong, "sayang sekali dia sudah ........"
Ui pangcu segera menggoyangkan tangan nya berulang kali mencegah Cu Siau hong berkata lebih lanjut, setelah menghela napas panjang katanya:
"Didalam kehidupannya selama ini banyak penderitaan yang telah dialaminya, terlalu banyak pula yang dipikirkan, dia i-ngin ribut dengan manusia, ingin menen-tang suratan takdir, untuk membangun ru-mah diatas pohon saja entah berapa banyak pikiran yang telah dicurahkan kesana dan pun menyelidiki pelbagai ilmu aneh dengan harapan bisa menemukan sesuatu"
"Apa yang berhasil dia peroleh?" tanya Pek Bwe cepat.
"Ia tak berhasil menemukan apa-apa, Aku pernah menasehatinya agar dia sedikit tahu diri, namun dia menolak anjuranku itu dan lagi dia kuatir akan mempengaruhi namaku, selama ini tak pernah ia singgung kalau aku adalah kakak Tong nya"
Sorot matanya segera dialihkan kewajah Cu Siau hong, kemudian melanjutkan:
"Siau hong, kau tahu? Walaupun kita belum pernah berjumpa namun aku sudah mempunyai bayangan tentang dirimu, itulah pemberitahuan dirinya, ia yang memberitahu kan kepadaku bahwa orang yang bisa menyelamat-kan badai pertumpahan darah dalam dunia persilatan hanyalah kau ....."
"Lo Pangcu, dapatkah kau percayai ucapan tersebut?'' tukas Pek Bwee tiba-tiba.
'Yaa, aku percayai apa yang dia katakan kepadaku belum pernah meleset, ia minta kepadaku untuk percaya kepadanya, dia telah melakukan pemeriksaan yang cermat atas diri Cu Siau hong, dan lagi dia minta aku dengan kedudukan, nama serta kekuatan yang ada pada tubuh Kay pang untuk me-nunjang dirinya ...."
"0ooh.!"
Tan Tiang kim berpaling dan memandang sekejap kearah Cu Siaui hong, kemudian so-rot matanya dialikkan ke Ui pangcu, kata nya:
"Pangcu, asal kau orang memberi perintah, segenap anggota Kay pang akan menu-ruti perintahmu'
"Tiang kim, persoalan ini belum boleh disiarkan dalam dunia persilatan, sebab saat nya belum tiba, apalagi bantuan yang kita berikan kepada Cu Siau hong selama ini sesungguhnya adalah demi membantu Kay pang sendiri, dalam kenyataan dialah yang sedang membantu kita, membantu segenap umat persilatan yang ada didunia ini"
Masalah yang dibicarakan makin lama semakin besar dan serius, suasanapun makin lama semakin tegang, dalam keadaan demikian, agaknya Tang Cuan sudah tak mungkin untuk turut mengambil bagian lagi dalam pembicaraan tersebut.
Akhirnya Cu Siau hong yang berbicara lebih dulu, katanya:
"Lo pangcu, organisasi tersebut telah berhutang darah kepada Bu khek bun kami, hutcang darah ini harus dituntut kembali, ciangbunjin kami dan boanpwe pasti akan berusaha dengan sepenuh tenaga untuk menuntut kembali hutang darah tersebut'
"Dalam kenyataan, musibah yang menimpa Bu kbek bun tak lebih hanya merupakan suatu babak baru didalam dunia persilatan, ketika kalian musnahkan kebun raya Ban hoa wan, bukan saja hal itu sama arti nya telah membalaskan dendam buat Bu khek bun, juga telah mencegah terjadinya suatu pembunuhan-pembunuhan gelap secara besar-besaran...."
'Darimana lo pangcu bisa mengetahui akan hal ini?" tukas Pek Bwee.
"Ui Thong pernah membicarakan tentang soal ini denganku, dia meninggalkan beberapa buah kantungan berisi petunjuk untuk mencegah kejadian besar itu, dia berpe-san apabila dunia sudah mulai kacau dan badai pembunuhan telah dimulai, aku harus membuka kantongnya yang pertama, dalam surat itu dia menulis banyak sekali kejadian-kejadian yang akan berlangsung di dunia ini, setelah kubaca ternyata memang ham-pir sebagian besar yang cocok. Coba, bukankah hal ini aneh sekali?" ..
"Ilmu perbintangan dan ilmu meramal kejadian masa depan merupakan suatu ke-pandaian yang luar biasa sekali, tentu saja hasilnya tak boleh dianggap sebagai bahan permainan"
Ui pangcu menghela napas panjang, katanya:
'Terus terang saja sebetulnya aku merasa kurang percaya dengan segala macdam kepandaian dari Ui Thong tersebut, ta-pi setelah membuktikannya beberapa kali, tampaknya sekalipun aku tak ingin per-caya juga mau tak mau harus mempercayai-nya juga"
"Maka sekarang kaupun percaya?" kata Pek Bwee.
"Ya, sekarang mau tak mau aku musti percaya`
"Maksud lo-pangcu, apakah kau hendak menyuruh Siau-hong untuk menanggung se-suatu?"

"Betul! Oleh karena itu, aku si penge-mis tua mengusulkan agar kalian lepas ta-ngan semua, biar dia sendiri yang mengha-dapi semua persoalan ini"
"Bagaimana dengan lo-pangcu sendiri?"
"Tentu saja aku lebih-lebih tak akan menghalangi niatnya, tapi aku akan mengerahkan segenap kekuatan yang ada didalam Kay-pang untuk membantunya"
''Lo-pangcu" bisik Pek Bwee, "sudahkah kau pikirkan, dia masih muda dan masih kekurangan soal kemantapan, didalam meng-hadapi persoalan, bisa jadi dia akan bertindak gegabah ....'.
'Oooh...!"
Melihat Ui pangcu tidak berniat untuk menjawab pertanyaan itu, tak tahan kembali Pek Bwee berkata:
''Lo pangcu, bertindak secara gegabah memang tak akan sampai mencelakainya, tapi aku kuatir kalau cara kerjanya agak sesat"
"Pek lote, yang hendak kita hadapi sesungguhnya adalah suatu organisasi kaum sesat, seandainya kita menghadapi dengan cara yang lurus, aku kuatir belum tentu a-kan peroleh hasil yang diinginkan"
"Pek Bwee menjadi terbungkam, ia sama sekali tidak menyangka kalau tokoh persila-tan yang berkedudukan amat tinggi ini bi-sa begitu memandang serius kemampuan Cu Siau hong, sehingga masalah besar dari dunia persilatan ini telah diserahkan pertanggungan jawabnya atas diri seorang bocah yang baru berusia dua puluh tahunan.
Setelah hening, beberapa saat lamanya, Pek Bwe berkata:
''Baik, kalau begitu kita tetapkan begini saja''
"Loya cu...." seru Cu Siau hong:
"Kau tak perlu kuatir" tukas Pek Bwe
"Soal suniomu, serahkan saja kepadaku"
'Baik!" kata Ui pangcu kemudian, "Tang ciangbunjin, apakah kau bersedia memberi muka kepada aku si pengemis tua?'
Jelas tingkatannya ini merupakan pembe-rian muka untuk Tang Cuan, buru-buru pemuda itu menjawab.
"Perintah dari lo pangcu, mana berani Tang Cuan tolak'
Agaknya Ui pangcu merasa puas sekali dengan jawaban tersebut, katanya sambil tertawa.
''Bagus sekali, kalau begitu aku putuskan demikian saja, aku telah mengeluarkan pe-rintah Tiok hu lang, tak lama kemudian sepasukan jago dari Kay pang akan dikirim kemari, selain itu aku si pengemis tua juga telah berjanji dengan beberapa orang jago dari Pay kau, aku hendak bertemu dengan mereka serta membicarakan soal kerja sama kedua belah pihak."
Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Tang Cuan, kemudian melanjutkan:
"Ciangbunjin, aku rasa lebih baik kau turut serta didalam pembicaraan ini."
'Lo pangcu'' buru-buru Tang Cuan berseru.
"Aku Tang Cuan hanya seorang manusia ke-cil, mana berani mengikuti perundingan besar seperti itu? Aku rasa tak usah ...."
"Nak, jangan terlalu memandang rendah diri sendiri" 'kata Ui pangcu sambil meng-gelengkan kepalanya berulangkali, "kau adalah seorang ciangbunjin dari perguruan Bu khek bun, berarti kedudukanmu sama pu-la dengan kedudukan ciangbunjin partai lain'
Tang Cuan merasa sedikit terkejut mendengar ucapan tersebut, namun juga mera-sakan beban yang menekan bahunya sema-kin berat, dengan wajah serius ujarnya:
"Lo pangcu, aku..."
"Ui pangcu menggoyangkan tangannya mencegah Tang Cuan berkata lebih lanjut, katanya.
"Kau tak usah merendah lagi, keputusankru sudah bulat"
"Baik!''kata Tang Cuan dengan sikap yang sangat menghormat, "pesan dari cianpwe boanpwe laksanakan' .
"Ui pangcu mengalihkan kembali sorot matanya kewajah Cu Siau hong, kemudian ujarnya:
"Siau-hong, pergilah! Mulai sekarang Tan Heng, Ong Peng sudah menjadi anak buahmu, aku serahkan mereka kepadamu, aku serahkan mereka kepadamu, mulai kini dan sementara waktu membiar-kan mereka terlepas dari Kay-pang"
"Soal ini boanpwe rasa tak perlu" Ui pangcu segera tertawa.
'Dalam kenyataan, mereka amat ber-sedia untuk bisa terlepas dari belenggu peraturan Kay-pang yang begitu berat untuk sementara waktu, selama ini kedua orang ini selalu memandang tinggi diri sendiri, tapi aku telah bertanya kepada mereka, agaknya merekapun merasa takluk sekali kepadamu, maka dengan menyerahkan mereka kepadamu, akupun tak usah kuatir jika kedua orang itu sampai nakal''
'Lo pangcu... . ."
"Baiklah kita putuskan demikian saja" tukas Ui pangcu!... sekarang pergilah beristirahat! Besok kau hendak membawa serta siapa untuk memenuhi janjimu, lebih baik kau putuskan sendiri"
Cu Siau hong mengiakan, dia lantas beranjak dan mohon diri dari ruang itu.
Memandang bayangan punggung Cu Siau hong hingga lenyap dari pandangan mata, Ui pangcu menghembuskan napas panjang, -katanya.
"Pek lote, apakah kau merasa keputusan yang kuambil hari ini terlalu luar biasa?"
"Buat seorang locianpwe seperti kau, tentu saja didalam mengatasi masalah sema-cam ini tak perlu berunding lagi dengan orang lain'' jawab Pek Bwe segera.
Ui pangcu tertawa getir, kembali ujarnya: 'Tang ciangbunjin, Pek lote, ada beberapa persoalan aku ingin berbicara dulu de-ngari kalian"
'Boanpwe akan mendengarkan dengan seksama!"
''Walaupun aku mengusulkan Cu Siau hong untuk pergi menempuh bahaya, tapi aku sama sekali tidak berkeyakinan bahwa dia pasti aman tenteram tak akan menjumpai bahaya apa-apa, di dalam hal ini kalian berdua harus mempersiapkan batin sendiri sebaik-baiknya''
"Lo pangcu, benarkah dalam persoalan kali ini, kita biarkan dia pergi dengan hanya membawa satu orang pembantu saja." tanya Tang Cuan.
"Benar, seluruh kekuasaan telah kita serahkan kepadanya, biar dia hadapi menu-rut pendapatnya sendiri, entah apapun yang hendak dia lakukan, kami tak akan turun tangan"
"Lo-pangcu, apakah dari pihak Bu khek bun kami perlu juga mengutus seorang utusan?"
''Aku rasa tak perlu, pertama pihak lawan tidak memperkenankan dia pergi membawa orang, kedua, dengan diutusnya seseorang dari Bu khek bun, berarti membuat tindak tanduknya menjadi tidak leluasa"
"Paling tidak sewaktu terperangkap dalam jebakan musuh, ia mempunyai seorang pembantu yang lebih banyak'

"Tang Cuan" kata Ui pangcu, "tindakanmu itu bukan saja tak akan membantu dirinya, malah kemungkinan besar justru akan menyulitkan dirinya."
Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan:
"Kau harus mengerti, yang sedang dihadapi Cu Siau hong sekarang adalah rase yang liciknya bukan kepalang, mereka juga seperti harimau licik seperti rase, kecuali orang yang bisa menghadapi perubahan situasi dengan otak cerdasnya, lebih baik kita jangan mencampurinya, Tang Ciangbunjin yang ku-maksudkan sebagai tindakan menghadapi perubahan situasi meliputi pula soal kecerdas-an, siasat licin bahkan tipu menipu"
"Soal ini aku rasa kurang begitu baik!"
"Tindakan penyerbuan terhadap Bu khek bun ditengah malam buta apakah terhitung pula suatu perbuatan lelaki sejati?"
Tang Cuan segera terbungkam setelah mendengar perkataan itu.
Kembali Ui pangcu berkata:
"Aku percaya dia dapat menghadapi keadaan tersebut, perduli bagaimanakah ilmu silatnya atau kecerdasan otaknya, seandai-nya kita turut campur, hal ini benar-benar merupakan suatu tindakan merusak suasana."
Tergerak juga hati Pek Bwee setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian:
"Lo pangcu bagaiinana paras muka nona itu?"
"Cantik jelita bak bidadari dari kahyangan"
"Pangcu, terhadap persoalan ini aku kuatir kalau Cu Siau hong bertindak kurang cermat."
"Budak itu baru pertama kali terjun kedalam dunia persilatan, menurut apa yang kudengar dari mereka, konon dia adalah seorang gadis yang keras kepala, bagaimana cara untuk menghadapinya, aku rasa saat ini merupakan suatu persoalan yang pelik"
'Benar!
"YAA, apa boleh buat? Bila sehari tak dapat menentukan siapa yang lebih unggul diantara kita, bisa saja kita bertarung selama dua hari dua malam untuk menentukan siapa yang lebih unggul diantara kita berdua.
"Tidak bisa, aku tidak mempunyai waktu yang cukup banyak untuk berbuat demiki-an'
''Lantas maksud nona?"
"Kita harus mencari suatu akal yang bagus untuk menentukan menang kalah diantara kita dengan secepatnya"
"Aaaah, agak sulit, kau tak mampu membunuhku, akupun tak mampu membu-nuh nona, coba kau pikirkanlah kita masih mempunyai cara apa lagi yang bisa digunakan untuk menentukan menang kalah diantara kita berdua ....?.
"Aku masih mempunyai sebuah cara lagi, bahkan cara ini amat praktis dan bisa menentukan menang kalah diantara kita berdua dalam waktu sesingkat-singkatnya�"'
"Oya? Coba, nona terangkan"
"Cu Siau hong, sebetulnya tidak pantas kalau kuberitahukan cara ini kepadamu, tapi kami merasa cocok satu dengan lain-nya, maka dari itu aku hendak memberi kesempatan kepadamu untuk mempersiap-kan diri dengan sebaik-baiknya"
"Baik, akan kudengarkan dengan seksama"
"Kau mengerti tentang ilmu pedang terbang?"
"Pernah kudengar, konon kepandaian tersebut merupakan semacam ilmu pedang tingkat tinggi?"
''Kau pernah melatihnya?"
'Belum pernah"
''Aku pernah melatihnya!'
"Oya. . . ?"
"Agar menang kalah diantara kita berdua bisa ditentukan secepatnya, terpaksa aku harus mempergunakan ilmu pedang terbang ini untuk menghadapi dirimu"
Tergetar juga perasaan Cu Siau hong setelah mendengar ucapan tersebut, diam-diam pikirnya:
"Menurut suhu, untuk menggunakan ilmu pedang terbang maka seseorang akan menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya untuk melancarkan sebuah se-rangan, mati hidup, menang kalah akan segera terlihat hanya dalam satu gebrakan saja, aku lihat budak ini masih amat muda, masa dia sudah dapat mempelajari ke-pandaian tingkat tinggi semacam ini?"
Dalam hati ia berpikir demikian, sementara diluaran katanya:
"Nona Ih, benarkah kau hendak menan-tang aku untuk bertarung mati-matian ....."
'Perkataanmu memang benar, bagaimana pun juga menang kalah diantara kita me-mang harus ditentukan, sebab daripada le-bih lambat semenit, toh lebih baik lebih a-wal sedikit?"
Cu Siau hong tertaweagetir, lalu katanya kembali:
"Nona, bila kau memang bersikeras un-tuk berbuat demikian, terpaksa aku akan mempertaruhkan nyawa untuk mengiringi kehendakmu itu"
"Baik, bersiap-siaplah kau, mulai sekarang, setiap saat aku bisa melancarkan serangan"
Selesai berkata pelan-pelan pedangnya diangkat ke atas dan disilangkan di depan dada.
Mengikuti gerakan pedangnya itu, sikap Ih Bu lan pun turut berubah menjadi dingin dan amat serius.
Itulah keseriusan yang telah di perlihat-kan, ketulusan dihati dan kewibawaan diluar.
Sekalipun seseorang yang tidak mengerti tentang iimu pedangpun dapat merasakan juga, apalagi serangan mana dilancarkan sudah pasti akan mendatangkan kekuatan yang luar biasa dahsyatnya.
Cu Sian hong telah memusatkan segenap perhatiannya untuk mengawasi gerak gerik lawan, ia merasa seluruh tubuh Ih Bu Ian seakan-akan telah melebur menjadi satu dengan pedangnya, hal ini membuat hatinya merasa amat gemetar keras.
Tiba-tiba Ong Peng memburu maju kede-pan sambil berseru:
"Cu kongcu, Kau tak boleh menyambut se-rangan itu"
Sekarang dalam jarak lima kaki disekitar tempat ini sudah tiada burung hidup yang bisa melewatinya lagi, sebab seluruh wila-yah sudah dilingkupi oleh hawa pedangnya yang amat kuat, sekalipun kita ingin pergi juga tak akan berhasil untuk berhasil melepaskan diri dari sini"
Ong peng sendiripun dapat merasakan a-danya segulung hawa pembunuhan yang sa-ngat kuat menyelimuti sekeliling tempat itu.
Dengan suara lantang Cu Siau hong se-gera berseru:
"Nona Ih, harap tunggu sebentar, aku hendak memberitahukan rekanku ini tentang beberapa hal"
"Katakanlah aku akan menunggumu, ta-pi jangan terlalu lama"
Cu Siau hong manggut-manggut, sambil berpaling kearah Ong peng, ujarnya:
"Seandainya aku sampai tewas diujung pedang nona Ih nanti, tolong antar jena-jahku kepada pihak Bu khek bun dan serah-kan kepada ciangbun suheng, minta ke-pada mereka untuk menguburnya dalam perkampungan Ing gwat san ceng, tak perlu diangkut pulang kedesa kelahiranku...."
"Kongcu........"
"Dengarkan baik-baik" tukas Cu Siau hong, "waktu kita untuk berbicara tidak terlalu banyak"
"Baik, aku akan mendengarkan dengan seksama"
''Beritahu kepada sunioku, dendam kesumat ini tak mungkin bisa kami balas, suruh dia bubarkan perguruan Bu khek bun, lalu mengajak It ki sute pergi jauh, keujung langit dan mengasingkan diri, jangan sekali-kali memikirkan lagi soal pembalasan den-dam"
"Kongcu ..... '. Ong peng teramat sedih.
''Dengarkan kata-kataku selanjutnya" tukas Cu Siau hong.
Benar juga, Ong Peng tak berani banyak berbicara lagi.
Cu Siau hong menghembuskan napas pelan lalu berkata:

"Bila berjumpa dengan lo pangcu beritahu dua hal kepadanya, pertama katakan kalau aku tak dapat menunaikan tugas sampai selesai'
'Persoalan yang kedua?" tak tahan air mata jatuh terlinang membasahi wajah Ong Peng.
"Suruh dii mempersatukan kekuatan dari segenap perguruan yang ada didunia ini dan orang-orang yang telah mengasingkan diri untuk bersama-sama menghadapi organisasi ini, kalau hanya mengandalkan Kay pang dan Pay kau saja mungkin masih belum cukup.
"Hamba akan mengingatnya semua" buru-buru Ong Peng membungkukkan badannya memberi hormat.
Cu Siau hong segera tertawa.
''Baik, kalau memang sudah diingat, lak-sanakan dengan sebaik-baiknya"
Kemudian sambil membalikkan badannya pelan-pelan dia mengangkat pedangnya ke atas udara, kemudian melanjutkan.
'Nona, aku telah selesai untuk menyampai-kan pesan-pesan akhirku, harap nona suka memegang janji dan jangan membunuh pula orang yang akan menyampaikan pesan terakhirku ini'
"Matilah dengan hati yang lega, semua yang telah kusanggupi pasti akan kulakukan dengan sebaik-baiknya"
"Kalau memang begitu, akupun tak usah merasa kuatir lagi, nah, silahkan nona melancarkan serangan"
''Kau hanya meninggalkan beberapa patah kata itu saja?"
"Benar, hanya beberapa patah kata ini saja."
"Konon ayahmu masih hidup sehat wal-afiat, apakah kau tidak akan meninggalkan pesan apa-apa kepada mereka!
"Orang tuaku bukan anggota persilatan, mereka tak akan memahami persoalan seperti itu"
'Kalau begitu, tinggalkanlah beberapa pa-tah kata untuk istrimu!"
'Sayang sekali aku belum beristri"
'Kalau begitu tentunya kau mempunyai kekasih hati atau pujaan hatimn bukan?'
"Juga tidak ada, cuma aku memang mempunyai beberapa orang dayang yang genit--genit"
"Dayang?"
"Benar, orang yang mengurusi soal makan minum dan tempat tinggalku, setelah aku mati, mungkin mereka akan datang menjumpai nona, maka aku harap nona bersedia menasehati beberapa patah kata kepada mereka
? Ih Bu lan manggut-manggut.
"Aku pasti akan memenuhi keinginan hatimu itu"
Cu Siau hong segera tertawa getir, lalu katanya:
"Baiklah, sekarang nona boleh segera turun tangan untuk mulai melancarkan serangan."
"Padahal aku benar-benar tak ingin membunuh dirimu, dapatkah kau beritahukan kepadaku, kau bukanlah pembunuh dari Keng Ji kongcu. . . . . ?"
"Tidak dapat, sebab Keng Ji kongcu betul-betul sudah mati ditanganku, mengapa aku tak boleh mengakuinya?"
Dengan sedih Ih Bu Ian menghela napas panjang.
"Aaai.... seandainya kau tidak membu-nuhnya, dia pasti akan membunuh dirimu'
"Nona, bukti nyata sudah berada dide-pan mata, sekalipun aku berusaha untuk menyangkal atau memungkiri persoalan ini juga bukan suatu cara yang tepat, bila nona tidak bermaksud untuk memaafkan kesalahanku itu, terpaksa diantara kita berdua harus melangsungkan suatu pertarungan untuk menentukan menang kalah kita berdua"
"Kau amat keras kepala" bisik Ih Bu lan.
Pelan-pelan pedangnya diangkat kembali ke tengah udara sambil bersiap-siap melancarkan serangan.
Cu Siau hong pun mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan mengambil posisi menghadapi lawan, hawa murninya dihimpun menjadi satu, segenap perhatian dipusatkan menjadi satu, dia telah bersiap sedia menghadapi serangan maut dari Ih Bu lan terse-but.
Paras muka Ong Peng amat serius dan mengawasi gerak gerik dua orang itu tanpa berkedip.
Walau perkenalannya dengan Cu Siau hong belum berlangsung lama, namun dalam ha-ti kecilnya telah muncul suatu rasa persahabatan yang amat tebal ....
Walaupun selama ini dia hanya berlagak sebagai pembantu anak muda itu, namun dalam dua hari ini, dari dalam hati kecilnya telah timbul semacam perasaan yang sangat aneh, ia merasa bisa mengikuti manusia seperti Cu Siau hong, sekalipun benar-benar menjadi pelayannya juga suatu kejadian yang amat menggirangkan.
Tapi pergaulan yang penuh kegembiraan ini segera akan berakhir, sejenak lagi bila Ih Bu lan melancarkan serangan dengan sepenuh tenaga, Cu Siau hong akan roboh bermandikan darah diatas tanah.
Kendatipun peristiwa itu sendiri belum sampai terjadi, akan tetapi dalam benak Ong peng seakan-akan telah terbayang suatu peristiwa yang tragis, Cu Siau hong dengan tubuh penuh bermandikan darah terkapar diatas tanah.
Mendadak Ong peng membentak keras:
"Tidak bisa!"
Sementara itu, Ih Bu lan sudah bersiap-siap melontarkan serangan, ketika mendengar jeritan lengking dari Ong peng ter-sebut, ia menjadi tertegun .....
Buru-buru serangannya ditarik kembali sambil menegur:
"Mengapa kau berteriak-teriak?"
Ong Peng menghela napas panjang.
"Aaai.... betul-betul suatu pemandangan yang amat tragis dan mengenaskan" gumamnya.
"Pemandangan apa?"
"Aaaai .... apa yang kukatakan hanya suatu khayalan belaka" gumam Ong Peng sam-bil menghela napas, "nona, tak usah kita bicarakan lagi ..."
Tiba-tiba Ih Bu tan tertawa, katanya:
"'Aku tahu, kau pasti telah membayangkan menang kalah yang bakal kami tentu-kan dalam pertarungan ini bukan?"
''Entah apapun yang telah kubayangkan tak mungkin lagi bagiku untuk menghentikan pertarungan ini''.
"Soal ini jangan hanya menyalahkan kepadaku seorang, aku toh sudah memberi kesempatan kepadanya"

Cu Siau hong turut tertawa, ucapnya:
'Hari ini bisa dihindari, belum tentu besok bisa dihindari, lebih baik turun tanganlah dengan segera!"
Ih Bu lan segera berpaling dan meman-dang ke arah Ong Peng, kemudian ujarnya:
"Nah, sudah kau dengar sendiri, dialah yang memaksa aku, bukan aku yang memaksa dia, mengapa kau menyalahkan aku?"
"Nona Ih" kata Cu Siau hong pula sam-bil tertawa, "sekarang, mungkin saja kau memang berhasrat untuk menghentikan pertarungan, tapi hal ini pasti akan menyiksa dirimu dan lagi sedikit banyak akan timbul perasaan tak tenang dalam hatimu di kemudian hari, kau bakal teringat selalu a-kan persoalan ini ...."
"'Sungguh?` tanya Ih Bu lan dengan wa-jah tertegun.
'Sungguh, kau akan selalu menyalahkan diri sendiri, menganggap dirimu sendiri ti-dak berusaha dengan sepenuh tenaga"
"Cu Siau hong, aku merasa sangat pusing, batinku bertentangan sendiri, aaai, . .!" Mungkin aku memang tidak seharusnya da-tang kemari''
"Nona, lancarkanlah seranganmu itu, dalam sernnganmu iti, entah berhasil atau tidak membunuhku, kau pasti akan memperoleh ketenangan"
Ih Bu Ian manggut-manggut, sekali lagi dia mengangkat pedangnya ke tengah uda-ra sambil bersiap-siap. Serangan kali ini dia tidak ragu lagi, sambil me-lejit ke udara, pedangnya seperti sebuah bianglala tajam meluncur ke angkasa dan menyambar ke depan.
Tiba-tiba Ong Peng memejamkan matanya rapat-rapat.
Cu Siau hong menggerakkan pula pedang-nya menciptakan selapis cahaya bianglala putih yang amat menyilaukan mata.
"Traaang..!" terdengar suara benturan nyaring berkumandang memecahkan keheningan, cahaya putih segera lenyap dan ha-wa pedang pun membuyar ke angkasa.
Paras muka Ih Bu lan berubah menjadi pucat pias seperti mayat, keningnya berke-rut kencang, dia berdiri dengan pedang di silangkan didepan dada.
Ternyata keadaan waktu itu tidak seperti apa yang dibayangkan Ong Peng tadi.
Atau paling tidak, Cu Siau hong belum mati, sekarang keadaannya sudah amat jelas, Cu Siau hong berdiri dengan pedang melint-ang badan.
Sekujur tubuhnya basah kuyup oleh darah yang bercucuran keluar amat deras.
Luka itu terletak didada bagian depan, tampak daging yang merekah keluar sampai darah segar yang berhamburan membasahi pakaian.
Dalam keadaan demikian, asal Ih Bu lan melancarkan sebuah serangan lagi, niscaya Cu Siau hong akan terbunun diujang pedangnya.
Ong Peng menjadi tertegun, serunya de-ngan cepat.
"Kongcu... ..!''
Cepat-cepat dia memburu ke depan.
"Ong Ping, aku baik sekali" kata Cu Siau hong sambil tertawa, "aku telah berhasil menyambut serangannya itu"
"'Tapi kau terluka''
''Aaaah, apakah artinya sedikit luka ini? Dibandingkan dengan apa yang kuduga semula, keadaanku sekarang jauh lebih baik"
Sementara itu, Ih Bu lan telah menarik kembali pedangnya seraya berkata pelan:
"Cu Siau hong, aku telah berusaha dengan segala kemampuan yang kumiliki namun aku tak berhasil membunuh dirimu"
"Ehmmm ......"
'Apa yang kau katakan memang benar, hatiku sekarang pun lebih tenang dan tenteram, aku sudah memberikan pertanggungan jawab kepada calon suamiku, dengan tulus hati dan bersungguh-sungguh aku telah be-rusaha untuk membalaskan dendam baginya akan tetapi aku gagal untuk melakukannya."
'Nona, apakah kau masih ada rencana lain?"
"Tidak ada, aku hendak pergi, aku akan pergi meninggalkan tempat ini, jika kau amat dendam kepadaku, setiap saat kau boleh datang mencari aku untuk membuat perhitungan."
Cu Siau hong segera menggelengkan kepalanya berulang kali, Katanya:
'Nona, kau telah berusaha keras demi Keng Ji kongcu, janji kepada dirimu sendi-ripun sudah terpenuhi, sekarang aku ingin mengajak nona untuk mernperbincangkan masalah dunia persilatan"
"Aku tak pernah melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, orang yang kukenalpun tidak banyak, terhadap urusan dunia persilatanpun mengetahui amat terbatas sekali.
"Mungkin saja persoalan tentang dunia persilatan yang kau ketahui tidak banyak tapi untuk membedakan mana yang baik dan mana yang tidak timbul dari sanubari ma-sing-masing orang sendiri, hal mana sama sekali tiada sangkut pautnva dengan masa-lah dunia persilatan.
Ih Bu lan termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian berkata:
`Aku tak lebih hanya seorang anak pe-rempuan yang tidak banyak pengalaman, yang tak tahu urusan apa-apa, jangan terlalu mengharapkan diriku, nah aku hendak pergi dulu, baik-baiklah menjaga dirimu baik-baik......"
Setelah tertawa sedih, dia melanjutkan:
"Bukit tidak berbelok, jalannya yang berbelok, mungkin saja kesempatan kita untuk bersua kembali dimasa mendatang masih terbuka lebar ......"
Sambil membalikkan badan, dia mengajak dayangnya beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
Dengan termangu-mangu Cu Siau-hong memperhatikan bayangan punggung dari Ih Bu-lan, memandang hingga bayangan itu lenyap dari pandangan mata.
Ong Peng menghembuskan napas panjang, ujarnya kemudian.
"Kongcu, mari kita bungkus lukamu itu!"
Cu Siau-hong manggut-manggut.
'Ong-Peng, dia mengetahui banyak sekali rahasia besar yang kita perlukan, sayang dia enggan untuk mengutarakannya"
"Kongcu, mungkin kau lupa, dia memang sebetulnya adalah musuh kita semua .. ....! '
Setelah mengeluarkan obat luka luar, dia segera membalut luka Siau-hong yang berada dibagian dadanya.
Mulut luka itu dalamnya mencapai tiga inci dengan panjang setengah depa, andaikata luka itu seinci lebih dalam lagi, besar kemungkinannya akan melukai isi perut a-tau otot tulangnya.

Sementara itu Ong Peng sembari membubuhkan obat pada luka dada itu, diam-diam dia berdoa bagi keselamatan Siau-hong.
Sebaliknya Cu Siau hong sendiri tidak memperdulikan keadaan lukanya, dia termenung dengan kening berkerut, seakan-akan sedang mempertimbangkan suatu masalah besar yang amat pelik baginya.
Selesai membalut luka tubuh Cu Siau hong, Ong Peng lalu baru berbisik dengan lirih.
"Kongcu, sudah saatnya buat kita untuk pulang, lukamu itu tidak ringan, lebih baik istirahatlah dulu selama beberapa hari'
Dengan nada setengah menjawab setengah tidak, Cu Siau hong berkata:
'Ong Peng, apakah dari pihak Kay--pang telah mengirim mata-mata yang mengawasi daerah disekitar tempat ini"
"Sebenarnya ada, tapi untuk memenuhi harapan kongcu, Tan tianglo telah menitahkan untuk membuyarkan semua pengawasan disekeliling tempat tersebut.'
Mendadak.Cu Siau hong melompat bangun sambil berseru:
"Kita segera berangkat! Cepat laporkan kepada Tan tianglo, kita harus menguntit nona tersebut"
Berbicara sampai disitu, mendadak ke-ningnya berkerut kencang, seakan-akan me-rasa kesakitan.
Jelas mulut lukanya kembali merekah akibat dari goyangan badannya barusan.
Ong Peng menghela napas panjang, ka-tanya:
"Kepandaian Kay-pang untuk menguntil jejak seorang adalah nomor wahid didunia, tak nanti budak itu meloloskan diri.
Kaupun tak usah kesal karena persoalan ini, yang penting adalah rawat lukamu sebaik-baiknya ......"
Cu Siau-hong manggut-manggut dan berjalan keluar dari hutan.
Ong Peng betul-betul sangat hebat, tak lama kemudian ia telah berhasil mendapat-kan sebuah tandu kecil. .
Dengan naik tandu, Cu Siau-hong segera dilarikan pulang dengan kecepatan tinggi.
Tandu itu langsung masuk ke dalam ru-ang tengah sebelum berhenti.
Sepanjang perjalanan tadi, Cu Siau-hong telah mengatur napasnya dan bersermedi, menanti tandu itu berhenti, ia telah selesai pula dengan semedinya. "
Begitu menyingkap tirai dan melangkah keluar dari tandu, seketika itu juga ia menjadi tertegun.
Tampak Ui lo pangcu, Tan Tiang-kim, Pek Bwee, Pek Hong dan Tang Cuan berlima telah berdiri berjajar didepan tandu.
Buru-buru dia maju ke depan dan menjatuhkan diri berlutut katanya:
"Sunio dan cianpwe sekalian menyambut kalian tak berani Siau hong terima....''
"Bangunlah nak, konon lukamu tidak ring-an" tukas Pek Hong. .
"Nak, rupanya aku salah juga setindak'" kata Ui lo pangcu pula, ak sudah menilai rendah lawanku"
Tang Cuan segera mengulurkan tangan kanannya dan membangunkan Cu Siau hong dari atas tanah.
"Mari kita berbincang-bincang di ruang dalam saja?" kata Ui lo pangcu, kemudian sambil memberi tanda.
Dalam ruangan belakang makanan kecil dan air teh wangi telah disiapkan di atas meja.
Ui lo pangcu, Tan Tiang kim, Pek Bwee Pek Hong, Tang Cuan ditambah pula deng-an Cu Siau hong, enam orang bersama-sama mengambil tempat duduk diruang itu.
Agak kebingungan Cu Siau hong memper-hatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian serunya.
"Lo pangcu adakah suatu kejadian besar"'
"Siau hong, jangan kau tanyak
SAMBIL tertawa Ong Peng segera menggeleng.
''Tidak usah, kita di ruang tengah ini saja, itu. . . meja dekat jendela'
"Maaf toaya, meja ditepi jendela sudah penuh semua"
"Bukankah di sana masih terdapat meja kosong?"
"Meja itu sudah dipesan orang."
"Dipesan siapa?"
"Li ciang-kwee dari toko penjual kain Tay-heng!''
Ong Peng tidak menggubris pelayan itu lagi, dengan langkah lebar dia segara berjalan menghampiri meja tersebut.
Meja itu cukup besar, diatasnya sudah disiapkan mangkuk dan sumpit, malah dicantumkan pula kartu nama dari pemesannya.
Sambil tertawa Ong Peng segera mengambil kartu nama itu dan membuangnya ke lantai, setelah itu ujarnya sambil tertawa:
"Pelayan, aku lihat kami akan menempati meja ini saja"
Sementara itu Tiong It-ki yang bertugas berjalan dipaling belakang sambil mengawasi keadaan disekelilingnya telah naik pula ke dalam ruangan Wang-kang-lo.
'Tiong It-ki tidak duduk bcrsama Cu-Siau hong, melainkan seorang diri duduk dimeja yang berhadapan dengan mulut anak tangga, Hal ini memang disengaja oleh Cu Siau hong, agar bilamana perlu bisa mernberi bantuan dengan secepatnya.
Menyaksikan gerak gerik Cu Siau-hong serta sikap Ong Peng yang siap-siap hendak berkelahi itu, pelayan tersebut menjadi tertegun dan berdiri melongo.
Wang-kang-lo adalah rumah makan terbesar dan termegah di kota Siang-yang, juga merupakan tempat yang paling suka dida-tangi oleh orang-orang persilatan, persoalan sekecil pun yang terjadi ditempat ini, dengan segera akan tersiar sampai dimana-mana.
Cu Siau hong segera mendehem pelan dan mengambil tempat duduk, sementara dua orang Kiam-tong itu segera berdiri disebe-lah kiri dan kanan tubuhnya.
Tan Heng dan 0ng Peng duduk dikedua belah samping sehingga kursi dihadap-an Cu Siau-hong dibiarkan dalam keadaan kosong.
Sambil tertawa Cu Siau-hong segera berkata:
"Ong congkoan, suruh pelayan hidangkan sayur"
Sewaktu bersantap, dikedua belah sampingnya masing-masing berdiri seorang bocah yang menyoren pedang, lagak semacam ini selain amat jumawa pun latah sekali.
Ong Peng segera berpaling memandang ke arah sang pelayan yang masih termangu, kemudian sambil mendengus dingin serunya:
"Hei, mengapa masih berdiri termangu disitu? Hayo cepat siapkan sayur dan arak."
Gerak gerik mereka yang jumawa ditambah perselisihan yang terjadi, dengan cepat menarik perhatian banyak orang yang ada dalam ruangan rumah makan itu.
Sekarang, sebagian besar sorot mata mereka telah tertuju ke arah mereka.
Dengan suara rendah pelayan itu berseru:
"Congkoan toaya, orang yang memesan tempat ini adalah langganan kami, dengan perbuatanmu itu bukankah sama artinya dengan memecahkan mangkok nasi hamba!"
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang ramai berkumandang datang dari arah tangga, kemudian muncul enam orang disitu.
Orang pertama adalah seorang lelaki berjubah panjang, dia adalah Li ciang-kwee dari toko cita merek Tay-heng.
Tampaknya Li ciangkwee sudah mengetahui letak meja yang dipesannya, dia langsung berjalan menuju ke depau Cu Siau-hong
Melihat kedua belah pihak telah saling bertemu, sambil bermasam muka pelayan itu berdiri kaku disamping.
Senyuman yang semula menghiasi bibir Li ciangkwee segera lenyap begitu dilihat-nya meja yang dipesan telah terisi tamu dan segera berpaling ke arah pelayan, kemudian dengan kemarahan yang meluap te-riaknya...
"Hei apa, yang terjadi? Tampaknya usaa Wang-kang-lo terlalu baik sehingga meja yang kami pesan pun sudah di jual kepada orang lain ?"
"Li ciangkwee" seru pelayan itu, sambil terbungkuk-bungkuk penuh ketakutan, "se-benarnya meja ini sudah kami tinggalkan buatmu, tapi beberapa orang toaya ini bersikeras hendak mendudukinya, hamba. . . hamba. ."
Li ciangkwee segera berpaling ke arah Cu Siau-hong, ketika dilihatnya Cu Siau hong mendongakkan kepalanya tanpa me-mandang sekejap matapun terhadapnya, kemarahan nya yang berkobar makin menjadi dan segera tertawa dengan tiada hentinya"
"Heeehh. . . heeehhh. . . heeehh. . . masa kejadian seperti ini? Dalam persoalan apa pun tentu ada perbedaan antara siapa yang datang duluan dan siapa belakangan, apakah lantaran Li toaya suka makan gratis maka tiada tempat bagi ku?. Hmm, panggil ciangkwe kalian! Hari ini aku harus menuntut suatu keadilan dari kalian!''
Pelayan itu segera mengiakan dan membalikkan badan berlalu dari situ.
Tapi Ong Peng segera menghalangi jalan perginya seraya berseru:
'Tunggu sebentar.....'
Setelah bangkit berdiri, Ong Peng mengangkat bahunya seraya berkata lebih jauh:
"Aku pikir, kau tentunya Li ciangkwe dari toko cita merek Tay heng bukan?"
''Betul, aku she Li!"
"Seorang yang mulia tak akan menyalahkan orang kecil, Li ciangkwe, aku lihat kemarahanmu itu tak perlu kau lampiaskan diatas tubuh pelayan tersebut"
''Apa maksudmu?" teriak Li ciangkwe dengan gusar.
"'Pelayan itu sudah mengatakan kalau meja ini telah dipesan oleh Li toa-ciangkwe, cuma kami tidak melihat kehadiran Li toa--ciangkwe disini, maka kami pun datang kemari duluan, kau toh sudah bilang, ada yang datang lebih dulu ada yang belakangan, itulah sebabnya kamipun menempati meja ini lebih dahulu '

"Tapi sekarang kami toh sudah datang'
"Kalian sudah datang terlambat, maka aku minta lebih baik kalian berpindah tempat saja."
*********************************
Hal 9 s/d 12 Hilang
*********************************
kemudian sambil tertawa, "dalam Wang kang-lo ini penuh dengan mangkuk dan piring porselen, berkelahi ditempat ini bukankah hanya akan merusak peman-dangan saja?"
Dimulut dia berkata demikian, sepasang tangannya sama sekali tidak berhenti, secara beruntun dia telah menyambut ke enam buah serangan yang dilancarkan dua orang lelaki berbaju panjang itu.
Kedua orang lelaki berjubah panjang itu masing-masing melanearkan tiga buah- sera-ngan, serangan pertama dan ke du.a dapat dipunahkan Ong P.3ng secara mudah,, sedang serangan yang ketiga ternyata disambut o-leh Ong Peng dengan kekerasan. '
"Blaaammm!" ditengah suara benturan yang amat nyaring, dua orang lelaki berjubah panjang itu masing-masing mundur satu langkah.
Paras muka Li ciangkwe segera berubah hebat serunya:
"Kalian berdua masa tak sanggup untuk membereskan satu orang saja. . ."
Dua orang lelaki berjubah panjang itu segera menundukkan kepalanya dengan wajah malu.
Li ciangkwe menghela napas panjang, kembali gumamnya:
"Memelihara tentera seribu hari, menggunakannya dalam sesaat, dihari-hari biasa kalian makan kelewat mewah, minum kelewat kenyang, setelah menjumpai persoalan satu pun tak becus!''
Cu Siau-hong yang menyaksikan kejadi-an itu, diam-diam lantas berpikir:
"Saudara hanya memikirkan soal rejeki dan uang, orang ini mah sedikit pun tidak mirip seorang saudagar"
Mendadak dua orang lelaki berjubah panjang itu menyingkap jubah panjangnya sambil meraba ke pinggang, tampaknya mere-ka sudah bersiap-siap hendak menggu-nakan senjata tajam.
Dengan kening berkerut Li ciangkwe segera menegur:
'Hei, mengapa tidak segera mengundur-han diri?. Apakah kalian suka kehilangan muka di situ?"
Pada waktu itu, dua orang lelaki berju-bah panjang itu sudah meraba gagang go-lok mereka, tapi setelah mendengar tegur-an tersebut, mereka segera mengendorkan kembali tangannya dan~mengundurkan diri dengan kepala tertunduk.
Dalam pada itu, Cu Siau-hong sedang memutar otaknya menduga-duga siapa gerangan Li ciangkwe tersebut, namun diluar dia bersikap acuh tak acuh, melirik sekejappun kearah Li ciangkwe pun tidak. Tan Heng dan kedua orang kiam-tong itupun hanya berdiri tak berkutik ditempat semula.
Sambil tersenyum Ong Peng, segera berkata lagi.
"Soal bersantap mah setiap hari harus melakukannya beberapa kali, pekerjaan semacam ini bukan terhitung sesuatu yang luar biasa, masa soal isi perut pun mesti beradu jiwa?"
"Perkataanmu memang benar" kata Li-ciangkwe sambil tertawa dingin, "tempat yang kami pesan telah kau serobot, kejadian ini mah kejadian kecil, untuk bersantap juga tak perlu saling beradu jiwa, anggap saja kalian lebih hebat, kami mengaku kalah. . ."
Sambil mempertinggi suaranya, dia melanjutkan:
"Pelayan! kami akan berpindah tempat!"
"Silahkan Li-ya!" buru-buru pelayan itu berseru.
'Dia segera membalikkan badan dan berlalu lebih dulu dari sana.
Li ciangkwe segera mengikuti dari be-lakangnya.
Ong Peng berkerut kening, dia segera berpaling dan memandang sekejap kearah Cu Siau hong, sementara wajahnya memperlihatkan perasaan apa boleh buat.
Agaknya dia sama sekali tidak menyangka kalau Li ciangkwe bisa menahant sabar dengan menyudahi persoalan sampai disitu saja.
Setibanya disamping Cu Siau-hong, dia lantas berbisik dengan suara lirih.
'kongcu, bajingan itu sanggup menyesuaiktan diri dengan keadaan, kenyataan ini benar-benar berada diluar dugaan kami"
"Duduk dan bersantaplah, jangan sampai membuat orang lain tahu kalau kita memang sengaja mencari gara-gara"
Ong Peng mengiakan dan duduk kembali ke tempat semula.
Dengan cepat pelayan datang menghidang-kan sayur dan arak.
Dua oxang Kiam-tong tersebut hanya berdiri dibelakang Cu Siau-hong sambil menun-dukkan kepalanya, mereka tidak berkata apa-apa.
Dalam kenyataan kedua orang itu selalu memperhatikan setiap orang yang berada di ruang Wang kang lo tersebut.
Sayur dan arak telah dihidangkan, dalam waktu singkat seluruh meja telah di penuhi oleh hidangan-hidangan yang lezat.
-ooo0ooo-

BAGIAN 34
SEMENTARA itu, Li ciangkwe bersama semua orang yang dibawanya telah ber-lalu dari pengawasan dari Cu Siau hong sekalian.
Sedang tamu yang berkunjung ke rumah makan Wang kang lo makin lama semakin ba-nyak, sedemikian penuhnya sampai tiada tempat yang kosong lagi.
Tapi tamu yang berkunjung kesana masih berrdatangan terus tiada hentinya.
Diatas ruangan Wang kang lo masih tersedia dua tempat kosong yang dapat menampung dua orang lagi, yaitu di meja yang ditempati oleh Cu Siau hong.
Tapi setiap orang yang melihat tampang Cu Siau hong segera berusaha untuk menyingkir jauh-jauh, tak seorang manusia yang tak ingin mencari kesulitan buat diri sendiri.
Tapi di dunia ini justru ada juga orang yang tidak takut dengan segala macam kesulitan.
Misalkan saja kakek dan orang muda ini.
Yang tua sudah berusia lima puluh tahunan, mengenakan jubah panjang berwarna a-bu-abu, bertubuh kurus, sedemikian kurus-nya hingga tinggal kulit pembuagkus tulang, mungkin dari seluruh badannya belum tentu bisa terkumpul daging seberat tiga kati.
Sepasang matanya mana cekung kedalam, mukanya kuning seperti lilin, tampang se-perti itu persis seperti seorang yang sudah banyak tahun mengidap penyakit t b c.
Sebaliknya yang muda barwajah tampan berbibir merah dan bergigi putih, dia mengenakan pakaian ringkas berwarna biru, sebilah golok lengkung bergagang emas tersoren dipinggangnya.
Diatas sarung golok itu bertatahkan tujuh biji mutiara sebesar buah kelengkeng, Mutiara-mutiara itu jelas tak ternilai harganya, berkelip-kelip memancarkan sinar yang menyilaukan mata.
Dua orang manusia semacam itu melaku-kan perjalanan bersama-sama, dengan cepat memberikan suatu pemandangan yang kontras dan tak sedap dipandang ........
Dua orang itu langsung berjalan kede-pan meja, lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun segera duduk.
Kakek kurus berjubah abu-abu itu segera berteriak keras:
"Hei, pelayan, pelayan...."
Semenjak terjadinya keributan tadi, pelayan itu benar-benar tak berani mengusik ketenangan Cu Siau hong sekalian.
Maka sewaktu dua orang itu duduk, walaupun sang pelayan sudah melihatpun pura--pura tidak melihat, buru-buru dia melihat ke arah lain.
Tapi setelah dipanggil, tentu saja dia tak dapat berlagak pilon terus, terpaksa sambil mengeraskan kepala dia berjalan mendekat:
"Tuan, kau ada pesan apa?" tegurnya.
"Tolong tanya apakah tempat ini adalah sebuah rumah makan yang menjual hida-ngan?"
"Betul"
"Kalau betul, mengapa mesti bertanya lagi?. Cepat siapkan sayur dan arak."
Pelayan itu memandang sekejap ke arah Cu Siau hong dan Ong Peng, kemudian se-runya:
"Tuan, disini sudah ada tamu."
"Ada tamu lantas kenapa? Toh disini masih terdapat dua tempat yang kosong. Apalagi sang tamu pun tidak berbicara, buat apa kau mesti cerewet melulu?"
"Aku. . . aku. . ."
Cu Siau hong segera mengangkat cawan araknya dan berkata sambil tertawa:
`Pelayan, tambahkan dua cawan dan dua pasang sumpit"
Sayur yang dipesan Cu Siau-hong benar-benar banyak sekali, meskipun cuma empat orang yang sedang duduk bersantap, paling tidak ada belasan macam sayur yang dihidangkan.
Malahan diantaranya ada setengah yang sama sekali belum di jamah mereka.
Agaknya palayan itu tidak menyangka kalau tamunya yang satu ini sebentar dingin sebentar panas, melihat kesulitan secara tiba-tiba bisa teratasi, dengan cepat dia me-ngiakan dan buru-buru membalikkan badan berlalu dari sana.
Mendadak terdengar kakek berbaju abu--abu itu membentak dengan suara dingin:
"Berhenti kau jangan bergerak!"
Pelayan itu menjadi tertegun, kemudian serunya:
"Ada urusan apa?"
"Lohu bukan seorang peminta-minta, a-kupun bukan seorang yang tak sanggup membayar, mengapa aku mesti makan sisa sayur orang lain? Siapkan hidangan persis seperti yang dia pesan itu!"
"Oooh tuan, kalau pesan seperti itu lagi, mana muat tempatnya?"
Kontan saja kakek berbaju abu-abu itu tertawa dingin. .
"Mengapa tidak muat? Apakah kaliaa tak bisa menyingkirkan hidangan yang sudah mereka?"
'Soal ini, soal ini ...'
Dari dalam sakunya kakek berbaju abu-abu itu mengeluarkan sekeping uang perak seberat tujuh delapan tahil, kemudian sambil diletakkan diatas meja, serunya:
"Kau takut aku makan gratis? Nah, terimalah dulu uangnya'
Sambil tertawa Cu Siau hong segera berkata:
"Pelayan sayur yang sudah kami makan seharusnya kau singkirkakn semua!'
Pelayan itu agak tertegun sebentar, kemudian sahutnya dengan cepat:
"Baik, baik! Tuan berdua tentunya sahabat lama"
"Teman? Teman apa? Lohu tak punya teman'" tukas kakek berbaju abu-abu itu ketus.
Kalau dilihat dari keadaan sekarang, seratus persen dapat dipastikan kalau kakek itu memang datang untuk mencari gara-gara, sebab gaya yang diperlihatkan sekarang adalah gaya orang yang sedang mencari urusan.
Cu Siau Hong segera tertawa, dia keringkan secawan arak yang berada dihadapannya tanpa balas berbicara, malah hawa amarahpun tidak terlihat diatas wajahnya .
Yang paling aneh lagi, adalah Ong Peng, ternyata dia hanya menundukkan kepalanya sambil makan minum dengan la-hap, sepatah katapun tidak diucapkan...

Pelayan itu masih berdiri tertegun disana untuk beberapa saat lamanya dia tak tahu apa yang mesti dilakukan?
Agaknya kakek kerbaju abu-abu itu sudah habis kesabarannya, mendadak dia berkata lagi dengan dingin:
`Pelayan, mengapa kau masih berdiri tak berkutik disitu? Apakah kau anggap lohu tak bisa membunuh orang?"
Walaupun kakek berbaju abu-abu itu berperawakan ceking, namun dia mempunyai suatu hawa seram yang menggidikkan hati, hawa seram tadi bisa membuat orang mera-sa ngeri, seram dan ketakutan.
Pelayan itu segera merasakan hatinya bergetar keras, tanpa banyak berbicara dia lantas membalikkan badan dan berlalu dari situ. Kakek berbaju abu-abu itu segera mendongakkan kepalanya memandang sekejap ke-arah Cu Siau-hong, lalu ujarnya:
"Kau sungguh berjiwa besar!"
"Empat samudra semuanya adalah saudara, kita bisa bertemu boleh dibilang masih berjodoh"
"Aku lihat inilah yang dinamakan musuh bebuyutan jalan terasa sempit . . ."
'Musuh bebuyutan? Kita bermusuhan?"
'Betul, kita memang bermusuhan"
"Aku belum pernah berselisih denganmu, sejak kapan dendam ini terikat? Harap sobat bersedia menerangkan"
Kakek berbaju abu-abu itu segera tertawa dingin.
"Heeehhh..... heeehhh. . . heeehhh. . lohu senang berbicara apa, aku akan berbicara apa, memangnya di dunia ini masih ada orang yang dapat mengurusi diriku?"
"Benarkah tiada orang yang mengurusi dirimu?" tiba-tiba Cu Siau-hong mengejek. .
Mendadak kakek berbaju abu-abu itu menekankan tangannya ke atas meja, sepiring ang-sio-hi yang berada di meja mendadak mencelat ke angkasa dan menyambar ke wajah Cu Siau-hong.
Seakan-akan ada orang yang mengangkat piring tersebut dan menimpuknya ke depan.
Piring tersebut berputar amat kencang di angkasa, kemudian meluncur kedepan dan menerjang pula keatas tenggorokan Cu Siau hong.
Pada waktu itu, Cu Siau hong sedang memengang sebuah cawan, dengan cawan itulah dia menghantam sisi piring tersebut, "Traang" piring yang sedang berputar itu mendadak meluncur balik ke belakang.

No comments: