Thursday 29 January 2009

Pena Wasiat 19

Oleh : Tjan ID

Mendengar pekikan suara aneh tadi, auman harimau yang bersahut-sahutan itu segera berhenti sama sekali.
Suasana didalam kandang harimau itupun pulih kembali dalam ketenangan seperti sedia kala.
Tapi rombongan harimau itu belum mem-bubarkan diri, mereka masih berkumpul menjadi satu, sambil mengawasi kelompok manusia diluar kandang.

"Rupanya harimau-harimau di dalam kandang ini sudah mendapat pendidikan yang ketat" kata Tan Tiang-kim dengan dingin. "berada dalam kendali orang lain, aku rasa lebih susah lagi untuk dihadapinya"
-ooo0ooo-
BAGIAN 21
ANEHNYA dari empang ikan leihi kita sudah sampai di kandang macan, kena-pa mereka belum juga turun tangan?." Kata Pek Bwee.
"Belum sampai waktunya"
Pek Bwe berpaling dan memandang sekeliling tempat itu, lalu katanya:
"Agaknya kandang macan ini letaknya berada dipaling belakang dari kebun raya Ban hoa wan, kalau mereka belum juga turun tangan, lantas mereka bersiap-siap akan turun tangan dimana?'
"Mereka sedang menunggu.....'
Belum lagi ucapan tersebut diselesaikan tiba-tiba terdengar seseorang berkata dengan dingin:
"Kebun raya Ban hoa wan adalah tempat tinggal jago lihay, kalian berani memasuki-nya berarti kalian harus mati"
Suara ini seakan-akan datang dari suatu tempat yang sangat jauh, Tan Tiang kim hanya bisa menentukan arah datangnya suara tersebut, tapi tidak melihat darimana orang itu berbicara.
Kontan saja Tan Tiang kim merasakan hatinya bergetar keras, tapi mimik wajahnya masih tetap menunjukkan ketenangan yang luar biasa, setelah menarik napas panjang, serunya:
"Jago lihay dari manakah yang telah memberi petunjuk? Kenapa tidak segera munculkan diri?".
Suara yang dingin menyeramkan itu kembali berkumandang.
'Tan Tiang kim, apa sangkut pautnya antara urusan Bu khek bun dengan perkumpu-lan Kay pang? Kenapa kau mencampurinya?"
"Siapakah yang tidak tahu kalau Kay-pang dan Bu khek bun mempunyai hubungan yang akrab, apanya yang musti diherankan?"
Suara yang dingin menyeramkah tadi berkata lagi.
"Aaai .....!. Lohu menjadi agak menyesal dan sedih"
"Apa yang musti kau sesalkan?"
"Bagaimanapun juga kau mempunyai nama yang cukup tersohor dalam dunia persilatan, bila hari ini mesti mampus dalam kebun raya Ban hoa wan, bukankah hal itu merupakan suatu peristiwa yang patut disesalkan?
"Aku si pengemis tua sudah hidup enam puluh tahun lebih, masa hidupku sudah cukup panjang, sekalipun harus mati disini hari ini, bagi aku si pengemis tug maah bukan terhitung sesuatu peristiwa yang pan-tas disesalkan!"
Sementara itu Tan Tiang kim sudah tahu kalau suara tersebut berasal dari puncak pohon pek-yang tinggi besar disebelah barat kandang macan itu.
Daun pohon itu sangat rimbun dan lebat, sehingga sukar untuk dilihat dimanakah orang itu menyembunyikan diri.
Tapi Tan Tiang kim adalah seorang jago kawakan yang sudah lama sekali berkelana dalam dunia persilatan, meskipun terkejut didalam hati, namun diluar ia cuma tertawa dingin.
"Besar amat bacotmu!" serunya.
"Tan Tiang kim!" kata suara dingin itu dengan nada menyeramkan, "tampaknya tidak sedikit jumlah anggota Kay pang yang berdatangan pada hari ini."
Sepasang mata Tan Tiang kim yang tajam tiada hentinya memeriksa pohon pek-yang tersebut sementara mulutnya menjawab:
"Anggota Kay pang tak terhitung jumlahnya yang sudah mencapai ribuan orang, dapatkah kau lihat berapa banyak jago kami yang telah berdatangan hari ini?"
"Tan Tiang kim!" suara yang dingin itu kedengaran agak marah, "sungguh tidak beruntung lohu harus melihat dirimu lebih dulu. . . . ."
"Melihat aku kenapa?"
"Melihat kau bakal mampus!"
Tan Tiang kim segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh. . . haaahhh. . . haaahhh. . . sayang sekali, aku masih segar bugar"
Tidak terdengar uara jawaban lagi, agaknya orang itu sudah pergi meninggalkan tempat itu.
Tan Tiang kim mendehem berat, kemudian serunya lagi.
"Saudara, kalau toh kau berani membentak dan menegur aku Tan Tiang kim, kenapa tidak berani untuk menampakkan diri?"
Sekalipun sudah diulangi beberapa kali, ternyata tidak terdengar juga ada orang yang memberi jawaban.

Pek Bwee menghembuskan napas panjang.
"Tampaknya mereka sudah pergi!"
"Hmm! Bangsat itu berlagak misterius, agaknya orang itupun merupakan seorang jago kawakan yang sudah seringkali melakukan perjalanan di dalam dunia persilatan"
Belum sempat Tan Tiang kim menjawab, tampak bayangan manusia berkelebat lewat, seorang manusia berbaju putih sudah menampakkan diri dibalik kandang macan itu.
Tampak orang itu melompat dua kali dengan menutulkan ujung kakinya diatas papan kayu itu, kemudian dengan enteng dan melampaui pagar kayu tadi dia melayang turun dihadapan Tan Tiang kim mengawasi orang itu lekat-lekat, kemudian serunya dengan dingin:
"Kau adalah ....."
Orang itu mengenakan baju serba putih, usianya antara tiga puluh tahunan, pedang tersoren di punggung dan wajahnya sangat asing, baik Tan Tiang kim maupun Pek Bwee tak ada yang mengenalinya.
" Kaukah yang bernama Tan Tiang kim?'' tegur orang berbaju putih itu dengan wajah serius.
" Betul, aku si pengemis tualah orangnya"
"Bagus sekali, serahkan nyawamu!"
"Kau hendak membunuh aku si pengemis tua?"
"Yaa, aku mendapat tugas untuk kemari mencabut selembar nyawamu!"
Tiba-tiba Tang Cuan maju selangkah ke depan, kemudian serunya:
"Sobat, kasar amat sikapmu!"
Orang berbaju putih itu memandang sekejap ke arah Tang Cuan, kemudian tegurnya:
"Siapakah kau?"
"Aku Tang Cuan!"
"Minggir kau dari situ!"
Tang Cuan segera tertawa dingin, katanya:
"Tan cianpwe adalah seorang yang sangat terhormat, tak nanti ia sudi bertarung dengan manusia macam kau"
Dengan cepat orang berbaju putih itu meraba gagang pedangnya, kemudian membentak keras:
''Minggir kau!"
Tang Cuan juga meloloskan pedangnya dari sarung.
"Kau musti menangkan dulu pedang dari aku orang she Tang sebelum bertempur me-lawan Tan locianpwe"
Mendadak tampak cahaya tajam berkilauan di angkasa, sekilas bayangan dingin langsung membacok ke tubuh Tang Cuan.
Dengan cepat Tang Cuan menggerakkan pedangnya untuk menangkis...... "Traang!" ia sudah membendung serangan pedang dari orang berbaju putih itu,
Suatu pertempuran sengit dengan cepat berkobar dengan hebatnya.
Sepasang pedang saling menyambar bagaikan sambaran kilat dengan cepatnya kedua belah pihak sudah berada dalam keadaan seimbang dan siapapun tak sanggup mengalahkan yang lain.
Ilmu pedang Cing peng kiam hoat yang diyakinkan Tang Cuan meski sudah mencapai kesempurnaan sebesar delapan bagian, tapi untuk menghadapi serangan gencar dari manusia berbaju putih itu, dia masih selisih satu tingkat.
Sekalipun demikian, setiap kali Tang Cuan sudah terdesak dan hampir menderita kekalahan, tiba-tiba saja muncul satu jurus tangguh yang segera merebut kembali keadaan yang berbahaya menjadi menguntungkan. Jurus-jurus aneh yang digunakan itu semuanya amat lihay, ganas dan luar biasa, hal mana memaksa kemenangan yang hampir saja diraih orang berbaju putih itu secara tiba-tiba lenyap tak berbekas.
Dengan demikian, maka suasana pertarunganpun menjadi kalut dan tidak diketahui mana yang menang dan mana yang kalah. Dalam waktu singkat ratusan gebrakan sudah lewat, tapi pertempuran sengit masih berlangsung terus dengan ramainya, menang kalah masih belum juga diketahui.
Tan Tiang kim yang menjumpai keadaan itu menjadi sangat keheranan, dengan suara lirih dia berkata:
"Saudara Pek, tak kutangka kalau ilmu pedang Cing peng kiam hoat ternyata demi kian lihay dan luar biasanya, kejadian ini sungguh diluar dugaan aku si pengemis tua".
Pek Bwe mengerti jurus-jurus aneh yang sakti dan muncul berulang kali itu bukan jurus pedang dari ilmu Cing peng kiam hoat asli, melainkan merupakan jurus-jurus pedang ajaran dari Cu Siau hong.
Cuma, beberapa jurus serangan itu sudah dilebur ke dalam ilmu pedang Cing peng kiam hoat, jadi kalau dibilang jurus-jurus serangan itupun merupakan jurus serangan dari Cing peng kiam hoat, hal itupun tak dapat dianggap salah..
Berpikir demikian, pelan-pelan dia menjawab.
"Selama banyak tahun belakangan ini, aku sudah keluar dari perkampungan Ing gwat san ceng, jadi terhadap perkembangan dari ilmu pedang Cing peng kiam hoat ku-rang begitu paham"
Sementara itu Tan Tiang kim secara diam-diam telah mengerahkan tenaga dalam nya untuk bersiap-siap, dia telah bersiap-siap untuk setiap saat turun tangan menolong Tang cuan.
Walaupun begitu, tapi selama ini dia tak pernah turun tangan untuk membantu.
Perubahan jurus pedang yang dimainkan lelaki berbaju putih itu makin lama kelihatan semakin ganas, setiap jurus serangan yang dipergunakan rata-rata merupakan jurus mematikan yang dahsyat dan penuh diliputi hawa pembunuhan yang mengerikan.
Untuk menghadapi serangan-serangan dahsyat dari orang berbaju putih itu, Tang Cuan juga kelihatan makin lama semakin bertambah payah..
Sekalipun demikian, Tang Cuan justru makin bertarung semakin mantap, permainan pedang Cing peng kiam ditangannya juga semakin kuat dan meyakinkan.
Kecuali disaat-saat yang amat berbahaya, dia baru menggunakan jurus aneh untuk menolong diri, boleh dibilang sebagian besar diat bertarung menggunakan ilmu pedang Cing peng kiam.

Ketika ratusan jurus sudah lewat, tapi lelaki berbaju putih itu belum juga berhasil merobohkan Tang Cuan, hatinya mulai gelisah dan cemas sekali, peluh sebesar kacang mulai jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
Gelisah dan cemas adalah pantangan yang terbesar bagi seorang jago pedang, dengan kemampuan permainan pedang yang dimiliki orang berbaju putih itu, sesungguhnya dia boleh dibilang termasuk jagoan kelas satu, tapi anehnya ia tak mampu untuk mengen-dalikan pergolakan perasaan sendiri. . . .
Tampak peluh yang membasahi kepala jago pedang berbaju putih itu, makin lama semakin banyak, agaknya perasaan hati orang itu sudah mencapai puncak ketegangan.
Tiba-tiba jago pedang berbaju putih itu berpekik nyaring dengan gusarnya, mendadak tubuhnya melejit ke tengah udara, sekali meluncur ke angkasa, tubuhnya telah mencapai tiga kaki lebih dari permukaan tanah.
Kemudian setelah berjumpalitan satu kali badannya berputar kencang, dengan kepala dibawah kaki diatas dia meluncur ke bawah, pedangnya diputar kencang menciptakan selapis bunga pedang yang sangat tebal, kemudian dengan cepatnya menyelimuti seluruh angkasa.
Itulah sebuah serangan kilat yang dahsyat sekali, tubuh berikut pedangnya langsung menumbuk ke tas badan Tang Cuan.
Pek Bwe segera membentak nyaring.
"Tang Cuan, jangan tegang, lohu akan membantu dirimu."
Ditengah bentakan keras, secara beruntun ia lancarkan dua buah pukulan dahsyat ke tubuh orang berbaju putih itu.
Tang Cuan sendiripun diam-diam menggertak gigi, sambil menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya dia memutar pedang dan maju menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Serangannya ini boleh dibilang merupakan suatu serangan yang mempengaruhi mati hidupnya.
"Traaanng. . .!" terdnegar bunyi benturan nyaring yang memekikkan telinga bergema memecahkan keheningan, diantara percikan bunga api dua sosok bayangan manusia saling berpisah satu sama lainnya.
Diujung pedang kedua belah pihak sama-sama terlihat noda darah yang berwarna merah kental.
Luka si orang berbaju putih terletak dibagian dadanya, pakaian yang dipakainya terbelah lebar dan mulut lukanya hampir mencapai setengah jengkal lebih.
Tidak terlihat bagaimanapun bentuk luka itu, tapi darah segar yang memancarkan keluar dari mulut luka itu bagaikan sumber mata air.
Luka Tang Cuan berada di atas bahu, darah segar pun telah membasahi separuh dari baju yang dikenakan.
Dengan langkah lebar Pek Hong segera memburu kemuka, lalu tegurnya lirih:
"Nak, parahkah lukamu?"
Tang Cuan menggerakkan sebentar lengan kanannya yang mencekal pedang, setelah itu menjawab:
'Untung saja lukanya belum sampai ke tulang, luka ini hanya luka dikulit saja..."
Setelah menghembuskan napas panjang, dengan suara lirih terusnya:
'Sunio, sebetulnya aku tak sanggup menghindarkan diri dari serangan tersebut, untung saja ada tiga jurus ilmu pedang penolong jiwa dari Siau hong sute, dengan dileburnya ketiga jurus itu kedalam ilmu pedang Cing peng kiam hoat, sesungguhnya hal ini membuat kehebatan ilmu pedang Cing peng kiam hoat berlipat ganda lebih dahsyat."
"Aku dapat melihat akan hal itu, persembahannya untuk Bu khek bun kami memang besar sekali." Sahut Pek Hong.
Seraya berkata dia merogoh sakunya dan mengeluarkan obat luka luar, kemudian turun tangan sendiri untuk membalut luka Tang Cuan diatas bahunya itu.
Tang Cuan orangnya lugu dan polos, ia tak pandai berbicara, meski hati kecilnya merasa berterima kasih sekali, namun dibibir tak sepatah katapun yang sanggup diucapkan keluar.
Sin jut, Kui meh, Tan Tiang kim dan Pek Bwee telah berdatangan semua, mereka berempat masing-masing berjajar disekeliling tbuh orang berbaju putih itu, mencegah sergapan kilat yang dilakukannya secara tiba-tiba.
Tiba-tiba orang berbaju putih itu melompat ke tengah udara, kemudian langsung melompat masuk kedalam kandang harimau. . .
Tan Tiang kim yang menyaksikan kejadian itu segera berkerut kening, serunya.
"Hei, apa yang telah terjadi?"
"Dia hendak mengumpankan diri untuk santapan kawanan harimau tersebut. . ." kata Pek Bwee.
Sementara pembicaraan berlangsung, orang berbaju putih itu sudah menubruk masuk kedalam kerumunan macan-macan kepalaran itu.
Mungkin bau amis darah dari mulut lukanya itu telah membangkitkan napsu makan harimau tersebut, terdengar auman yang keras sekali, kawanan harimau itu segera menubruk ke depan dengan garangnya.
Jerit kesakitan yang memilukan hati berkumandang memecahkan keheningan disusul suara robeknya perut dan kulit badan manusia, dalam waktu singkat orang berbeju putih itu sudah dilahap kawanan macan itu sehingga tak sepotong badannya yang masih tersisa.
Tan Tiang kim yang menyaksikan adegan seram tersebut cuma bisa berdiri termangu-mangu seperti orang bodoh, lama kemudian ia baru bisa berkata:
"Sungguh suatu peristiwa brutal yang belum pernah kubayangkan sebelumnya, tak nyana kalau orang itu memiliki keberanian sedemikian besarnya untuk mengumpankan diri sebagai santapan kawanan harimau-huunh .... betul-betul menakutkan sekali, terus terang, aku si pengemis tua tidak memiliki keberanian seperti itu"
"Untuk beradu jiwa atau bertarung sampai titik darah penghabisan, aku orang she Pek tak pernah merasa takut" kata Pek Bwe pula. "tapi kalau menyuruh aku mengumpankan diri sebagai santapan kawanan harimau, ooh ....terima kasih! Aku orang she Pek tak akan memiliki keberanian semacam itu"

Dalam pada itu, Pek Hong telah selesai membalut luka yang diderita Tang Cuan, dengan langkah lebar dia segera jalan menghampirinya.
Ketika delapan belas harimau buas itu selesai melahap tubuh seorang manusia, itu pun tak lebih baru membangkitkan selera makan mereka......
Maka harimau-harimau tersebut pun sege-ra memperlihatkan mimik wajah buas yang mengerikan, seakan-akan sedemikian lapar-nya sehingga kalau bisa detik itu juga me-reka hendak menerkam mangsanya.
Pek Hong memandang sekejap ke arah kawanan harimau di dalam kandang itu, kemudian dengan perasaan bergetar keras seru-nya dengan suara dalam:
"Ayah, coba lihat! Dari balik sorot mata harimau-harimau tersebut tampaknya telah memancar keluar cahaya merah yang mengerikan sekali, oooh. . . seram benar!"
Tan Tiang-kim maupun Pek Bwee segera memalingkan kepalanya dan memandang ke dalam kandang.
Apa yang kemudian terlihat segera mem-buat kedua orang jago tua itu menjadi tertegun.
Mereka menjumpai sorot mata kawanan harimau itu telah memancarkan semacam sinaar kebengisan yang luar biasa sekali, kea-daan semacam itu sama sekali tidak mirip dengan sinar mata harimau biasa.
"Saudara Pek!" Tan Tiang kim segera berbisik, ''aku lihat keadaannya sedikit tidak beres"
"'Yaa! Pek Bwe membenarkan, "harimau-harimau itu kelihatan sangat garang, tampaknya mereka sudah bersiap-siap untuk menerkam manusia dan melahapnya."
"Aku si pengemis tua belum pernah menjumpai harimau-harimau semacam ini, saudara sekalian, kalian musti lebih waspada dan berhati-hati lagi."
"Tidak bisa begitu, tempat ini tak bisa kita diami lebih lama lagi, sekalipun kita dapat menghadapi kawanan harimau tersebut, sudah pasti akan banyak terdapat orang kita yang bakal menderita luka parah atau bahkan mati. . . ."
"Maksud saudara Pek. . . ." sela Tan Tiang kim.
"Sekalipun kita gagal untuk menahan kawanan harimau itu keluar kandang, paling tidak kita musti memilih suatu tempat yang menguntungkan buat kita semua"
"Kalau begitu cepat mundur!"
Mendadak terdengar suara pekikan aneh bergema memenuhi seluruh angkasa, menyusul kemudian kandang harimau itu roboh secara tiba-tiba.
Bukan Cuma sebagian tapi seluruh dinding pagar kayu yang merupakan batas kandang tersebut telah roboh sama sekali.
Kejadian ini benar-benar diluar dugaan beberapa orang itu, belum sampaip mereka mengambil sesuatu tindakan, hampir pada saat yang bersamaan kawanan harimau ganas itu telah menyerbu keluar.
Dengan membawa deruan angin amis yang amat menusuk hidung, binatang-binatang buas yang kelaparan itu masing-masing menerkam ke tas tubuh beberapa orang itu.
Sin jut dan Kui meh serentak berkumpul menjadi satu dengan rekan-rekannya kemudian teriaknya keras-keras.
"Cepat berkumpul menjadi satu, tak sempat untuk mundur lagi!"
Padahal tak usah Sin jut dan Kui Meh berteriak memberi peringatan, Tan Tiang -kim serta Pek Bwee telah menggeserkan tu-buh dan menggabung diri dengan rekan la-innya.
Kedua orang ini memiliki pengetahuan serta pengalaman yang luas sekali tentang kejadian didunia ini, reaksi yang mereka lakukan sudah barang tentu tak bisa dilampaui oleh Tang Cuan sekalian.
Pek Hong sambil melakukan sapuan de-ngan pedang ditangan kanannya, tangan kiri menarik tangan Tang Cuan dan diajak berkumpul dengan rekan-rekan lainnya.
Tan Tiang-kim, Pek Bwe, Sin Jut dan Kui Meh segera memisahkan diri mengam-bil posisi di empat penjuru.
Dengan begitu maka Pek Hong dan Tang Cuan jadi terlindung ditengah arena..
Sungguh cepat sekali terkaman dari ka-wanan harimau, tiga ekor harimau secepat anak panah yang terlepas dari busurnya telah menerkam tiba..
Sambil mementangkan mulutnya dengan gigi yang runcing, harimau-harimau itu merentangkan cakar dan menerkam kawanan jago tersebut.
Tan Tiang Kim, Pek Bwe, Sin Jut, Kui Meh, Pek Hong dan Tang Cuan serentak meloloskan senjata tajam masing-masing.
Cahaya golok, bayangan pedang dengan cepat menciptakan selapis kabut sinar yang kuat untuk membendung terkaman dari kawa-nan harimau kelaparan tersebut.
Ditengah auman yang memekikkan hati, dua ekor harimau raksasa yang berada dipaling depan telah terbacok sampai mati, sementara yang ketiga kena ditusuk oleh pedang Pek Hong dan terluka pada bagian dada dan perutnya, darah segar menyembur keluar dengan derasnya, tapi binatang itu berhasil juga melewati beberapa orang tersebut.
Tampak cakarnya yang tajam telah ber-hasil melukai bahu Pek Hong sehingga pa-kaiannya robek dan bahunya terobek memanjang oleh cakar harimau yang amat tajam itu.
Padahal Pek Hong tidak seharusnya terluka, tapi demi melindungi keselamatan Tang Cuan, tubuhnya terpaksa harus digeserkan jauh lebih ke depan lagi.
Dengan gelisah bercampur cemas, Tang Cuan segera berseru:
'Sunio, parahkah lukamu?"
"Aaah tidak menjadi soal, cuma luka dikulit!"
Terdengar suara auman harimau berkumandang susul menyusul, bagaikan gulungan ombak saja, satu gelombang demi satu ge-lombang kawanan harimau itu melakukan terkaman kilat ke depan.
Tampaknya kawanan harimau itu memang sudah memperoleh pendidikan yang cukup matang, sekalipun ayunan senjata rahasia dan senjata tajam yang dilakukan para jago telah berhasil membunuh enam ekor harimau buas, tapi sisanya yang masih ada dua belas ekor sama sekali tidak gentar, malahan mereka bergerak maju terus ke depan.
Walaupan demikian, serangan kilat dari kawanan harimau itu toh terhenti juga un-tuk sementara waktu.

Dua belas ekor harimau berditi pada jarak kurang lebih satu kaki dengan kaki depan ditekuk siap melakukan gerakan menerkam ke arah depan.
Setelah bertarung sekian lama melawan kawanan harimau tersebut, kawanan jago pun merasa agak sedikit lelah, menggunakan kesempatan tersebut mereka beristirahat sebentar.
Tan Tiang kim menghembuskan napas panjang, kemudian katanya...
'Masih ada orang kita yang terluka?"
Sin Jut dan Kui Meh sercntak menjawab hampir bersamaan waktunya:
'Lapor tianglo, lengan tecu kena tersambar cakar harimau-harimau itu...."
"Parahkah lukanya?'
"Tidak terlampau parah" sahut Sin Jut.
"Cuma sedikit luka diluar, cuma sekitar mulut luka terasa kaku dan kesemutan, agaknya cakar harimau itu telah dipolesi dengan racun ''
"Kalian membawa obat luka?'
''Tecu sekalian telah menelan sebutir pil pi tok wan (pil pencegah keracunan)!"
"Kawanan harimau itu sangat buas dan garang, andaikata cakar mereka mengandung racun pula, waaah.... mungkin hanya untuk menghadapi kawanan harimau pada hari ini pun, kita sudah akan kesulitan untuk menghadapinya"
"Tianglo" seru Kui Meh kemudian, "bagaimana kalau kita bunyikan peluit untuk mengundang bala bantuan?"
"Kalau dilihat situasi yang sedang kita hadapi sekarang, tampaknya urusan memang tak bisa ditunda lagi.."
Mendadak terdengar bunyi pekikan aneh sekali berkumandang datang.
Mendadak kawanan harimau yang sudah siap melakukan terkaman itu menarik diri dan mundur kembali kedalam kandang.
Kandang-kandang harimau yang semula sudah bertumbangan itu secara otomatis telah berdiri tegak kembali.
Dengan begitu, maka kawanan harimau itu pun segera tersekap kembali didalam kandang.
Menyaksikan kejadian ini. Pek Bwee segera berkerut kening, kemudian gumamnya.
'Heran, kenapa secara tiba-tiba kawanan harimau itu sudah terkurung kembali dida-lam kandang, apakah bebarapa lembar nyawa kita tidak lebih berharga daripada nya-wa beberapa ekor harimau ganas itu."
'Sudah pasti kawanan harimau itu dike-ndalikan oleh bunyi pekikan aneh tadi, soal kenapa mereka sampai mengundang balik kawanan harimaunya aku merasa masalah pelik ini sukar untuk dipercaya.
Sementara pembicaraan sedang berlangsung mendadak tampak ada dua sosok bayangan manusia meluncur datang dengan kecepatan luar biasa.
Ternyata kedua orang itu adalah Seng Tiong gak serta Cu Siau hong yang tidak diketahui jejaknya selama ini.
'Siau hong, sedari kapan kalian masuk ke mari?" Pek Hong segera menegur dengan gembira..
"Tecu dan paman Seng sudah masuk kemari semenjak tadi''
Sesudah berhenti sejenak, terusnya:
"Sunio, apakah ada orang yang ter-luka oleh cakar harimau-harimau ganas itu?
"Aku! Masih ada lagi dua orang saudara dari Kay pang!" sahut Pek Hong segera.
'Tecu mempunyai obat yang mustajab, cepat kalian telan"
Pek Hong menerima sebutir pil berwarna putih bersih, sambil mengawasi benda tersebut tanyanya:
`Siau Hong, obat apa ini?"
"Obat yang khusus digunakan untuk menawarkan racun yang ada diujung cakar hari-mau-harimau itu, Sunio! cepat dimakan"
Sin Jut, Kui Meh masing-masing juga menelan sebutir pil.
"Kemari! Aku si pengcmis tua juga minta sebutir" tiba-tiba Tan Tiang kim berkata.
Pek Bwe juga akhirnya minta sebutir pil penawar racun itu.
Rupanya dari semua orang yang hadir disitu, selain Tang Cuan seorang, boleh dibilang semuanya telah terluka.
Cuma, lantaran kuatir memmpengaruhi perhbatian orang lain, maka beberapa orang i-tu hanya menyimpan kejadian itu didalam hati kecilnya saja.
Pek Bwe segera tertawa, katanya kemudian:
"Siau hong, untung kau membawa datang sebotol obat penawar tepat pada waktunya, kalau tidak bisa jadi kami semua akan mampus oleh racun cakar harimau itu!"
Tan Tiang kim juga tertawa pula:
"Saudara Pek, andaikata Siau hong tidak datang tepat pada waktunya, terpaksa aku si pengemis tua harus mendatangkan bala bantuan untuk membantu kita menanggulangi kejadian ini"
"Dengan berbuat demikian, bukankah sama artinya dengan merusak semua rencana kita?' kata Pek Bwee.
''padahal menanti datangnya bala bantuan juga percuma, sebab keadaanya sudah pasti tak sempat lagi, padahal racun-racun itu ganas sekali, tidak sampai setengah jam sudah mesti racun itu akan kambuh dan mulai bekerja"
'Saudara Tan, sekalipun tidak kau katakan, siaute juga mempunyai perasaan yang sama, asal kawanan harimau ganas itu melakukan tubrukan sekali lagi, niscaya kita semua jangan harap bisa lolos lagi dari tempat ini dalam keadaan selamat"
Setelah berhenti sejenak, orang she Pek i-tu melanjutkan lebih jauh:
"Siau hong, aku ingin bertanya kepadamu, mengapa secara tiba-tiba kawanan harimau ganas itu bisa balik lagi ke dalam kandang-nya?"
"Siau hong telah memanggil mereka untuk masuk kandang" kata Seng Tiong gak menerangkan.
"Aaaah, masa Siau hong bisa memanggil kawanan harimau ganas itu untuk masuk kandang?" seru Pek Hong kurang percaya.
"Betul! Siau hong pandai sekali mengingat-ingat nada irama, setelah mendengarkan irama yang dipakai untuk memberi perintah kepada kawanan harimau ganas tadi, dengan cepat ia berhasil memahami rahasia di balik irama tersebut, mula-mula kami memaksa orang itu untuk menyerahkan obat penawar, kemudlaa Siau hong merampas peluit tersebut dan meniupkan irama yang dipahaminya, kawanan harimau ganas itupun segera mundur kembali ke dalam kandangnya"

Dia berpaling dan memandang sekejap ke arah Cu Siau hong, kemudian sambil tertawa ia tambahnya:
"Siau-hong bukan cuma pandai dalam mengenali irama lagu, lagipula orangnya teliti an pintar, rupanya ia sudah menduga dimanakah letak tombol rahasia yang mengendalikan kandang kayu itu, ternyata dugaannya benar juga, baru tangannya menyentuh tombol rahasia tersebut, pagar kandang yang semual roboh itu tahu-tahu sudah berdiri kembali seperti sedia kala."
"Oooh. . . . kiranya begitu"
"Tiong-gak!" Pek Hong lantas berkata, "dimana sih letaknya tombol rahasia yang mengendalikan pagar kandang harimau ini ?"
"Enso, meskipun sepintas lalu kebun raya Ban hoa wan memberi kesan kepada orang sebagai tempat hiburan, sesungguhnya tiap jengkal tanahnya tersembunyi jebakan yang sangat berbahaya, semua persiapan yang ada di tempat ini tampaknya telah diatur sedemikian rupa sehingga amat sempurna sekali, tombol rahasia yang mengendalikan kandang harimau itu letaknya berada dibalik semak belukar tujuh kaki dari tempat ini"
"Dibawah semak belukar?"
"Yaa, dibawah semak belukar, seandainya Siau-hong tidak seksama dan teliti, aku tak akan menduga sampai kesitu"
"Ayo jalan! Kita hancurkan dulu alat rahasia yang mengendalikan pagar kandang harimau ini" seru Tan Tiang-kim.
''Soal itu mah tak usah merepotkan cianpwe, alat rahasia tersebut telah kami rusak, sekalipun ada tukang yang ahli dalam alat rahasia ditempat saat ini belum tentu alat rahasia itu bisa diperbaiki dalam satu dua jam, kecuali harimau dalam kandang itu bisa melompati kandang kayu ini, jangan ha-rap mereka bisa lolos lagi"
Tan Tiang-kim manggut-manggut, ujarnya kemudian:
"Siau-hong, dengan cara apa kalian ke mari?"
"Setelah berunding dengan Seng susiok, boanpwe merasa lingkungan kebun raya Ban hoa-wan ini terlampau besar, dari sekian besar tempat yang ada, paling tidak pasti ada satu dua tempat yang bisa dipakai un-tuk menerobos masuk, maka kamipun men-cari suatu tempat yang bisa dipakai imtuk menyusup ke dalam kebun
raya ini tanpa diketahui orang lain"
'Apakah perbuatan kalian itu diketahui lawan?"
"Tidak, boanpwe merasa bahwa dalam ke-bun raya Ban hoa wan ini terdapat banyak sekali alat rahasia yang disembunyikan dibalik pepohonan dan aneka bunga mereka pandai msnyembunyikan alat rahasia tersebut sehingga sukar diketahui orang, oleh sebab itu boanpwe pun mempergunakan pepohonan dan aneka bunga yang ada disini untuk menyusup masuk kemari, untung saja jejak kami tidak sampai diketahui mereka"
"Ehmm .... mempergunakan persiapan yang dilakukan musuh untuk menyembunyikan diri, Siau hong, kau memang hebat! ' puji Pek Bwe.
"Locianpwe, ketika boanpwe dan Seng susiok menyusup masuk kedalam bebungaan, telah kami jumpai suatu kejadian.
"Kejadian apa?"
"Ternyata dibalik bebungahan itupun terdapat banyak sekali alat-alat jebakan yang berbahaya sekali ....'
'Ooooh. . . "
"Ternyata didalam bebungaan tersebut terdapat banyak sekali benang tipis yang saling berhubungan antara satu dengan lainnya, boanpwe pernah mencobanya, satu kali tiap tali benang itu tersentuh, segera a-da jarum tajam yang meluncur keluar"
"Kejadian semacam itu juga telah dijumpai oleh dua orang saudara dari Kay pang"
"Yaa, itulah sebabnya dari sini boanpwe dapat menarik kesimpulan bahwa dibalik bebungahan tersebut sesungguhnya tersembunyi banyak sekali jago tangguh....''
"Sute" tukas Tang Cuan, "kalau memang bebungahan itu berbahaya sekali, seharusnya orang merekapun tak mungkin bisa masuk keluar disekitar tempat itu dengan lelu-asa"
"Siaute curiga, dibawah tanaman bunga tersebut kemungkinan besar terdapat jalan bawah tanah"
"Lorong bawah tanah?''
"Yaa! Kalau tak ada lorong bawah tanah, kenapa jumIah orang yang demikian banyaknya dalam kebun raya Ban-hoa-wan, secara tiba-tiba bisa lenyap tak berbekas dengan begitu saja?'
'Jadi maksud sute. . ."
''Siaute rasa, kemungkinan besar mereka bersembunyi di bawah tanah" Sambung Cu Siau-hong lebih jauh, "dalam kebun raya Ban-hoa-wan ini tidak terdapat banyak bangunan rumah, satu-satunya tempat yang bisa dipakai untuk menyembunyikan diri hanya dibawah tanah"
"Betul! Kalau toh tombol rahasia yang mengendalikan kandang harimau itu letaknya dibawah tanah, tentu saja merekapun mungkin juga di lorong dibawah tanah'
"Siau-hong, lantas menurut pendapatmu, bagaimana cara kita untuk menghadapi mereka" tanya Tan Tiang-kim..
'Sudah barang tentu kita tak bisa menggali tanah atau merusak kebun raya Ban hoa-wan dengan begitu saja, apalagi jumlah kitapun tidak cukup untuk melakukan hal ini"
Sute, kalau begitu, kita tidak punya cara yang baik untuk mengatasi keadaan ini?'' seru Tang Cuan.
'Siaute masih belum berhasil menemukan cara yang baik untuk mengatasi keada-an tersebut, selain itu kitapun belum berhasil menemukan pintu masuk menuju ke lorong rahasia tersebut."
"Kalau begitu, terpaksa kita harus menunggu sampai mereka turun tangan lebih dahulu ....." kata Tan Tiang kim kemudian.

"Tan cianpwe, boanpwe rasa dari pada kita menunggu sampai pihak musuh turun tangan lebih dulu, mengapa tidak kita yang memancing kemunculan mereka?" seru Tan Cuan kemudian.
"Benar, kita memang bisa menggunakan akal untuk memancing kemunculannya, tapi cara apakah yang harus kita pergunakan sehingga mereka dapat dipancing keluar!'
"Mau memancing kemunculan mereka juga boleh, memaksa mereka juga boleh, yang penting cara apakah yang harus kita gunakan?"
"Dengan api, asal kita melepaskan api untuk membakar pepohonan dan bebungahan yang ada disini serta merta mereka pasti akan menampakkan diri!'
Tan Tiang kim berpaling dan memandang sekejap kearah pemuda itu, kemudian manggut-manggut.
"Yaa, cara ini memang bisa juga kita pergunakan"
"Mereka telah membakar perkampungan Ing gwat san-ceng kita, mengapa kita tidak gunakan pula cara yang sama untuk membakar kebun raya Ban hoa wan mereka?"
"Ciangbun suheng, kita tak boleh melepaskan api ditempat ini!" tiba-tiba Cu Siau hong berbisik.
"Kebun raya Ban hoa wan adalah sebuah tempat yang amat terkenal, apabila sampai terbakar, sudah pasti peristiwa ini akan memancing perhatian orang banyak, rakyat disekeliling tempat ini pasti akan berbondong-bondong datang kemari, kalau sampai terjadi peristiwa begitu, bukankah yang bakal repot adalah kita sendiri? Apalagi kebakaran yang mungkin terjadi bisa melenyapkan semua bukti yang ada"
Mendengar perkataan itu, Targ Cuan lantas manggut-manggut, katanya kemudian.
"Benar! Apa yang dikatakan sute memang benar, cara ini tak bisa kita gunakan!"
'Dengan susah payah mereka mengatur persiapan ini serta memancing kita memasuki kebun raya Ban hoa wan, itu berarti persiapan yang matang sudah pasti ada, aku rasa mereka pasti tak akan melepaskan kesempatan yang baik ini dengan begitu saja, maka jangan kuatir. Walau mereka tidak sampai me-lakukan sesuatu gerakan.
"Pengemis tua" ujar Pek Bwe kemudian. ''apakah kita harus memilih sesuatu tempat yang baik untuk melangsungkan duel dengan mereka?".
"Benar!" seru Cu Siau hong pula, "kita bisa memilih sendiri tempat yang ideal dan cocok untuk melakukan pertarungan dengan mereka."
Kembali Pek Bwee berbisik:
"Pengemis tua, apakah kau hendak mengadakan kontak dengan mereka ....?"
"Aku rasa untuk sementara waktu belum perlu!''
"Pengemis tua, apakah kau yakin kalau mereka semua telah datang kemari .. ? '
Mendengar perkataan itu, Tan Tiang trim segera tertawa lebar.
"Soal ini tak usah saudara Pek kuatirkan, bukan saja dari pihak Kay pang telah da-tang banyak jago, bahkan pihak Pay kau pun mengirim juga kawanan jagonya dalam jumlah yang sangat banyak."
"Yang menjadi beban pemikiran dari aku si pengemis tua sekarang adalah masalah yang lain?" tanya Pek Hong gelisah.
Kay pang dan Pay kau sudah berdatangan ke tempat ini dalam jumlah besar, karena i-tu mereka lantas mengambil keputusan untuk tidak berkutik untuk sementara waktu"
Pengemis tua" sela Pek Bwe kemudian. mari kits balik . "
"Ke mana?"
"Berusaha untuk membekuk Lak ci sin mo!"
"Sekalipun ia berhasil dibekuk juga belum tentu bisa memberi banyak petunjuk yang berharga bagi kita, apalagi dia akan turun tangan dengan sepenuh tenaga demi keselamatan anak istrinya, walaupun berha-sil membekuknya, kita juga akan membayar suatu pengorbanan yang besar sekali..
"Ucapan itu memang benar, cuma kita toh tak bisa berdiam diri saja ditempat ini bukan?"
"Locianpwe, menurut pendapat boanpwe, sekarang kita harus menyelesaikan dulu satu persoalan" kata Cu Siau hong tiba-tiba.
'Persoalan apa?"
'Bila kita bikin mereka sakit hati dan penasaran, kemungkinan besar, bisa memaksa mereka untuk turun tangan sebelum waktunya"
"Hei siau hong, kalau berbicara jangan mencla mencle begitu" tegur Pek Bwe, ma-sa didepan lohu pun kau sengaja hendak jual mahal? Cepat katakan, soal apa?" .
"Kita bisa turun tangan untuk membunuh sisa kedua belas ekor harimau ganas itu!"
"Benar!"
"Pek yaya, mungkin kau merasa aku terlalu kejam dan tak berperasaan, sesungguhnya kau harus tahu, setiap hari harimau-harimau ganas itu diberi santapan daging manusia, mereka sudah terbiasa makan daging manusia, andaikata sampai dilepas, bisa jadi akan menimbulkan bencana yang sangat besar"
Pek Bwe manggut-manggut.
"Yaa, kawanan harimau itu memang sangat ganas dan buas, sepuluh kali lipat lebih ganas daripada harimau biasa, bukan saja mereka sudah terbiasa makan daging manusia, mungkin juga sudah diberi semacam obat"
"Kandang macan itu luas sekali! bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk membereskan harimau-harimau tersebut!" Kata Tan Tiang kim cepat.
"Tapi kita kan bisa menyerang mereka dengan mempergunakan senajat rahasia beracun." Usul Sin Jut.
"Betul! Kalau kita bisa menghadapi kawanan harimau ganas itu dengan senjata raha-sia beracun, cara ini memang merupakan sebuah cara yang bagus sekali!''
"Lapor Tianglo" kata Kui Meh, "tecu membawa dua belas batang senjata rahasia beracun, persis bisa kita gunakan untuk menghadapi kedua belas ekor harimau ganas itu"
Paras muka Tan Tiang-kim segera berubah hebat, serunya kemudian:
"Darimana kau bisa mendapatkan ke dua belas batang senjata rahasia beracun itu?"
"Kedua belas batang senjata rahasia itu tecu peroleh dari perguruan Ngo-tok-bun ...."
"Kau telah membunuh anggota perguruan Ngo-tok-bun?"
"Tecu tidak membunuhnya, tecu dapatkan dengan jalan mencuri ''
"Oooh, senjata rahasia beracun macam apakah itu?"

"Dua belas peluru perak beracun."
"Baik! Keluarkan piau beracun itu, sete-lah mendapatkannya kau tidak memusnahkan, juga tidak menyerahkannya kepadaku, cuma kebetulan sekali piau beracun itu memang bisa digunakan pada saatnya. maka boleh dibilang perbuatanmu kali ini adadlah membuat jasa untuk menebus dosa"
"Tianglo, kandang harimau itu luas sekali, dibutuhkan orang yang bertenaga sambitan kuat dan bisa mengarah sasaran yang tepat untuk melepaskan senjata rahasia ini."
"Peluru perak beracun itu hanya berjumlah dua belas batang, itu berarti setiap batang senjata rahasia itu harus berhasil menghajar telak seekor macan"
"Yaa, tecu menyadari bahwa tecu tak memiliki kemampuan seperti itu" Kui Meh mengakui.
"Bagaimanakah kepandaian saudara Pek didalam melepaskan senjata rahasia ..?" tanya Tan Tiang kim kemudian.
"Soal ini....? Siaute sendiripun tidak memiliki keyakinan sebesar itu ....."
"Tan Cianpwe, aku bersedia untuk mencobanya" kata Cu Siau hong secara tiba-ti-ba.
"Siau hong" kata Pek Hong dengan cepat, "kau belum pernah belajar ilmu melepaskan peluru perak, mana mungkin bisa kau lakukan serangan tersebut."
"Ilmu thi lian hoa jin (bunga teratai baja) dari Bu khek bun kita juga termasuk ilmu melepaskan senajta rahasia, Siau hong pikir semua kepandaian melepaskan senjata rahasia adalah sama saja, asal kita bisa berhati-hati sewaktu mempergunakannya, mungkin tak akan berbeda jauh satu sama lainnya."
"Sute, tindakan ini bukan suatu perbuatan yang bisa dianggap sebagai gurauan belaka," kata Tang Cuan, "mana boleh kau anggap. . ."
"Tak usah kuatir suheng, jika siaute meleset dalam melepaskan senjata rahasia nanti, bisa kugunakan bunga teratai besi dan pedang untuk menghadapi harimau-harimau yang tidak terkena sambitan peluru beracun itu!"
Tan Tiang kim segera manggut-manggut, katanya kemudian:
"Keluarkan peluru perak tersebut!"
Kui Meh segera mengeluarkan dua belas batang peluru perak beracun itu dan diserahkan kepada Cu Siau hong.
Senjata rahasia yang dinamakan peluru perak beracun itu kecil sekali bentuknya, panjang cuma empat cun dengan ujungnya berkaitan, warnanya semu biru, ini menandakan kalau racunnyn ganas sekali.
''Siau hong, lepaskanlah seranganmu itu" kata Tan Tiang kim kemudian dengan pelan.
Tiba-tiba Cu Siau hong melompat ketengah udara dan menerjang masuk kedalam kandang harimau tersebut.
Kawanan harimau itu segera meraung ke-ras, sinar matanya yang buas bersama-sama ditunjukkan kearah Cu Siau hong.
Sianak muda itu membentak keras, sepa-sang tangannya diayunkan bersama, empat batang peluru perak beracun segera dilepas-kan kearah sasaran .......
Peluru beracun dari Ngo tok bun memang luar biasa lihaynya, sifat racunpun sangat hebat, empat ekor harimau segera terhajar telak dan roboh terkapar di atas tanah.
Cu Siau hong melayang masuk dalam kan-dang harimau, begitu kakinya mencapai tanah, empat batang peluru beracun kembali berhasil merobohkan empat ekor harimau dengan begitu dalam waktu singkat sudah ada delapan ekor harimau yang dibikin mampus.
Ketepatan dalam serangan, kehebatan dalam penggunaan tenaga, benar-benar mengagumkan sekali.
Sisanya yang tinggal empat ekor menjadi bertambah was-was, agaknya mereka sudah merasakan datangnya ancaman bahaya ma-ut, mendadak sambil mengaum keras, serentak mereka menerkam ke atas tubuh Cu Siau
Menyaksikan datangnya terkaman itu, Cu Siau hong berpekik aneh, mendeagar pekikan itu, terkaman para harimau serentak terhenti ditengah jalan.
Dikala ke empat ekor harimau ganas itu menghentikan serangannya, Cu Siau hong segera melepaskan kembali keempat batang peluru beracun yang masih tersisa.
Ke empat batang peluru beracun itu kembali mengenai sasaran dengan telak, empat ekor harimau ganas yang masih hidup pun kem-bali terkapar diatas tanah.
Dua belah batang peluru beracun menghasilkan dua belas batang harimau ganas, sungguh merupakan suatu prestasi yang sa-ngat mengagumkan.
Memandang kedua belas bangkai harimau yang tergeletak di tanah itu, Cu Siau-hong menghela napas sedih, kemudian melompat keluar dari balik kandang.
Tan Tiang-kim manggut-manggut, katanya kemudian:
"Inilah yang dinamakan kalau sudah ahli, maka dengan cara apapun~sama saja, kalau dilihat dari caramu melepaskan senjata rahoasia tadi, agaknya sudah banyak tahun kau melatih kepandaian tersebut"
"Cara melepaskan senjata rahasia sesungguhnya tak jauh berbeda antara yang satu dengan lainnya, boanpwe merasa antara peluru perak dengan pisau terbang se-betulnya tidak jauh berbeda, cuma dikala membunuh kedua belas ekor harimau itu tadi, telah kugunakan sedikit tipu muslihat, hal mana membuat hatiku merasa sangat tidak tenang."
"Siau hong, harimau-harimau ganas itu sudah terbiasa makan manusia, kalau ti-dak dibunuh maka akibatnya hanya akan mendatangkan kerugian bagi umat manu-sia sendiri'' kata Pek Bwee.
''Tecu menyesal sekali telah pergunakan suitan harimau yang menandakan akan diberi makanan, padahal bukan makanan yang kuberikan, melainkan. . ."
Tan Tiang kim segera tertawa lebar setel-ah mendengar perkataan itu, serunya:
''Siau hong, kau tak usah terlalu menya-lahkan diri sendiri, membunuh harimau dengan senjata rahasia beracun selain lebih praktis juga mengurangi penderitaan mere-ka sebelum ajalnya tiba''
''Terima kasih cianpwe atas perhatian dan petunjukmu!"
Pek Hong menghembuskan napas panjang, ujarnya kemudian:
"Tan cianpwe, apa yang harus kita lakukan sekarang?"
''Sekarang Siau hong, telah membinasa-kan kawanan harimau ganas itu, seharusnya mereka juga sudah melakukan sesuatu tindakan. . ."

"Tapi hingga kini mereka belum juga melakukan suatu tindakan" sela Pek- Hong. "kemungkinan besar mereka telah menemukan sesuatu, maka sambil menahan diri terpaksa mereka membungkam terus''
"Apalagi mereka belum juga melakukan sesuatu pergerakan, kita harus mencari akal untuk menghancurkan empang ikan leihinya" kata Cu Siau hong kemudian.
'Aku pikir disinilah tujuan mereka yang sebenarnya, dengan kawanan harimau mereka gagal melukai kita, maka mereka sengaja melakukan sesuatu gerakan agar kita bisa terpancing menuju ke empang ikan leihi ....." ujarnya Tan Tiang kim. .
"Siau hong, agaknya kau sudah mempu-nyai rencana yang matang sekali didalam menghadapi empang leihi tersebut" seru Pek Bwe tiba-tiba.
"Dalam kandang ada harimau, dalam empang ada siluman, jika kita masukkan kapur dalam jumlah besar kedalam empang tersebut, aku pikir sekalipun siluman em-pang itu sangat ganas, tak nanti ia bisa banyak berkutik"
"Ehmm, cara ini memang sebuah cara yang bagus sekali!" puji Pek Bwe.
Tiba-tiba terdengar serentetan suara yang dingin sekali bergema memecahkan keheningan.
"Didalam empang itu terdapat berpuluh-puluh ribu ekor ikan leihi, apakah tindakan kalian tidak terlampau keji dan melanggar peraturan langit?"
Ketika semua orang memalingkan kepalanya, maka tampaklah seorang kakek berjenggot putih telah berada lebih kurang dua kaki dihadapan mereka.
Padahal semua orang yang hadir di arena rata-rata adalah jagoan lihay yang berilmu tinggi, baik ketajaman mata maupun ketajaman pendengarannya mengagumkan sekali, tetapi nyatanya tak seorangpun diantara mereka yang tahu sedari kapan orang itu telah muncul disana.
Pek Bwe memperhatikan kakek berbaju putih itu sekejap, kemudian tegurnya:
"Aku lihat kau amat asing sekali, tolong tanya, apa sangkut pautmu dengan kebun raya Ban hoa wan ini?''
"Siapakah lohu, aku rasa hal ini bukan suatu hal yang sangat penting, sebaliknya tindakan kalian yang hendak memunahkan berpuluh-puluh ribu ekor ikan leihi merupakan suatu tindakan yang sangat keji dan tidak berperasaan, oleh sebab itu lohu wajib untuk menghalangi perbuatan kalian itu."
"Puluhan lembar jiwa manusia yang tewas dalam perkampungan Ing gwat san ceng apakah tidak lebih berharga daripada se empang ikan leihi?" sela Tan Tiang kim.
Mendengar perkataan itu, Kakek berbaju putih itu segera tertawa dingin tiada hentinya.
"Tan Tiang kim!" dia berseru, "sebenarnya kalian sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan persoalan ini, tapi kalian bersikeras untuk melibatkan diri didalam pertikaian ini, rupanya kalian memang suka untuk mencari kesulitan buat diri sendiri."
"Kalau kudengar dari ucapanmu itu, rupanya kau adalah seorang tokoh yang sakti."
"Tan Tiang kim, kau ingin menanyakan nama lohu?"
"Benar!"
Selangkah demi selangkah dengan tenangnya kakek berbaju putih itu mendekati para jago.
"Berhenti!" bentak Tan Tiang-kim tiba-tiba dengan sepasang alis mata berkeryit.
Sambil menggenggam empat batang senjata rahasia bunga teratai baja, Cu Siau-hong juga tertawa dingin sambil berseru:
"Bila kau berani maju lagi ke depan, jangan salahkan kalau aku akan mempergunakan senjata rahasia"
Kakek berbaju Putih itu tertawa.
"Wahai anak muda!". serunya, "kenapa tidak kau coba untuk melancarkan serangan?..
Cu Siau-hong tertawa dingin:
"Hmmm .... jadi kau anggap aku tidak berani?" serunya..
Kakek berbaju putih itu masih tetap maju ke depan selangkah demi selangkah, wa-jahnya kelihatan tenang sekali.
Cu Siau-hong segera mengayunkan tangan kanannya, empat batang senjata ra-hasia bunga teratai besi segera meluncur kedepan menembusi angkasa ......
Mendadak kakek berbaju putih itu berhenti, kemudian seluruh badannya menjatuhkan diri ke arah belakang.
"Blaaamm!" diiringi suara keras, kakek berbaju putih itu jatuh tertelentang di-atas tanah.
"Cepat mundur kebelakang, cepat menghindarkan diri!" buru-buru Cu Siau-hong berseru dengan cemas.
Termasuk Tan Tiang-kim dan Pek Bwe sendiri dengan perasaan tidak habis me-ngerti serentak mereka mundur kebelakang.
Sementara itu kawanan jago lainnya juga telah membubarkan diri ke empat penjuru.
Benar juga, setelah terjatuh ke atas tanah kakek berbaju putih itu menggelinding ke muka dengan kecepatan luar biasa, kemudi-an melompat bangun dan meluncur kehadapan para jago.
Semenjak tadi Cu Siau-hong telah mencekal empat batang bunga teratai baja, baru saja kakek berbaju putih itu melangkahkan kakinya ke atas tanah, empat batang bunga teratai baja itu telah meluncur menembusi angkasa.
Tiga buah meluncur ke arah kakek berbaju putih itu, sedangkan sebatang yang lain dengan selisih jarak dua depa menyambar lewat disisi badan kakek berbaju putih itu.
Dengan suatu gerakan yang cekatan kakek berbaju putih itu mengayunkan sepasang tangannya berbareng, "Criiiing...!" "Criiing..." "Criiing..." tiga batang bunga teratai baja itu sudah kena terhajar sampai rontok ke atas tanah.
Sebatang yang lain ternyata berputar satu lingkaran terlebih dahulu, kemudian dengan kecepatan luar biasa menyambar ke depan dada kakek berbaju putih itu.
Dengan robeknya pakaian yang dikenakan kakek berbaju putih itu secara tiba-tiba menyembur keluar gelembung air yang tersebar sampai seluas satu kaki lebih.
Jelas air tersebut terhimpun dalam sebu-ah ruangan yang bertekanan besar dan ke-ras, sehingga ketika tersambar robek oleh bunga teratai besi itu, air mancur keluar dengan derasnya.
Tak seorang manusiapun yang bisa mene-bak apa kegunaan yang sebenarnya dari gelembung-gelembung air tersebut.

Tapi dengan cepat tampak buktinya.
Tiba-tiba terdengar suara denggungan keras bergema, memecahkan keheningan, menyusul kemudian muncul beribu-ribu ekor lebah beracun yang panjangnya mencapai satu inci lebih dan langsung menyambar ke arah orang berbaju putih itu.
Terhadap kawanan jago yang sedang dihadapi, kakek berbaju putih itu sama sekali tidak takut, tapi terhadap lebah beracun itu takutnya setengah mati, tiba-tiba ia membalikkan badannya dan melarikan diri terbirit-birit.
Tampak lebah-lebah beracun itu bermunculan dari empat arah delapan penjuru dalam waktu singkat kakek berbaju putih i-tu sudah terkepung oleh kawanan lebah tersebut.
Menghadapi kepungan dan kerubutan kawanan lebah itu, si kakek berbaju putih itu menari kesana kemari sambil menggerakkan sepasang tangannya, jeritan demi jeritan ngeri bergema memecahkan keheningan...
Tidak sampai berapa saat kemudian, kakek itu sudah roboh terkapar di atas tanah dalam keadaan mengerikan.
Beribu ekor lebah beracun itu hanya mengerubuti kakek berbaju putih itu seorang, sedangkan kawanan jago di sekelilingnya sama sekali tidak diusik oleh lebah lebah beracun itu.
Tan Tiang kim menghembuskan napas panjang, lalu gumamnya..
"Benar-benar sebuah rencana yang teramat keji"
"Siau hong" kata Pek Bwe pula, "lagi-lagi kau selamatkan jiwa kami semua"
"Andaikata gelembung air itu sampai me-ngena ditubuh kita, sudah pasti kawanan lebah beracun itu akan menyerang kita" kata Tan Tiang-kim lagi, "jangan toh beribu-ribu ekor sekaligus, delapan atau sepuluh ekorpun sudah tidak mudah dihadapi, bagaimanapun lihaynya kungfu yang kita miliki, niscaya akan mati juga akhirnya diujung sengatan lebah beracun itu"
Pek Bwee mesghembuskan napas pan-jang.
"Siau-hong!" kembali ujarnya, "darimana bisa tahu kalau disakunya membawa air obat yang bisa memancing datangnya keru-munan lebah beracun?"
"Boanpwe tidak tahu, boanpwe hanya me-rasa orang ini mencurigakan sekali!''
"Siau-hong, coba katakan dibagian yang manakah orang itu tampak mencurigakan?"
"Pertama, kemunculannya secara tiba- tiba."
"Siau-hong sute!" tukas Tang Cuan, "de-ngan cara apakah dia menampakkan diri?, Kita berjumlah amat banyak, tapi nyatanya tak seorangpun yang mengetahui akan kehadirannya!"
"Dia muncul dari lorong bawah tanah, maka kemunculannya sangat tiba-tiba.
Apalagi bergoyangan ranting dan pepohonan yang terhembus angin menutupi gerak-gerik nya, tak heran kalau kita tidak mendengar sama sekali akan gerakannya yang lirih"
"Aaaai . . . . sebenarnva kejadian ini merupakan suatu kejadian yang cukup misterius, tapi setelah mendengar penjelasanmu itu, rasanya sedikitpun tidak menjadi misterius lagi"
"Kalau begitu, darimana kau bisa ta-hu akan rencana busuk mereka?" tanya Pek Hong.
"Pertama, dia tidak membawa senjata tajam, kedua, penyaruannya terlampau tua, padahal suaranya tidak mirip, maka timbul kecurigaan didalam hatiku, setelah kuper-hatikan dengan seksama, kujumpai dadanya melembung besar, maka kucoba memancing nya dengan senjata rahasia, setelah itu de-ngan mempergunakan ilmu Hui sian thi lian hoa (bunga teratai baja terbang berpusing) kuhajar dada bagian depannya, aku tahu mereka datang dengan membawa rencana busuk tapi tidak kusangka kalau kedatangannya adalah untuk menyemburkan air obat itu ketubuh kita agar dikerubuti oleh lebah beracun.
Pek Hong segera menghela napas panjang, ujarnya kemudian:
"Siau Hong, menurut pendapatmu, mungkinkah sutemu disekap di tempat ini?"
Ia menaruh rasa kagum terhadap Cu Siau hong sehingga tanpa terasa rahasia hatinya juga turut dikemukakan keluar.
Cu Siau hong termangu beberapa saat lamanya, setelah itu katanya:
"Sunio, tentang persoalan ini, Siau hong tak berani mengambil kesimpulan, cuma menurut pendapatku setelah menganalisa keadaan yang kita hadapi, aku rasa besar kemungkinannya jika It ki siau sute masih tinggal di kota Siang yang"
"Oooh .... mungkinkah berada didalam kebun raya Ban hoa wan ini?"
"Soal ini, menurut pendapat Siau hong besar kemungkinan ia berada disini"
'Baik! Kalau begitu mari kita cari dengan seksama"
Walaupun ia sudah merupakan seorang nyonya setengah umur, tapi kini seakan-a-kan ia berubah menjadi kekanak-kanakan lagi.
Mungkin inilah akibat dari rasa rindunya kepada putra kesayangannya sehingga membuat perempuan ini kehilangan pendirian serta rasa percayanya pada diri sendiri.
Pek Bwee menghembuskan napas panjang, selanya tiba-tiba.
'Hong-ji. tenangkan sedikit hatimu, tempat ini penuh dengan ancaman mara bahaya, sedikit salah bertindak bisa jadi akan mengakibatkan keadaan yang fatal"
Walaupun ucapan tersebut tidak diucapkan dengan nada yang tegas dan tandas, tapi sikapnya amat serius.
Pek Hong segera menarik hawa murninya dalam-dalam, setelah menyalurkan hawa murninya lewat pusar dan mengelilingi seluruh badan, katanya pelan:
"Ananda menerima nasehat itu!''
Cu Siau hung buru-buru mengalihkan pokok pembicaraannya ke soal yang lain, katanya:
"Tan locianpwe, dengan cara apa kita hendak melakukan pemeriksaan terhadap kebun bunga yang begini luasnya ini?"
"Sampai sekarang, aku si pengemis tua pun belum berhasil menemukan suatu cara yang baik" kata Tan Tiang-kim.
"Ada satu hal, lohu selalu merasa tidak habis mengerti ....." sela Pek Bwe dari sam-ping . .
"Coba katakan!"
"Apakah lorong dibawah tanah dalam kebun raya Ban hoa-wan ini saling berhu-bungan satu sama lainnya?"
"Kalau berhubungan bisa apa?"
"Kita bisa manfaatkan air yang ada dalam empang ikan leihi itu untuk menggenangi seluruh lorong bawah tanah, kenapa tidak kita lakukan hal ini untuk memaksa mere-ka agar munculkan diri?"
"Yaa, betul, memang ini merupakan satu cara bagus yang bisa kita pergunakan" seru Tan Tiang-kim.
"Kalau begitu mari kita periksa, apakah orang berbaju putih itu benar-benar muncul dari lorong bawah tanah" ujar Tang -Cuan sambil beranjak dari situ.
Ternyata segala sesuatunya persis seperti apa yang diduga Cu Siau hong, dibawah tanaman bunga, benar-benar terdapat sebuah mulut gua yang tersembunyi sekali letaknya.
Mulut gua itu cuma dua jengkal lebarnya, tapi cukup untuk dilewati oleh satu orang.
Tang Cuan segera menarik napas panjang, katanya kemudian dengan lirih:
"Biar aku turun kebawah untuk melihat keadaan"
"Siaute akan mcnemani ciangbun suheng,' sambung Cu Siau hong dengan cepat..
KALI ini gerakan tubuh Tang Cuan yang lebih cepatan sedikit, dia berebut didepan Cu Siau-hong dan menyusup masuk ke dalam ruangan itu.
Ternyata dibalik gua merupakan sebuah lorong yang berliku-liku, lorong tersebut terbentang kearah selatan.
Jalan bawah tanah tersebut yang sempit, rendah lagi untuk dilewati satu orangpun boleh dibilang susah sekali.
Cu Siau-hong dengan ketat mengikuti dibelakang Tang Cuan.
Sementara itu, lorong bawah tanah tersebut makin ke depan semakin menyempit, baru dua tiga kaki mereka berjalan, lorong itu sudah buntu dan tak bisa dilewati lagi.
"Siau hong, sudah tak bisa dilewati lagi..." bisik Tang Cuan kemudian.
'Suheng cepat mundur dari sini!" seraya bekata Cu Siau-hong segera mundur lebih dulu dari tempat itu.
-ooo0ooo-
BAGIAN 22
TANG CUAN segera membuntuti dibela-kangnya dan mundur juga dari dalam lorong bawah tanah itu.
''Bagaimarta keadaan didalam gua?" Tan Tiang kim segera bertanya begitu melihat kemunculan dua orang itu,
Cu Siau hong cuma berdiri serius dan ti-dak berbicara apa-apa.
Tang Cuan yang berada disisinya segera menjawab.
"Lorong bawah tanah ini cuma sepan-jang dua kaki saja, setelah itu buntu dan tak bisa ditembusi lagi" .
"Oooh kalau begitu, manusia berbaju putih itu bukan keluar dari dalam lorong bawah tanah itu?"
"Benar"
"Apakah kau mempunyai pandangan lain tentang persoalan ini?" tanya Tan Tiang kim kemudian sambil tertawa.
"Menurut perasaan boanpwe, lorong bawah tanah ini dibuat secara istimewa sekali, bila tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya sulit untuk memanfaakan lorong itu"
"Ehmm, masuk diakal!"
"Kalau begitu diserang dengan air empang pun percuma saja" sela Pek Bwe. .
"Yaa, tak ada gunanya!''
''Siau hong darimana kau bisa tahu kalau lorong rahasia tersebut dibuat secara istimewa!"
"Boanpwe pernah membacanya dari sejilid buku, dalam kitab tersebut khusus dibicarakan tentang ilmu bangunan bawah tanah, ilmu jebakan, ilmu alat rahasia, dinding berganda, lorong jebakan dan lorong-lorong istimewa, disana disinggung juga pembuatan lorong rahasia palsu untuk membendung kejaran musuh, oleh karena itu, menurut pendapat boanpwe, kemung-kinan besar lorong rahasia itu adalah sebuah lorong yang palsu....."
"Maksudmu, didalam lorong rahasia tersebut masih terdapat pintu rahasia yang menghubungkan tempat itu dengan tempat yang lain?"
"Yaa, boanpwe memang bermaksud demikian, lorong bawah tanah semacam ini bo-leh dibilang merupakan lorong bawah ta-nah berganda, didalamnya penuh terdapat liku-likunya jalan yang saling berhubungan satu dengan lainnya, lagipula dimana-mana terdapat pintu kematian, orang yang tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya susah untuk menembusi lorong tersebut''
"Siau hong, lantas apa yang harus kita lakukan sekarang?' tanya Tan Tiang kim.
"Lorong bawah tanah yang berganda ini masih mempunyai suatu kehebatan lagi, yakni membagi tiap bagian lorong menjadi beberapa bagian kecil, setiap bagian bisa mereka tutup dengan begitu saja sehingga seseorang bisa mereka kurung didalam lorong rahasia bawah tanah itu sampai mati"
Tan Tiang kim menjadi termangu-mangu, katanya kemudian:
"Sudah setengah abad lamanya aku si pengemis tua berkelana didalam dunia persilatan, tapi baru pertama kali ini kude-ngar tentang kelihayan lorong bawah tanah tersebut, Siau gong, coba kau terangkan lebih terperinci lagi bagaimana cara kita untuk menghadapi lorong bawah tanah tersebut?"
Merah padam selembar wajah Cu Siau hong setelah mendengar perkataan itu, lanjutnya.
"Boanpwe mengetahui hal ini dari atas sejilid kitab, dalam kenyataan akupun tidak mengetahui terlalu banyak tentang masalah tersebut. ?
'Jadi kalau begitu, sulit buat kita untuk menghadapi lorong rahasia berganda semacam itu?'. .
"Yaa, boanpwe pikir memang sulit untuk dihadapi, hanya ada satu cara saja yang bisa dipakai untuk menghadapi lorong rahasia berganda semacam ini.. yakni, menemukan peta aslinya"
"Jadi kalau begitu kebun raya termashur yang tiap hari dikunjungi beribu-ribu orang pengujung ini sesungguhnya tak lebih hanya markas besar dari kaum penyamun yang berhati keji?"
'Kalau dilihat dari keadaan sekarang, memang demikianlah kenyatannya.
''Siau hong, kalau begitu kita tak akan mampu untuk menemukan jejak mereka?"
"Maka dari itu kita menjadi kehilangan dasar sama sekali didalam masalah ini"
"Siau hong sekalipun It-ki berada disini bukankah sulit juga buat kita untuk mene-mukan jejaknya" seru Pek Hong.
"Sunio, dalam peristiwa ini tecu tak berani memberi jaminan kepadamu, tapi aku pasti akan berusaha dengan sekuat tenaga, kalau dilihat dari persiapan yang begitu sempurna dan pelik didalam kebun raya Ban hoa-wan ini, bisa jadi Siau sute memang kemungkinan besar berada ditempat ini.'.
"Siau-hong, andaikata ia pasti berada disini, aku harap kau bersedia mencarinya dengan sepenuh tenaga"
"Sunio sekalipun kau tidak berpesan, a-kupun sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencarinya sampai ketemu"

"Bisakah ditemukan?"
'Aku. . . aku. . . '
'Hong ji kenapa kau mendesak terus diri Siau hong dengan cara seperti ini? ' tegur Pek Bwe.
''Locianpwe tak bisa disalahkan jika sunvio sangat menguatirkan keselamatan It -ki, sebab memang sewajarnya kalau manusia berpendapat demikian, tapi boanpwe pasti akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk menemukan jejaknya.'
Dengan sedih Pek Hong menghela napas panjang.
'Ayah" keluhnya 'ananda boleh kehilanugan nyawa, tapi aku harus mencari It ki sampai ketemu, kalau tidak bagaimana mungkin aku bisa bertanggung jawab kepada Leng kang"
Perkataan sunio memang benar!" cepat--cepat Cu Siau-hong berseru ....
"Siau hong, jangan salah mengertikan ucapanku, aku hanya berharap kau bisa berusaha dengan sekuat tenaga"
"Tecu mengerti, tempat mereka untuk me-ngurung siau sute sudah pasti bisa kita temukan jika kita mau selidiki pelan-pelan dan seksama, sekarang juga aku akan pergi untuk melakukan pemeriksaan lagi."
"Baik, aku akan menemanimu", seru Seng Tiong gak.
"Aku juga ikut" sambung Tang Cuan.
"Tang Cuan'' sela Seng Tiong-gak cepat, "aku seorang yang menemani Siau-hong sudah cukup, kau adalah seorang ciangbun-jin, jangan bergerak secara sembarangan"
"Tidak, aku juga harus menyumbangkan sedikit tenagaku"
Sin Jut dan Kui Meh serentak berkata:
"Ciangbunjin, lebih baik kau menemani tianglo kami saja, biar kami dua orang pe-ngemis cilik yang menemani saudara Cu"
Tang Cuan segera manggut-manggut dan tidak menampik lagi.
Pek Bwe ingin mengucapkan sesuatu un-tuk mencegah, tapi Tan Tiang kim segera mengebaskan tangannya mencegah Pek Bwe berkata lebih jauh.
Cu Siau-hong, Seng Tiong-gak, Sin Jut, Kui Meh empat orang segera berjalan ke-depan..
Menunggu ke empat orang itu sudah pergi jauh, Tan Tiang-kim baru berkata dengan suara lirih:
"Aku lihat Siau-hong adalah seorang bo-cah yang agak aneh dan luar biasa ......"
"Kebun raya Ban hoa-wan ini begini luas dan besar, mencari tempat kurungan ditempat sebesar ini bukanlah suatu pekerja-an yang gampang, aku tidak percaya dia sudah berhasil menemukan sesuatu", sambung Pek Bwe pula.
"Saudara Pek, kau lebih lama berkumpul dengannya daripada aku si pengemis, tapi berbicara soal pengertian tampaknya kau tidak bisa melebihi diriku"
"Apa maksudmu dengan ucapan tersebut?"
'Jikalau dia tidak memiliki sesuatu ti-tik terang, tidak nanti bocah itu akan melaku-kan tindakan secara Sembarangan"
"Maksudmu . . . "
''Dalam hati kecilnya sudah timbul setitik rasa curiga," sela Tan Tiang-kim, 'cuma tidak begitu yakin, karena itu tidak berani dia ucapkan secara sembarangan, tapi setelah didesak terus oleh keponakan Pek Hong, mau tak mau terpaksa dia harus mencobanya juga!..
"Sungguhkah perkataanmu itu?"
"Tentu saja sungguh, jika kau tidak percaya sebentar tanyakan saja kepada Seng Tiong-gak"
Pek Bwe segera mengerutkan dahinya rapat-rapat.
"Pengemis-tua" katanya. ''benarkah Siau hong memiliki kehebatan sedemikian besar-nya?"
"Aku rasa tak bakal salah lagi, jika ti-dak percaya, bagaimana kalau kita berta-ruh"
"Tak usah bertaruh, aku percaya dengan semua perkataanmu itu"
-ooo0ooo-
DENGAN cepat Cu Siau-hong sekalian telah mengitari dua buah gundukan tanaman pohon bunga dan bergerak maju ke depan.
Tiba tiba si anak muda itu berhenti.
"Siau-hong, apakah kau sudah mempunyai perhitungan yang masak?" Seng Tiong-gak segera bertanya.
"Sesungguhnya siautit tidak mempunyai su-atu keyakinan.''
"Kalau begitu, kau hanya mempunyai gambar secara kasarnya saja?'
"Benar!"
Seng Tiong gak segera tertawa.
"Siau hong, aku yang menjadi susiokmu mau tak mau harus kagum juga kepadamu, kita melakukan perjalanan melalui jalan yang sama, melihat benda dan pemandangan yang sama pula, kenapa kau bisa menemukan sesuatu sedang aku tidak?"
"Soalnya susiok tidak menaruh perhatian khusus, asal kau mau memperhatikan dengan seksama, maka kau dapat menjum-pai hal tersebut!"
"Coba katakan, dimana letaknya?"
"Tidak jauh!" jawab Cu Siau hong sambil tertawa, sejauh pandangan mata kita sekarang.
Seng Tiong gak memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian ujarnya:
'Maksudmu bangunan kecil tempat untuk menikmati bunga itu!"
Cu Siau hong mengangguk.
"Benar! Bangunan kecil tempat untuk menikmati bunga itu"
"Bukankah kita telah memasuki tempat itu serta memeriksanya? Disitukan tak ada apa-a panya?
Kembali Cu Siau hong tertawa.
"Dibelakang bangunan kecil tempat untuk menikmati bunga itu terdapat sebuah Loo-koan kecil yang menyembah Sam ciang taysu'.
"Apa yang perlu dicurigai dengan tempat itu? kenapa aku tidak melihat apa-apa.
"Susiok, sepintas lalu tempat itu seperti tempat rekreasi untuk semua orang, padahal yang sebenarnya tempat itu merupakan saliah satu pintu mereka untuk masuk keluar '
"Oooh......?'.
''Tak ada salahnya jika kita ke sana dan melihat keadaan, siapa tahu kalau bisa menemukan kembali sesuatu titik terang:
"Siau hong, apakah sekarang juga kita akan ke situ? Perlu tidak untuk memberi khabar dulu kepada subo sekalian? Apakah mereka juga boleh pergi ke sana?"

''Tak perlu, kita tak usah membawa terlalu banyak orang, berempat pun sudah le-bih dari cukup!"
Seng Tiong gak manggut-manggut, ujar-nya kemudian:
Siau-hong, apakah tempat itu berbahaya sekali"
"Sudah barang tentu amat berbahaya, aku harap susiok dan dua bersaudara pengemis untuk bertindak lebih berhati-hati lagi"
Sambil tertawa lebar Sin Jut berkata:
''Saudara Cu tidak mengundang beberapa cianpwe itu turut serta sungguh membuat aku si pengemis merasa bergembira sekali, mereka terlalu ragu-ragu mengambil keputusan, lagipula terlampau berhati-hati, jika berada bersama mereka, rasanya kaki tangan kami seolah-olah bagaikan dibelenggu saja..
"Walaupun begitu saudara Ciu, beberapa orang Locianpwe itu mempunyai pengalaman yang amat luas" kata Seng Tiong-gak, "bila seorang saja diantara mereka turut da-tang, maka kehadirannya itu akan sangat membantu kita semua, kenapa kau bilang kaki dan tangan malah seolah-olah bagaikan dibelenggu"
"Seng cianpwe" kata Ciu Heng sambil tertawa, "orang bilang nama besar membe-lenggu orang, mereka adalah orang kenamaan selama banyak tahun, cara kerja merekapun mempunyai garis-garis pedoman yang tetap, pedoman tersebut biasanya segan mereka langgar, seperti juga seseorang yang tangannya dibelenggu, sudah barang tentu semua gerak geriknya menjadi tidak leluasa, sebab
itu merekapun tak berani sembarangan bertindak didalam menghadapi setiap persoalan'
"Oooh. . . kiranya begitu!"
Ciu Heng tertawa, kembali serunya:
"Seng cianpwe. . . ."
''Eeeh. . . jangan panggil aku dengan sebutan itu'' tukas Seng Tiong gak dengan gelisah, "selisih usia kita tidak seberapa ba-nyak, bila kau bersedia memberi muka kepadaku, lebih baik panggil saja aku dengan sebutan saudara Seng"
"Aku rasa sebutan itu kurang cocok! Sebagaimena diketahui orang persilatan lebih mementingkan soal tingkat kedudukan ......
"Kalina tak boleh mengambil perbandingan dari Siau hong, betul dia adalah keponakan muridku, tapi kita toh saling berhubungan secara terpisah ."
''Siau Ciu, kalau toh saudara Seng telah memberi penjelasan, lebih baik kau turuti saja kehendaknya" sela Kui meh Ong Peng sambil tertawa pula ''terus terang sa-ja, usia kita memang selisih tak banyak kalau musti menyebut locianpwe kepadanya waah. . . kasihan dia! Mana dia rikuh, kita juga rikuh, betul tidak?"
Sin jut Ciu Heng segera manggut-manggut.
"Betul sekali perkataanmu itu, kalau begitu akan kusebut saudara Seng saja kepada-nya.'
"Nah, begitu baru cocok" seru Seng Tiong gak kemudian, dengan begitu cara kerja kita lebih leluasa, pergaulan lebih akrab dan kita sama-sama tak usah merasa rikuh"
"Baik" kata Ciu Heng kemudian sambil tertawa, "saudara Seng, mari kita mulai penggeledahan dari tempat ini"
"Tidak usah, tempat ini tiada sesuatu yang perlu dicurigai" ujar Cu Siau-hong, "kalau ingin melakukan penggeledahan, kita harus menggeledah kuil kecil itu"
"Baik! Aku akan membawa jalan' kata Seng Tiong gak, dia lantas membalikkan badan dan berjalan ke depan.
Cu Siau hong berpaling dan memandang sekejap ke arah Ong Peng, lalu berkata:
"Saudara Ong, kau toh sudah pernah berkunjung ke kebun raya Ban hoa wan ini? Apakah biasanya ditempat ini dipekerjakan banyak tukang dan pembantu?" .
"Yaa. banyak juga jumlah mereka, pokoknya dalam setiap bagian kebun raya ada orangnya, paling tidak jumlahnya bisa mencapai beberapa ratus orang"
"Tapi ke mana larinya orang-orang itu?''
"Entahlah"
"Jika dugaanku tidak salah, sudah pasti mereka bersembunyi dibawah tanah"
"Sungguh tak pernah kusangka akan hal ini, Aku tidak mengira kalau kebun raya Ban hoa wan sesungguhnya sarang pencoleng" kata 0ng Peng, "Cuma, aku si pengemis kecil masih juga tidak habis mengerti padahal tempat ini adalah kebun pribadi seseorang, andaikata mereka memaklumkan tempat ini sebagai daerah terlarang dan tak memperkenankan orang luar masuk kemari, bukankah tempat ini akan berubah menjadi suatu tempat yang lebih rahasia lagi letaknya?"
Mendengar perkataan itu Cu Siau bong segera tertawa lebar.
''Disini terletak kepinteran mereka, bayangkan saja dalam suatu tempat yang demikian besarnya ini, sudah pasti ada banyak sekali orang-orang mereka yang berlalu lalang jika tempat ini dinyatakan sebagai daerah terlarang, padahal terdapat banyak orang yang hilir mudik disini, apakah kejadian ini tak akan menarik perhatian orang lain? Sebaliknya jika kebun raya ini dinyatakan terbuka untuk umum, setiap hari dikunjungi oleh beribu-ri-bu bahkan puluhan ribu pengunjung yang hilir mudik terus menerus, bayangkan saja, sekali pun orang mereka yang terdiri dari ratusan orang itu hilir mudik beberapa puluh kali sehari siapa yang akan mencurigai mereka? Toh buktinya dengan ketajaman pendengaran Kay-pang, rahasia ini tak pernah diketahui kalian selama banyak tahun?" .
"Ehmm... betul juga perkataan ini, jika o-rang membuang emas kedalam jamban, siapa yang akan menyangka kalau benda ku-ning dalam jamban tersebut adalah emas?"
"Disinilah letak titik kelemahan manusia tapi titik kelemahan tersebut justru telah dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya"
"Yaa, disini pula terletak kepintaran mereka"
"Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya akan terjatuh juga, sekalipun mereka pintar, akhirnya suatu titik kelemahan mereka perlihatkan juga, nah sekarang, inilah saatnya bagi kita untuk menemukan titik kelemahan yang ditinggalkan oleh orang-orang pintar tersebut"
"Kalau memang titik kelemahan ini dibu-at oleh orang pintar, tempat tersebut pasti akan sulit untuk ditemukan", kata Seng Ti-ong gak.
"Itulah sebabnya kita harus memeras otak untuk menemukannya!"
Sin Jut dan Kui Meh saling berpandangan sambil tertawa, katanya hampir berbareng "Kami dua bersaudara juga tidak mempunyai keistimewaan apa-apa, keistimewaan yang paling besar adalah menemukan titik kelemahan yang ditinggalkan orang lain.
"Kalau begitu, silahkan kalian berdua berangkat lebih dulu bersamaku.....!" ujar Seng Tiong gak.

Selesai berkata, dia lantas beranjak menuju ke arah pintu kuil...
"Hei, ada apa? Kalian hendak mencari emas ...." seru Ong Peng dengan lantang.
"Kraaak...." tiba tiba pintu samping dekat dinding patung terbuka sebuah pintu, kemudian pelan-pelan berjalan keluar seorang rahib perempuan berbaju hijau, rahib itu masih muda sekali.
Dia membawa sebuah senjata Hud tim yang berbulu sangat panjang, dengan serius katanya:
"Apa yang sedang kalian cari?"
''Kami mencari orang!" jawab Ong Peng.
"Mencari orang macam apa?" tanya rahib muda berbaju hijau lagi.
"Dalam kebun raya Ban hoa wan ini terdapat banyak orang, tapi sekarang tampak-nya tak seorangpun yang kelihatan"
"Tempat ini memang sebenarnya penuh dengan orang, tak seharipun mereka bisa beristirahat dengan tenang, maka hari ini mereka pulang ke rumah untuk beristirahat'
"Li totiang, tentunya kau mempunyai gelar atau julukan bukan?"
Tosu perempuan muda usia itu tertawa.
"Kita tak pernah bersua, juga tidak saling mengenal, aku rasa namapun tak usah saling disebut!"
"Kau adalah seorang pendeta yang sudah jauh dari keramaian manusia dan kehidupan keduniawian, tak nyana saat ini masih juga mencampuri urusan didalam kebun raya Ban hoa-wan"
"Aku tinggal didalam kebun raya Ban-hoa wan, segala sesuatunya tergantung pada pemilik kebun raya Ban hoa-wan, urusan yang terjadi dalam kebun raya Ban hoa wan ini tentu saja harus kucampuri'
"Oooh, seandainya kami hendak menghadapi orang-orang dari kebun raya Ban- hoa wan, apa yang hendak kau lakukan?"
"Kenapa kalian harus berbuat begitu?" kata si tokoh berusia muda itu sambil menghela napas, "mereka semua adalah o-rang baik-baik!"
Benar, mereka memang semuanya meru-pakan pilihan dari orang-orang baik ....."
Cu Siau hong segera mendehem pelan, ke-mudian katanya:
"Li toheng, aku ingin mengajukan satu pertanyaan kepadamu"
"Katakan saja!"
"Bukankah dibelakang kuil ini terdapat dunia lain?"
"Menurut pendapatmu?" tokoh muda itu balik bertanya.
"Kalau dilihat dari kemunculan Li to-heng dari pintu kecil disamping patung arca itu, aku yakin dibelakang sana pasti terdapat suatu dunia lain"
"Tempat itu adalah kamar tidurku, kalau kalian tidak percaya, mengapa tidak masuk ke dalam untuk memeriksa sendiri?"
"Oooh! Kalau begitu cuma kau seorang yang berdiam disini?" tanya Ong Peng.
"Betul! Cuma aku seorang yang berdiam disini"
"Oooh,.sungguh suatu kejadian yang sulit untuk membuat orang percaya" sela Seng Tiong gak.
"Kalian tidak percaya kepadaku, juga tak mau masuk untuk melakukan pemeriksaan, sungguh membuat orang tidak habis mengerti apa sebenarnya maksud tujuan kalian" kata nikoh muda itu dengan suara dingin seperti es.
Seng Tiong gak segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Cu Siau hong, kemudian tanyanya:
"Siau hong, bagaimana cara kita untuk mengatasi kejadian ini?'
"Aku mengerti, bukankah kau takut jika dalam kamar tidur ku si pendeta terdapat racunnya?" kembali tokoh muda itu berkata.
"Kami adalah orang yang sudah lama melakukan perjalanan didalam dunia persilatan, tentu saja kami tak bisa tidak untuk bertindak lebih berhati-hati"
"Bagus sekali" kata nikoh muda itu kemudian sambil tertawa dingin, "aku akan membuktikannya untukmu"
Setibanya di depan pintu, tiba-tiba ia mendorong pintu tersebut hingga terpentang lebar.
Ditengah matahari yang terang benderang, suasana dalam ruangan itu dapat terlihat dengan amat jelas.
Dibalik pintu merupakan sebuah ruang tidur yang kecil sekali, kecuali sebuah pembaringan kecil, boleh dibilang hampir tiada tempat lagi yang bisa digunakan untuk menyembunyikan barang.
Oleh sebab itu, selain sebuah pembaringan yang berada dalam ruangan, disitu cuma ada sebuah bangku.
"Sudah lihat sampai jelas?" kata nikoh muda itu mengejek, "kalau tidak jelas, mengapa tidak masuk ke dalam untuk memeriksanya sendiri dengan lebih seksama?"
Ong Peng segera tertawa, katanya:
"Aku si Pengemis cilik paling tidak terikat oleh pantangan, sekalipun kamar tidurnya kaum rahib juga tak menjadi soal bagiku, aku tetap berani memasukinya, harap saudara-saudara suka menunggu sebentar di sini.......
Dengan suatu gerakan cepat dia lantas menyelinap masuk ke dalam ruangan itu.
Empat penjuru ruangan itu berupa dinding batu yang tebal, sekilas pandangan saja segala sesuatunya dapat terlihat jelas, selain pembaringan disitu tidak dijumpai benda apapun juga yang mencurigakan.
Ong Peng termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian dia menyingkap kain seprei yang berada diatas pembaringan tersebut.
Ketika dia mencoba untuk mengintip ke bawah, ternyata dikolong ranjang itu kosong melompong dan tidak nampak sesuatu apa-pun juga.
Terdengar suara dari si Tokoh muda yang dingin bagaikan es itu kembali berkumandang datang..
"Andaikata kau masih belum percaya, kenapa tidak menorobos ke kolong ranjang untuk memeriksanya?"
Paras muka Ong Peng agak berubah, kemudian sahutnya:
"Terima kasih atas peringatan dari too heng!"
Dengan mengerahkan tenaganya, dia lantas menggeser pembaringan kayu itu dengan paksa.
Diam-diam Cu Siau hong memperhatikan gerak gerik nikoh muda tersebut, dijumpai-nya paras muka nikoh muda itu masih te-tap tenang seperti sedia kala, sedikitpun ti-dak kelihatan rasa kaget atau terkesiap barang sedikitpun juga.

Penggeledahan yang dilakukan Ong Peng kali ini dilaksanakan dengan amat teliti, setiap sudut ruangan setiap bagian tempat di periksa semua dengan hati-hati.
Menyaksikan perbuatannya itu, nikoh muda itu menghela napas panjang, tegurnya:
"Kalian sebetulnya siapa?"
"Li tootiang, kami berasal dari Bu khek bun!" sahut Seng Tiong gak.
"Aku tikak tahu apa yang di namakan Bu khek bun itu, tapi aku tahu penderitaan yang bakal kualami amat mendalam sekali, andaikata kalian masih menganggap diri kalian adalah orang-orang dari golongan pendekar, sepantasnya kalau kamu semua akan merasa malu sendiri dengan perbuatan yang telah dilakukan"
"Li totiang, kami belum selesai dengan penggeledahan ditempat ini, apakah kau tidak merasa kalau ucapanmu diutarakan ter lampau awal ?'
"Kalian berani bertindak sewenang-we-nang ditempat ini, apakah tidak takut ka-lau perbuatan tersebut akan mendapat balasan dari malaikat?"
Ong Peng segera tertawa dingin, jengek-nya:
"Kalau kudengar dari nada pembicaraan-mu itu, tampaknya kau juga bukan seorang pendeta!"
"Kau . . . kau. . . "
Kembali Ong Peng tertawa dingin, ujar-nya:
"'Nona dengan pengetahuan serta pengalaman yang luas, terus terang saja perbuatan dan tingkah laku nona selama ini masih belum dapat mengelabuhi diriku!"
"Kau betul-betul seorang berandal yang tidak berpendidikan, setiap patah katamu bagaikan pisau tajam yang melukai hati orang saja, sungguh membuat hati orang menderita"
"Nona, justru karena pengetahuan serta pengalamanku yang luas, maka dalam sekilias pandangan saja aku sudah tahu kalau nona bukan seorang manusia yang mudah di-hadapi."
Cu Siau hong selama ini hanya berdiri di samping sambil tersenyum belaka, tak sepatah katapun yang diucapkan, sebaliknya Seng Tiong gak diam-diam telah mengerahkan tenaga dalamnya sambil mengawasi gerak ge-rik nikoh tersebut, kuatir kalau secara tiba--tiba ia melancarkan serangan.
Dalam pada itu, Sin Jut Ciu Heng lelah menghampiri kehadapan patung arca Sam-cun dan melakukan pemeriksaan juga dise-kitar tempat itu dengan seksama.
Kui Meh Ong Peng belum juga merasa puas, tiada hentinya dia periksa setiap sudut ruangan.
Malah hampir tiap jengkal tanah yang ada disana tak ada yang dilepaskan olehnya dengan begitu saja.
Paras muka si nikoh muda yang semula tenang sekali itu, lambat laun mulai berubah menjadi agak tidak tenteram.
Cu Siau hong yang memperhatikan dari samping arena dapat menyaksikan kesemuanya itu dengan jelas sekali.
Sementara itu Ong Peng sedang memeriksa disebelah sudut dinding ruangan itu..
Tiba-tiba ia menemukan ditempat itu terdapat sebuah ubin hijau yang kecil dan menonjol keluar.
Ubin tersebut penuh dilapisi oleh debu yang tebal, seakan akan sudah lama sekali tak pernah disentuh orang.
Ong Peng segera meneliti ubin tersebut .... mendadak berkumandanglah suara gemerin-cing keras yang memekikkan telinga.
Semua jago bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Nikoh muda itupun cukup pandai menahan diri, sambil tertawa hambar katanya.
'Tidak kusangka, kalau di tempat ini benar-benar ada alat rahasianya, padahal sudah banyak tahun pinni tinggal disini, namun rahasia tersebut belum juga kuketahui, tampaknya tempat ini bukan suatu tempat yang baik, ada baiknya kalau jangan berdiam terlalu lama lagi ditempat seperti ini"
Seusai berkata dia lantas berjalan menuju keluar.
Dengan cepat Seng Tiong-gak menghadang jalan perginya seraya menegur dengan lantang:
"'Li-tootiang, kau tak boleh pergi dari sini!"
"Kenapa?"
"Sebab jika dalam ruangan ini terjadi perubahan akibat dari tergeraknya alat raha-sia tersebut, seandainya Li-tootiang telah pergi dari sini bukankah kami akan terje-bak dan menemui celaka ditempat ini?'.
"Masa dengan kehadiranku ditempat ini, maka tak bakal terjadi perubahan apa-apa ditempat ini?'.
"Paling tidak, masih ada kau yang tetap tinggal disini menemani kami!"
"Sicu, seandainya aku bersikeras akan pergi juga dari sini?"
"Kalau begitu, terpaksa kau harus me-ngandalkan kepandaian silatmu untuk mencoba menembusi pertahanan kami"
Nikoh muda usia itu segera tertawa dingin, katanya dengan nada setengah mengejek:
"Sungguh tak disangka kalian beberapa o-rang lelaki kekar hendak menganiaya aku seorang perempuan!".
"Yaa, apa boleh buat lagi, siapa suruh kedatanganmu begitu kebetulan!"
Mendadak Nikoh muda itu mengayunkan tangannya, serentetan cahaya putih segera berkelebat menembusi angkasa dan langsung meluncur ke arah Seng Tiong gak.
Selisih jarak antara kedua orang itu boleh dibilang dekat sekali, apalagi serangan tersebut dilancarkan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, sesungguhnya ancaman semacam ini tidak mudah untuk dihindari...
Untung saja Seng Tiong gak sudah melakukan persiapan yang cukup matang, dengan cepat dia membalikkan badannya dan tiba-tiba menghindar sejauh tiga jengkal lebih dari posisi semula.
Cahaya putih itu berkelebat lewat disam-ping badan dan langsung menancap di atas dinding seberang
ltulah sebilah pisau belati yang panjangnya mencapai tujuh inci lebih sedikit.
Sesudah menghembuskan napas panjang, pelan-pelan Seng Tiong gak berkata lagi.
'Li tootiang, sekarang apa yang hendak kau katakan lagi? ..
Nikoh muda itu tertawa manis, sahutnya..

"Tidak apa-apa lagi, tak kusangka kalau kalian semua sesungguhnya adalah manusia yang susah untuk dihadapi."
Pelan-pelan dia melepaskan jubah panjangnya sehingga tampaklah pakaian ringkasnya yang berwarna merah dengan sulaman sekuntum bunga Bo tan di atas dada.
"Kau adalah Ang Bo tan?" Ong Peng segera menegur.
Gadis berbaju merah itu manggut-manggut.
"Yaa, akar lonio sudah berhasil kalian gali keluar, terpaksa aku musti melepaskan jubah pendeta berwarna hitam itu serta mengembalikan dandananku yang sebenarnya."
"Liok hoo, Ui Bwee, Ang Bo-tan, biasa-nya kalian bertiga tak pernah berpisah sa-tu sama lainnya, kalau toh kau berada disini, tentunya mereka juga berada disini bukan?"
"Betul, mereka berada dibalik pintu rahasia tersebut, beranikah kau untuk memasu-kinya?"
Sementara itu disudut dinding ruangan telah muncul sebuah pintu rahasia.
Pintu itu kecil dan cuma muat untuk dilewati satu orang saja.
"Hati hati saudara sekalian!'' seru Ong Peng kemudian memperingatkan, "Liok Hoo, Ui Bwee, Ang Bo-tan adalah manusia-manusia ternama yang sukar dihadapi, harap kalian semua lebih bersikap hati-hati lagi"
Ang Bo-tan tertawa lebar, serunya:
"Kalau berada disini mah, kami terhi-tung manusia yang sukar untuk dihadapi"
"Nona!" ucap Cu Siau-hong kemudian, "kini rahasia jejakmu sudah ketahuan, rasanya kaupun tak perlu untuk merahasiakan sesuatu bukan?"
Ang Bo tan melemparkan sebuah kerli-ngan genit kearah Cu Siau-hong, lalu bertanya .
"Apa yang ingin kau tanyakan kepadaku?"
"Aku ingin bertanya, apa kedudukanmu di dalam kebun raya Ban hoa wan ini?"
"Aku tinggal didalam kebun raya Ban hoa-wan, menurut pendapatmu apakah aku termasuk anggota kebun raya Ban-hoa-wan atau tidak?"
"Jadi kalau begitu, nona telah mengakui akan hal ini?"
"Anggap saja sudah mengakui, Nah, apa pula yang bisa kau lakukan atas diriku?"
Cu Siau hong tertawa.
"Kelihatannya, meskipun nona cuma seorang wanita belaka, namun memiliki semangat dan jiwa yang gagah perkasa"
"Wouw, akupun tidak menyangka kalau selembar bibirmu itu pandai sekali berbica-ra"
"Nona, setelah kau berani mengakui sebagai anggota kebun raya Ban hoa wan, aku pikir kau tentu berani mengakui persoalan lain bukan" kata Cu Siau hong lagi sambil tertawa.
"Itu mah tergantung pada persoalan apa yang hendak kau tanyakan, sebab ada sementara persoalan tidak kuketahui, ada pula sementara persoalan meski kuketahui sedikit, tapi tak bisa ku utarakan keluar"
Waktu itu sekalipun paras muka Cu Siau hong sudah dirubah bentuknya, namun masih belum dapat menutupi sikapnya yang gagah perkasa serta wibawanya yang besar, o-leh sebab itu tampaknya Ang Bo tan lebih suka berbincang-bincang dengannya dari pada dengan orang lain.
"Aku imgin tahu, termasuk dalam golongan yang manakah orang-orang dalam kebun raya Ban hoa wan ini?" ucap Cu Siau hong.
"Oooh soal itu sebenarnya aku mengetahui sedikit tentang persoalan ini, cuma sayang termasuk dalam persoalan yang tak bisa ku utarakan kepadamu"
"Nona, andaikata kau tidak bersedia untuk membicarakan persoalan ini, besar kemung-kinan jiwamu akan melayang, entah bersediakah kau untuk menjawabnya?"
'Aku benar-benar tidak merasakan mara bahaya apakah yang sedang mengancam diriku sekarang"
Ada sementara mara bahaya yang kedatangannya secara tiba-tiba, misalnya saja. . . ."
Tiba-tiba dia menggerakkan tangan kanannya, cahaya tajam berkilauan tajam, hawa pedang yang dingin menggidikkan hati itu tahu-tahu sudah menempel di atas tenggorokan Ang Bo tan."
Gerakan itu sungguh merupakan suatu gerakan mencabut pedang yang luar biasa cepatnya.
Ang Bo tan menjadi tertegun, dan berdiri kaku bagaikan patung, sepasang matanya mengawasi wajah Cu Siau hong tanpa berkedip, kemudian tegurnya lirih:
"Kau. . . . sebenarnya siapakah kau?"
"Siaute tak lebih Cuma seorang Bu beng siau-cut (prajurit tak bernama), kau tak usah kuatir. . ."
"Tak sedikit aku berkelana di dalam dunia persilatan," kata Ang Bo tan dingin, tidak sedikit pula ilmu pedang yang pernah kujumpai, tapi belum pernah kutemui ilmu pedang yang begini cepatnya seperti ilmu pedangmu itu, aku pikir sudah pasti kau bukan manusia tanpa nama. . . ?"
Cu Siau hong tidak menanggapi perkataan itu, pelan-pelan dia berbicara, ucapnya:
"'Nona, aku ingin mengetahui sedikit banyak rahasia yang menyangkut soal kebun raya Ban Hoa wan, Liok Hoo, Ui Bwee, Ang Bo-tan semuanya adalah manusia-manusia termashur didalam dunia persilatan, aku rasa tentunya kalian enggan mati diujung pedang seorang manusia tanpa nama semacam aku bukan'
Masing-masing pihak membicarakan ka-ta-katanya sendiri, sehingga antara perta-nyaan dan jawaban boleh dibilang sama sekali tiada hubungannya satu dengan yang lain.
Sembari mengajukan pertanyaan tadi, pelan-pelan Cu Siau hong mendorong pedang nya jauh lebih ke depan.
Ujung pedang segera merobek kulit badan, darah segar pun jatuh bercucuran membasahi tubuhnya.
Ang Bo tan merasa terperanjat sekali, dia tidak mengira kalau musuhnya benar-benar akan turun tangan.
Setelah tertegun beberapa saat lamanya dia lantas berseru:
"Kau. kau benar-benar hendak membu-nuhku .... "
"Benar! sahut Cu Siau hong dingin, aku memang benar-benar akan membunuhmu! Belum lama aku terjun ke dunia persilatan, aku memang butuh untuk membunuh beberapa orang ternama dari dunia persilatan agar namaku bisa lebih termashur pula didunia ini."
"Aku toh sudah bilang, tidak banyak yang kuketahui, bahkan ada sementara persoalan yang sama sekali tidak kuketahui."
"Kalau begitu, utarakan saja semua yang kau ketahui!'

Ang Bo tan benar-benar tak ingin mati, terutama sekali mati diujung pedang seseorang yang sama sekali tidak ternama.
Penampilan sikap Cu Siau hong yang tenang dingin dan santai membuat orang tak bisa menduga suara hatinya yang sebenarnya, itu menimbulkan kesan seolah-olah setiap saat dia dapat mendorong pedangnya itu ke muka.
Ang Bo tan betul-betul mati kutunya, semua akal muslihat dan siasat busuknya seakan-akan melempem dan tak mungkin bisa dipergunakan lagi.
Cu Siau hong menghembuskan napas panjang, tegurnya lagi:
'Mau bicara tidak kau? '
"Bicara aku mau bicara, tapi apa yang harus kukatakan?"
"Benarkah kebun raya Ban hoa wan ini a-dalah suatu tempat yang dipakai untuk me-nyekap orang?"
"Menyekap siapa?'
"Menyekap seorang buronan penting!"
"Yaa, betul!"
"Dimana letaknya?'
"Dibawah tanah, semua tempat penting di dalam kebun raya Ban hoa wan ini letaknya dibawah tanah.
"Nona, dapatkah kau membawa kami menuju ke sana?'
"Dapat saja, cuma lorong rahasia ditempat ini jauh berbeda dengan lorong rahasia ditempat lain .....
'Itulah sebabnya kami meminta kepada nona untuk membawa kami menuju kesana!"
"Sekalipun ada aku yang menjadi petunjuk jalan, mara bahaya masih tetap akan mengancam datang dari mana-mana"
"Seandainya sampai terjadi ancaman mara bahaya, maka yang bakal mampus duluan sudah pasti adalah nona sendiri"
"Dengan selembar nyawaku bisa ditukar dengan mati hidup kalian beberapa orang, sekalipun harus mati, aku juga mati tidak menyesal"
"Nona! keliru besar kalau kau berkata demikian,' kata Cu Siau hong sambil tertawa. "kau anggap kami semua akan menemani dirimu bersama-sama memasuki lorong rahasia tersebut?"
Tiba-tiba ia turun tangan menotok tiga buah jalan darah penting ditubuh Ang Bo tan, kemudian melanjutkan:
'Mari berangkat!"
"Ke mana?" tanya Ang Bo tau dengan paras muka berubah hebat.
"Ke lorong bawah tanah!"
'Siapa yang akan menemani diriku?"
"Aku!"
Kemudian Cu Siau hong mengalihkan sinar matanya ke wajah Kui Meh Sin Jut dan Seng Tiong gak seraya berkata:
'Harap kalian sementara menunggu aku sebentar disini!"
Sementara itu, semua orang sudah mena-ruh rasa percaya yang amat besar terhadap diri Cu Siau-hong.
Dengan cepat Seng Tiong-gak berpesan.
"Siau hong, kau harus berhati-hati!"
"Tecu mengerti!"
Tiba tiba Ang Bo-tan berpaling seraya tertawa, katanya:
"Mari kita berangkat, aku akan menjadi petunjuk jalan bagimu, cuma kau harus mengikuti aku dengan ketat, soalnya lorong di-bawah tanah banyak cabang dan persimpangannya, jalanan di situ sangat kacau balau, sekali kurang berhati-hati bisa jadi kau akan tersesat, kalau sampai begitu, jangan salahkan lagi diriku"
Cu Siau-hong tertawa, sahutnya:
"Akupun berharap kau bisa mengingat baik-baik ucapanku, perubahan apapun yang bakal terjadi, yang bakal mampus lebih dulu diujung pedangku adalah kau!"
Ang Bo-tan tidak berbicara apa apa lagi, dia lantas beranjak menuju ke arah lorong bawah tanah itu.
Dengan ketat Siau hong mengikuti dibelakangnya.
Baru berjalan beberapa kaki, didepannya sudah tiada jalan lewat lagi, sebuah dinding tebal menghadang jalan pergi mereka selanjutnya.
"Nona, sekarang kita harus masuk dengan cara apa?" tanya Cu Siau hong kemudian.
"Ditempat ini ada alat rahasianya, asal ku dorong dengan tanganku, maka pintu rahasia tersebut akan muncul"
Tapi sayang sepasang lenganku sudah kau totok jalan darahnya.
"Kenapa tidak mempergunakan kaki?"
"Tempat itu tinggi sekali letaknya, sedangkan lorong ini terlampau rendah dan sempit, aku tak mampu untuk melompat ke atas."
Kalau begitu, beritahu saja kepadaku, dimana letak tombol rahasia tersebut?
Ang Bo tan segera membusungkan dadanya, dengan payudara yang ada disebelah kiri dia menunjuk ke arah dinding batu itu.
"Disitu!" sahutnya.
Cu Siau hong segera menggerakkan pedangnya dan menutul dengan ujung senjata tersebut.
Betul juga, diiringi tiga kali suara benturan keras yang memekikkan telinga, bergemuruh suara gemerincingan nyaring.
Mula-mula dinding tembok itu roboh keta-nah dan muncul sebuah pintu, menyusul ke-mudian pintu itu membuka lebar dan terbentanglah sebuah lorong bawah tanah didepan sana..
"Suatu arsitek yang bagus sekali" puji Cu Siau bong kemudian sambil manggut--manggut.
Ang Bo-tan segera tertawa lebar katanya.
'Memang bagus sekali arsiteknya apalagi setelah jalan kembalimu tersumbat oleh sebuah pintu baja, jangan harap kau bisa kemba-li lagi keatas dengan selamat"
"Oooh ....akhirnya kau bermain curang juga dihadapanku?"
Ang Bo tan tertawa cekikikan.
"Sekalipun kau membunuh diriku, kau sendiri juga mungkin akan termenung untuk selamanya ditempat ini, maka lebih baik kau jangan terburu napsu.

"Kalau begitu, kau bersiap-siap untuk mengajukan syarat kepadaku?"
"Tepat sekali'"
"Baik, katakanlah`
"Tempat ini adalah sebuah tempat yang terpencil, jika aku mati, kau pun bakal tersekap selamanya ditempat ini"
"Aah, belum tentu demikian, bila kubunuh dirimu lebih dahulu mungkin aku masih punya kesempatan"
"Saudaraku, buat apa kau musti bertindak demikian? Kalau dilihat dari usiamu yang begitu muda, aku rasa kau pasti belum per-nah menikah bukan?"
"Berkobar hawa amarah didalam hati Cu-Siau hong., tapi ia masih berusaha keras untuk menahan diri, katanya sambil tertawa:
"Apakah kau berniat untuk kawin denganku?"
"Yaa, enci memang bermaksud demikian, cuma kuatirnya bila saudara cilik tidak pandang sebelah mata kepadaku"
"Perkataanmu itu memang tepat sekali!"
Itulah sebabnya tak ada salahnya kalau kita menjadi suami istri untuk beb-rapa hari saja''
''Selanjutnya?''
"Aku akan mencarikan akal lagi bagimu untuk keluar dari tempat ini"
"Jadi inilah syaratmu?"
"Benar!"
'Dalam kebun raya Ban hoa wan ini terdapat banyak sekali jago lihay, aku rasa seharusnya kau mempunyai beberapa sahabat bukan ditempat ini?"
Sahabat sih ada, cuma kurang mencocoki hati dan seleraku"
"Sayang akupun tidak mempunyai gairah untuk memenuhi keinginanmu itu ........"
'Kalau hidup tak bisa menjadi suami is-tri, terpaksa kita harus mati didalam satu liang."
Mendengar ancaman tersebut, diam-diam Cu Siau hong berpikir didalam hatinya:
''Tampaknya budak ini tidak takut terhadap ancaman atau gertak sambal, aku musti mempergunakan sedikit akal untuk mempecundangi dirinya ."
Berpikir sampai disitu, dia lantas tertawa ewa, kemudian ujarnya dengan lembut.
"Ang Bo tan, setelah kita menjadi saha-bat, apakah kau mengajakku pergi meninggalkan tempat ini?"
"Benar!"
"Aaai. . . Aku menjadi sedikit kuatir.'
"Kuatir? Apa yang kau kuatirkan'
"Aku kuatir setelah kau menghinati pi-hak kebun raya Ban hoa wan, meski dunia ini luas, takutnya sudah tiada tempat lagi bagimu untuk berpijak kaki."
"Oooh ....terlalu banyak yang kau pikir-kan!'' ujar Ang Bo tan sambil tertawa.
"Setiap persoalan yang kupikirkan selalu kupikirkan dalam-dalam dan luas, setelah kita menjadi sahabat, tentu saja aka tak i-ngin mengikutimu melarikan diri sepanjang tahun"

No comments: